Ptk Matematika Sma Kelas X (Penelitian Tindakan Kelas)

PTK Matematika Sekolah Menengan Atas Kelas X (Penelitian Tindakan Kelas) - Coba fokus aja memposting wacana PTK, gampang mudahan dengan adanya contoh PTK Matematika SMA ini sahabat sahabat sanggup terbantu ya, oh ya PTK ini saya posting hanya sebagian saja, maklum lah biar gak capek ngedit, kan kalau saya capek nanti berhenti posting, kan sedih T_T. untuk mendapat PTK yang full jangan lupa di download ya,

Sama menyerupai halnya dengan posting postingan PTK yang lainnya bahwa saya niscaya menyisipkan beberapa PTK tang sudah saya publis sepeti ptk bahasa indonesia sd, fiqih ma, pai smp, penjasorkes smp, serta yang lagi terkenal di baca kan orang ptk ipa sd. ptk bahasa arab mts, pai sma, ptk b. indo kelas 1, ptk bahasa jerman, matematika sd kelelas 6, ptk smk, ptk matematika sd kelas 4, ptk penjasorkes sd, penjasorkes smp, ptk bahasa indonesia sma xi , ptk tk paud . Dan postingan ini PTK MATEMATIKA SMA

Judul:

PENGGUNAAN MEDIA VISUAL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP IRISAN BIDANG DENGAN BANGUN RUANG PADA SISWA KELAS X-5 Sekolah Menengan Atas

BAB I
PENDAHULUAN
PTK Matematika SMA

A.    Latar Belakang Masalah

Pembelajaran Matematika umumnya didominasi oleh pengenalan rumus-rumus serta konsep-konsep secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup terhadap pemahaman siswa. Disamping itu proses mencar ilmu mengajar hampir selalu berlangsung dengan metode “chalk and talk” guru menjadi sentra dari seluruh kegiatan di kelas (Somerset, 1997 dalam Sodikin, 2004:1).

Pembelajaran matematika sering diinterpretasikan sebagai acara utama yang dilakukan guru, yaitu guru mengenalkan materi, mungkin mengajukan satu atau dua pertanyaan, dan meminta siswa yang pasif untuk aktif dengan memulai melengkapi latihan dari buku teks, pelajaran diakhiri dengan pengorganisasian yang baik dan pembelajaran selanjutnya dilakukan dengan sekenario yang serupa.

Kondisi di atas tampak lebih parah pada pembelajaran geometri. Sebagian siswa tidak mengetahui mengapa dan untuk apa mereka mencar ilmu konsep-konsep geometri, lantaran semua yang dipelajari terasa jauh dari kehidupan mereka sehari-hari. Siswa hanya mengenal objek-objek geometri dari apa yang digambar oleh guru di depan papan tulis atau dalam buku paket matematika, dan hampir tidak pernah mendapat kesempatan untuk memanipulasi objek-objek tersebut. Akibatnya banyak siswa yang beropini bahwa konsep-konsep geometri sangat sukar dipelajari (Soedjadi, 1991 dalam Sodikin 2004:2).

Pada umumnya, sekelompok siswa beranggapan bahwa mata pelajaran matematika sulit difahami. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Pertama, siswa kurang mempunyai pengetahuan prasyarat serta kurang mengetahui manfaat pelajaran matematika yang ia pelajari. Kedua, daya abstraksi siswa kurang dalam memahami konsep-konsep matematika yang bersifat abstrak.

Dalam mengajarkan matematika, sebaiknya diusahakan supaya siswa gampang memahami konsep yang ia pelajari, sehingga siswa lebih berminat untuk mempelajarinya. Jika sekiranya diharapkan media atau alat peraga yang sanggup membantu siswa dalam memahami konsep matematika, maka seyogyanya guru menyiapkan media atau alat peraga yang diperlukan.

Dari pengalaman peneliti dalam memperlihatkan pembelajaran matematika kepada siswa selama ini, sebagian besar siswa sulit memahami materi dimensi tiga, khususnya wacana irisan bidang dengan berdiri ruang. Meskipun peneliti sudah berupaya membimbing siswa dalam memahami konsep irisan bidang dengan berdiri ruang dengan cara memperlihatkan bagan gambar, namun hasil mencar ilmu siswa belum sesuai dengan yang diharapkan, yaitu masih banyak siswa yang nilainya kurang dari standar ketuntasan mencar ilmu minimal.

Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1980:134) menyatakan bahwa setiap konsep matematika sanggup difahami dengan gampang apabila hambatan utama yang menjadikan anak sulit memahami sanggup dikurangi atau dihilangkan. Dienes berkeyakinan bahwa anak pada umumnya melaksanakan abstraksi berdasasarkan intuisi dan pengalaman kongkrit, sehingga cara mengajarkan konsep-konsep matematika sanggup dilakukan dengan memakai derma objek kongkrit. Dengan demikian, dalam mengajarkan matematika perlu adanya benda-benda kongkrit yang merupakan model dari ide-ide matematika, yang selanjutnya disebut sebagai alat peraga sebagai alat bantu pembelajaran. Alat bantu pembelajaran ini dipakai dengan maksud supaya anak sanggup mengoptimalkan panca inderanya dalam proses pembelajaran, mereka sanggup melihat, meraba, mendengar, dan mencicipi objek yang sedang dipelajari.

Untuk mengatasi duduk kasus di atas, perlu diadakan penelitian tindakan kelas wacana penggunaan media visual atau alat peraga dalam pembelajaran materi irisan suatu bidang dengan berdiri ruang. Dengan serangkaian tindakan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga dengan evaluasi, diharapkan sanggup meningkatkan pemahaman siswa dalam memahami materi irisan suatu bidang dengan berdiri ruang.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan penelitian sanggup dirumuskan bagai berikut:
Bagaimana penggunaan media visual untuk meningkatkan pemahaman konsep irisan bidang dengan berdiri ruang?

C.    Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini yakni untuk meningkatkan pemahaman siswa wacana irisan bidang dengan berdiri ruang dengan memakai media visual.


D.    Manfaat Hasil Penelitian PTK Matematika SMA

Hasil penelitian ini diharapkan sanggup bermanfaat bagi siswa, guru, maupun sekolah.
  1. Bagi siswa, penelitian ini sanggup mempermudah siswa dalam memahami konsep irisan bidang dengan berdiri ruang dan meningkatkan motivasi belajar.
  2. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai wahana peningkatan profesionalisme guru yang akan berdampak pada kualitas pendidikan di sekolah
  3. Bagi guru lain, hasil penelitian ini sanggup dipakai sebagai acuan untuk menambah wawasan dalam memilih seni administrasi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran.
  4. Bagi sekolah, penelitian ini sanggup membantu meningkatkan kualitas hasil belajar, khususnya pelajaran matematika, sehingga secara eksklusif sanggup meningkatkan kualitas pendidikan dan out put sekolah.

E.    Batasan Istilah
Untuk mendapat kesamaan arti terhadap istilah yang dipakai dalam penelitian ini, diharapkan pendefinisian istilah sebagai berikut:
  1. Yang dimaksud media visual dalam penelitian ini yakni media presentasi berbasis power point hasil Workshop Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, Departemen Pendidikan Nasional pada tanggal 6 Agustus 2006 hingga dengan 12 Agustus 2006 di Cisarua Bogor.
  2. Yang dimaksud irisan bidang dengan berdiri ruang dalam penelitian ini yakni materi melukis irisan bidang dengan berdiri ruang.




BAB II
KAJIAN PUSTAKA
PTK Matematika SMA

A.    Karakteristik Matematika
Menurut Soedjadi (1994:1), meskipun terdapat aneka macam pendapat wacana matematika yang tampak berlainan antara satu sama lain, namun tetap sanggup ditarik ciri-ciri atau karekteristik yang sama, antara lain: (a) mempunyai objek kajian abstrak, (b) bertumpu pada kesepakatan, (c) berpola pikir deduktif, (d) mempunyai symbol yang kosong dari arti, (e) memperhatikan semesta pembicaraan, (f) konsisten dalam sistemnya.

Matematika sebagai suatu ilmu mempunyai objek dasar yang berupa fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Dari objek dasar itu bermetamorfosis objek-objek lain, misalnya: pola-pola, struktur-struktur dalam matematika yang ada cukup umur ini. Pola pikir yang dipakai dalam matematika yakni pola pikir deduktif, bahkan suatu struktur yang lengkap yakni deduktif aksiomatik.

Matematika sekolah yakni potongan dari matematika yang dipilih, antara lain dengan pertimbangan atau berorientasi pada kependidikan. Dengan demikian, pembelajaran matematika perlu diusahakan sesuai dengan kemampuan kognitif siswa, mengkongkritkan objek matematika yang abnormal sehingga gampang difahami siswa. Selain itu sajian matematika sekolah tidak harus memakai pola pikir deduktif semata, tetapi sanggup juga dipakai pola pikir induktif, artinya pembelajarannya sanggup memakai pendekatan induktif. Ini tidak berarti bahwa kemampuan berfikir deduktif dan memahami objek abnormal boleh ditiadakan begitu saja.

B.    Pembelajaran Matematika

Pembelajaran pada hakekatnya yakni proses interaksi antara penerima didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan sikap ke arah yang lebih baik (Mulyasa, 2002:100). Dalam pembelajaran, kiprah guru yang paling utama yakni mengkondisikan lingkungan supaya menunjang terjadinya perubahan tingkah laku.

Pembelajaran matematika berdasarkan Russeffendi (1993:109) yakni suatu kegiatan mencar ilmu mengajar yang sengaja dilakukan untuk memperoleh pengetahuan dengan memanipulasi simbol-simbol dalam matematika sehingga menjadikan perubahan tingkah laku.

Dalam kurikulum 2004 disebutkan bahwa pembelajaran matematika yakni suatu pembelajaran yang bertujuan:
  • Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, contohnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, memperlihatkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi
  • Mengembangkan acara kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan inovasi dengan menyebarkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, menciptakan prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba
  • Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
  • Mengembangkan kemampuan memberikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan

C.    Media dan Alat Peraga Pembelajaran

Karena matematika yang bersifat abstrak, maka sedapat mungkin dalam pembelajarannya dibentuk kongkrit., sehingga gampang difahami siswa. Tim action research Matematika Kabupaten Sumenep (dalam Gentengkali, 2000:137) menyampaikan bahwa salah satu andal pendidikan, Bruner, berpendapat: untuk mendapat daya tangkap dan daya serap bagi anak berumur 7 hingga dengan 17 tahun yang mencakup ingatan, pemahaman dan penerapan, masih memerlukan mata dan tangan. Mata berfungsi untuk mengamati dan tangan berfungsi untuk meraba.

Selanjutnya Tim action research Matematika Kabupaten Sumenep (dalam Gentengkali, 2000:137) menyampaikan bahwa Worker Educational and Techniques ILO (1990) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kemampuan mengingat seseorang rata-rata adalah: hanya dengan mendengar 20%, hanya dengan melihat 30%, dengan melihat dan mendengar 50%, dengan melihat, mendengar dan diskusi 70%, dengan melihat, mendengar, diskusi dan memakai 90%

Untuk itu media atau alat peraga diharapkan sanggup mempermudah siswa dalam memahami konsep dan prinsip matematika yang abnormal akan lebih gampang dimengerti kalau disajikan dalam bentuk atau situasi yang kongkrit (melalui dunia nyata)

Menurut Nasution (1995:98), pola berfikir abnormal yakni berfikir dengan memakai simbol-simbol dan gagasan-gagasan tanpa dikaitkan dengan benda-benda fisik. Dalam membawa anak dari pola berfikir kongkrit ke pola berfikir abnormal perlu dibantu oleh alat bantu pembelajaran.

Hamalik (1980, 23) menyatakan bahwa media yakni alat, metode dan teknik yang sanggup dipakai dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.

Proyek BP3G Jawa Timur (Metodologi Pengajaran 1982/1983) menyatakan bahwa alat peraga yakni media yang sanggup membantu guru dalam usahanya menjelaskan suatu pengertian. Media merupakan semua bentuk alat peraga yang sanggup dipakai untuk memberikan klarifikasi atau informasi.

Robert M. Gagne dalam bukunya The Condition of Teaching (Depdikbud, 1996/1997:7) memakai istilah media pembelajaran untuk memperlihatkan aneka macam komponen lingkungan mencar ilmu yang sanggup merangsang siswa sehingga terjadi proses belajar. Termasuk dalam pengertian ini guru, objek, aneka macam macam alat mulai dari buku hingga televisi.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas sanggup disimpulkan bahwa alat peraga yakni suatu alat yang diperagakan, baik berupa alat atau benda gotong royong maupun berupa benda tiruannya guna memperlihatkan citra yang lebih terang kepada anak didik wacana sesuatu yang dipelajarinya. Media pembelajaran sanggup berwujud perangkat keras maupun perangkat lunak.


BAB III
METODE PENELITIAN
PTK Matematika SMA

A.    Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini yakni pendekatan kualitatif lantaran penelitian ini sesuai dengan ciri-ciri penelitian kualitatif (Sudjana, 2004:197), yaitu: (a) memakai lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung, (b) bersifat deskriptif analitik, (c) tekanan penelitian ada pada proses bukan pada hasil, (d) bersifat induktif, (e) mengutamakan makna.

Selanjutnya Sudjana (2004:200) menyampaikan bahwa penelitian kualitatif tidak dimulai dari teori yang dipersiapkan sebelumnya, tetapi dimulai dari lapangan berdasarkan lingkungan alami. Data dan informasi lapangan ditarik makna dan konsepnya, melalui pemaparan deskriptif analitik, tanpa memakai enumerasi dan statistik, lantaran lebih mengutamakan proses terjadinya suatu kejadian dan tingkah laris dalam situasi alami. Generalisasi tak perlu dilakukan lantaran deskripsi dan interpretasi terjadi dalam konteks ruang, waktu dan situasi tertentu.

Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini dipakai untuk menelusuri dan mendapat citra secara terang wacana situasi kelas dan tingkah laris siswa selama pembelajaran berlangsung.

Jenis penelitian ini yakni penelitian tindakan kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Ebbutt (dalam Wiriaatmadja, 2005:12) yang menyampaikan bahwa penelitian tindakan yakni kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan melaksanakan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut.

B.    Kehadiran Peneliti
Karena pendekatan penelitian yang dipakai yakni pendekatan kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan mutlak diperlukan. Menurut Moleong (dalam Sri Harmini, 2004:22), kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif yakni sebagai perencana, pelaksana, pengumpul, penganalisis, penafsir data dan kesudahannya sebagai pelapor hasil penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti sebagai guru, disamping berperan sebagai pengumpul dan penganalisis data di lapangan, peneliti juga berperan secara eksklusif dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga dengan penilaian. Selama proses pembelajaran, peneliti dibantu oleh seorang guru sahabat sejawat sebagai observer.

C.    Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengan Atas Negeri 1 Sidoarjo. Alasan pemilihan lokasi penelitian di sekolah ini dikarenakan peneliti sebagai guru di sekolah tersebut. Penelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu bulan September, Oktober dan Nopember 2006.



D.    Sumber Data PTK Matematika SMA
Sumber data penelitian ini yakni siswa kelas X-5 Sekolah Menengan Atas Negeri 1 Sidoarjo Tahun Pelajaran 2006/2007 yang berjumlah 34 orang siswa. Alasan pemilihan kelas ini dikarenakan peneliti sebagai guru di kelas tersebut dan observer sebagai wali kelasnya.

E.    Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara memperlihatkan tes kepada sumber data, melaksanakan observasi dan mencatat kejadian-kejadian di lapangan, dan memperlihatkan angket kepada sumber data.

F.    Teknik Analisis Data
Sesuai dengan jenis data yang dikumpulkan, ada dua teknik analisis data yang digunakan, yaitu analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif dipakai terhadap hasil tes, sedangkan analisis kualitatif dipakai terhadap data kualitatif yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap acara siswa atau hal-hal lain yang tampak selama berlangsungnya penelitian.


Sebelumnya kan sudah saya katakan kalau ingin mendapat PTK Matematika SMA nya full silahkan download dibawah ini yaa

 oh ya PTK ini saya posting hanya sebagian saja PTK Matematika Sekolah Menengan Atas Kelas X (Penelitian Tindakan Kelas)

0 Response to "Ptk Matematika Sma Kelas X (Penelitian Tindakan Kelas)"

Post a Comment