Strategi Pembelajaran Matematika Sd Dan Karakteristik Anak Didik

A. Strategi Pembelajaran Matematika SD 

Dalam pelaksanaan acara pembelajaran matematika pemecahan masalah, merupakan fokus acara (Diknas,2004:78). Sedangkan definisi pembelajaran ialah sebagai upaya untuk membelajarkan siswa (Degeng, 1997:7). Dengan pengertian di atas bahwa pembelajaran sanggup diartikan sebagai, suatu acara yang mermberikan akomodasi berguru yang baik sehingga terjadi proses berguru (Harmini,2005:3). Sehingga taktik pembelajaran merupakan acara yang dipilih oleh guru dalam proses pembelajaran yang sanggup memperlihatkan akomodasi berguru sehingga memperlancar tujuan berguru matematika (Hudoyo dalam Harmini, 2004:9).  Strategi Pembelajaran Matematika SD 


Dari pengertian di atas sanggup disimpulkan bahwa taktik pembelajaran merupakan acara yang dipilih guru dalam suatu proses pembelajaran yang meliputi: 
  1. Kemana proses pembelajaran matematika?  
  2. Apa yang menjadi isi dari proses pembelajaran matematika? 
  3. Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran matematika? 
  4. Sejauh mana proses pembelajaran matematika tersebut berhasil? 

Keempat aspek tersebut membentuk terjadinya proses pembelajaran. Adanya interaksi siswa dengan guru dibangun atas dasar keempat unsur di atas. Pengetahuan wacana matematika meliputi pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan konseptual mengacu pada pemahaman konsep, sedangkan pengetahuan prosedural mengacu pada keterampilan melaksanakan sesuatu mekanisme pengajaran. 

Dua hal penting yang merupakan, penggalan dari tujuan pembelajaran matematika adalah pembentukan sifat dengan berpikir kritis dan kreatif (Karso, 2005:2-17) untuk menyebarkan dua hal tersebut haruslah sanggup menyebarkan imajinasi anak dan rasa ingin tahu. Dua hal tersebut harus dikembangkan dan ditumbuhkan, siswa diberi kesempatan berpendapat, bertanya, sehingga proses pembelajaran matematika lebih bermakna. 

Dalam pembelajaran ini guru hendaknya menentukan dan memakai strategi, pendekatan, metode, dan teknik yang melibatkan keaktifan siswa, baik secara mental maupun fisiknya. Disamping itu optimalisasi interaksi dan optimalisasi seluruh indera siswa harus terlibat. 

Penekanan pembelajaran matematika tidak hanya pada melatih keterampilan dan hafal fakta, tetapi pada pemahaman konsep, dalam pemahamannya tentu saja diubahsuaikan dengan tingkat berpikir siswa, mengingat objek matematika ialah abstrak. 

Karena objeknya ajaib maka penanaman konsep matematika di sekolah dasar sedapat mungkin di mulai dari penyajian Konkret. Selain itu dalam berguru matematika, siswa memerlukan suatu dorongan (motivasi) yang tinggi. Kurangnya dorongan seringkali menyebabkan siswa mengalami patah semangat. Dengan demikian guru haruslah pandai-pandai dalam menentukan metode, taktik dan media yang diperlukan, salah satu untuk meningkatkan motivasi ialah dengan memakai alat peraga atau sumber berguru lingkungan khususnya benda-benda Konkret sekitar siswa. 

Dengan demikian, guru pada merencanakan dan melaksanakan pembelajaran matematika dengan mengupayakan suasana kelas yang menantang, menyenangkan. Hal ini memungkinkan situasi lebih kreatif dan aktif. 


B. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD 

Matematika sebagai suatu ilmu mempunyai objek dasar yang berupa fakta, konsep operasi dan prinsip. Menurut Sudjadi (1994:1), pendapat wacana matematika tampak adanya kelainan antara satu dengan lainnya, namun tetap sanggup ditarik ciri-ciri atau karakteristik yang sama, antara lain: 
  1. Memiliki obyek kajian abstrak 
  2. Bertumpuh pada kesepakatan 
  3. Berpola pikir deduktif 

Dari pendapat di atas sanggup disimpulkan bahwa dalam memodelkan pembelajaran matematika di sekolah dasar hendaknya dimulai dengan hal-hal yang Konkret. Dalam Depdikbud (1993) disebutkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dasar berfungsi untuk menyebarkan kemampuan berkomunikasi dengan memakai bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman pemahaman yang sanggup membantu memperjelas dan menuntaskan persoalan dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan dalam Gipayana, Muhana dkk (2005 : 141) karakterisrik diantaranya meliputi memakai dunia nyata. 

Di samping itu pembelajaran matematika ialah berjenjang atau bertahap, dalam pembelajaran dimulai dari konsep yang sederhana menuju ke konsep yang lebih sukar. Pembelajaran matematika harus di mulai dari yang konkret, ke semi konkret, dan berakhir pada yang abstrak.(Karso, 2005:2-16)

Dalam setiap memperkenalkan konsep atau materi yang gres perlu memperhatikan konsep atau materi yang telah dipelajari siswa sebelumnya.(Karso, 2005:2-16)


C. Hakekat Anak Didik dalam Pembelajaran Matematika di SD 

1. Anak dalam Pembelajaran Matematika di SD 
Anak usia SD sedang mengalami perkembangan dalam tingkat berpikirnya. Dan tahap berpikirnya belum formal masih relatif Konkret, sehingga apa yang dianggap logis dan terperinci oleh para jago serta apa yang sanggup diterima orang yang berlatih mempelajarinya merupakan hal yang tidak masuk kebijaksanaan dan membingungkan bagi anak-anak. (Karso, 2005:1-5) Dari kenyataan di atas maka peneliti beropini bahwa bila dalam melaksanakan model pembelajaran hendaknya memakai benda-benda Konkret sekitar siswa.

2. Anak Sebagai Individu yang Berkembang 
Sesuatu yang gampang berdasarkan kebijaksanaan berpikir kita sebagai orang pandai balig cukup akal belum tentu dianggap gampang oleh kebijaksanaan berpikir anak, malahan mungkin anak mengganggap itu ialah sesuatu yang sulit untuk dimengerti, hal ini sesuai dengan pendapat Jean Piaget dkk (dalam Karso, 2005:1-6) dinyatakan bahwa anak tidak bertindak dan berpikir sama menyerupai orang dewasa. Hal ini kiprah guru sebagai penolong anak untuk membentuk, menyebarkan kemampuan intelektualnya yang maksimal sangat diperlukan. 

3. Kesiapan Intelektual Anak
Kebanyakan para jago jiwa percaya bahwa bila akan memperlihatkan pelajaran wacana sesuatu kepada anak didik, maka kita harus memperhatikan tingkat perkembangan berpikir anak. 

Teori tingkat perkembangan berpikir anak ada empat tahap (Jean Piaget dan Karso, 2005:1-6), diantaranya: tahap sesuai motorik (dari lahir hingga usia 2 tahun), tahap operasional awal/pra operasional (usia 2-7 tahun), tahap operasional / operasional positif (usia 7-11 atau 12 tahun) dan tahap operasional formal / operasi formal (usia 11 tahun ke atas). 

Usia SD pada umumnya pada tahap berpikir operasional konkret, siswa dalam tahapan ini memahami aturan kekekalan, tetapi ia belum bisa berpikir secara deduktif, sehingga dalil-dalil matematika belum dimengerti. Hal ini menyebabkan bila mengajarkan bahasan harus diberikan bagi siswa yang sudah siap intelektualnya. Strategi Pembelajaran Matematika SD 





D. Tingkat Pemahaman Usia SD
Tingkat pemahaman usia SD merupakan tahapan perkembangan intelektual atau berpikir anak SD (Karso, 2005: 1-10). Dalam hal ini anak masih mengalami kesulitan merumuskan definisi dengan kata-kata sendiri, gurulah bertugas untuk membimbingnya. 


Uraian di atas terperinci bahwa anak itu bukanlah tiruan dari orang dewasa, anak bukan bentuk mikro dari orang dewasa. Intelektual anak berbeda dengan orang dewasa, dan cara berpikirnya pun berbeda. 


Bertolak dari teori Piaget tersebut di atas bahwa kesiapan untuk berguru dan bagaimana berpikir mereka itu berubah sesuai dengan perkembangan usianya, hal ini diharapkan biar tingkat pemahaman anak terhadap pelajaran matematika lebih baik. Jika pemahaman pelajaran baik dan maka tingkat kemampuan siswa sanggup ditingkatkan. 




E. Teori Belajar Bruner
Hal-hal yang sanggup dinyatakan sebagai proses berguru berdasarkan Bruner dalam Karso (2005: 1-12) di bagi dalam tiga tahapan yaitu: 


1. Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive)
Pada tahun awal ini anak berguru konsep bekerjasama dengan benda-benda real atau mengalami insiden di dunia sekitar. 


2. Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic)
Pada tahap ini anak tetap mengubah, menandai dan menyimpan insiden atau benda dalam bentuk bayangan dalam kata lain anak sanggup membayangkan kembali wacana benda/peristiwa yang dialami. 


3. Tahap Simbolik (Symbolik) 
Pada tahap ini anak sanggup mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa. Dalam hal ini anak sudah bisa memahami simbol-simbol atau penjelasan. 
Dari apa yang dirancang oleh Bruner ini, hendaknya sanggup dijadikan guru sebagai dasar untuk merancang model pembelajaran. Sehingga sanggup mempermudah pemahaman dan keberhasilan anak dalam pembelajaran matematika. 




F. Peranan Media dalam Pembelajaran Matematika
Tiap anak didik mempunyai kemampuan indera yang berbeda atau tidak sama. Maka peranan media dalam model pembelajaran sangat diperlukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Oemar Hamalik (1986 : 15) dinyatakan bahwa media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan acara berguru mengajar. 


Menurut Encyclopedia of Educational Research dalam Oemar Hamalik (1980:27) bahwa manfaat media pendidikan diantaranya: (1) Meletakkan dasar-dasar yang Konkret untuk berpikir dan oleh sebab itu mengulangi verbalisme. (2) Memperbesar perhatian para siswa. (3) Memberikan pengalaman yang nyata menyebabkan acara berusaha sendiri di kalangan siswa. 


Dari pengertian di atas bahwa media mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Peranan guru dalam keterampilan atau bervariasi penggunaan media sempat menentukan keberhasilan/optimal. Pencapaian tujuan. Dalam hal ini sesuai dengan pendapat Djamarah (1997, 128-219) dinyatakan bahwa manfaatnya ialah manarik perhatian anak pada tingkat yang tinggi dan menyajikan pengalaman riil yang akan mendorong acara berdikari anak. 


Dari uraian di atas penulis beropini bahwa dengan adanya media dalam proses pembelajaran siswa lebih aktif, berdikari dan terlibat acara langsung, bebas menyusun dan memanipulasi benda tersebut sehingga berperan untuk membantu mengefektifkan komunikasi dan membuat interaksi dalam kegiatan. 




Depdiknas, 2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran kelas I s/d VI. Jakarta : Depdiknas.


Djamarah, 1997. Guru dan anak didik dalam interaksi edukatif. Jakarta : PT. Rineka Cipta.


Depdikbud, 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP Matematika. Jakarta : Depdikbud.


Hamalik Oemar, 1980. Media Pendidikan. Bandung : Alumni


Karso, 2005. Pendidikan Matematika I. Jakarta : Pusat Pendidikan UT


Soedjadi, 1994. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta : Dikti

0 Response to "Strategi Pembelajaran Matematika Sd Dan Karakteristik Anak Didik"

Post a Comment