Pembelajaran Mengarang - Belajar dan mengajar merupakan dua istilah dalam dunia pendidikan yang sangat populer. Kedua istilah itu mengacu kepada suatu proses yang terjadi dalam suatu rangkaian unsur yang saling terkait. Belajar berarti berusaha biar memperoleh kepandaian atau ilmu. Kegiatan ini merupakan suatu proses yang terjadi secara bertahap. Tahap-tahap tersebut terdiri dari informasi, transformasi, dan evaluasi. Informasi menyangkut materi yang akan diajarkan, transformasi berkenaan dengan proses memindahkan materi, dan penilaian merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapat data ihwal tingkat keberhasilan anak didik dalam berguru dan keberhasilan guru dalam mengajar (Djamrah, 2000:20). Jadi, berguru ialah suatu proses yang dilakukan untuk menjadikan perubahan pada anak didik. Pembelajaran Mengarang >> Tujuan, Metode, Materi, Evaluasi, dan Wawancara
Bagaimanapun bentuknya, proses berguru mengajar harus diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam proses berguru mengajar menulis, tujuan tersebut ialah biar siswa mempunyai pengetahuan menulis, bersikap positif terhadap ilmu dan aktivitas, serta terampil menulis.
Untuk mencapai tujuan di atas, segala sesuatu harus diupayakan sedemikan rupa sehingga proses berguru mengajar menulis tersebut lebih bermafaat. Sehubungan dengan itu, ada beberapa hal perlu diperhatikan dalam pengelolaan proses berguru mengajar menulis. Hal itu meliputi materi pembelajaran, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, dan penilaian pembelajaran.
Materi Pembelajaran Mengarang
Pemilihan dan penyusunan materi bimbing dalam proses berguru mengajar menulis harus dirancang sedemikian rupa sehingga materi itu sanggup mengarahkan siswa untuk terampil berbahasa Indonesia secara tertulis. Variasi dan bobot kesukaran materi perlu diadaptasi dengan komponen proses berguru mengajar yang lain (siswa, media, dan lain-lain). Bila perlu, materi pembelajaran berasal dari pemikiran, tugas, atau pengalaman siswa.
Tujuan Pembelajaran Mengarang
Secara umum tujuan pembelajaran menulis ialah siswa bisa mengekspresikan banyak sekali pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam banyak sekali ragam goresan pena (Depdiknas, 2003). Oleh lantaran itu, tujuan proses berguru mengajar menulis hendaknya selalu diarahkan kepada kegiatan terampil menulis. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru dalam perencanaan pengajarannya harus memperhatikan poin-poin tertentu yang sanggup memudahkannya mencapai tujuan tersebut. Jadi, latihan menulis dengan segala dinamikanya merupakan kunci utama keberhasilan.
Siswa harus dibiasakan menulis. Hasil goresan pena tersebut didiskusikan, sehingga mereka mengetahui kelemahan dan keunggulannya. Berdasarkan hal tersebut diputuskan lah suatu tindak lanjut yang mengarah kepada keterampilan menulis siswa. Sekalipun tujuan pengajaran ialah terampil, bukan berarti aspek yang lain (pengetahuan dan sikap) diabaikan. Artinya, di simpulan proses berguru mengajar hendaknya siswa terampil menulis dan mengerti dengan kaidah-kaidah menulis.
Menurut Raimes (1987) (dalam www.puskur.net) tujuan pembelajaran menulis meliputi
(1) memperlihatkan penguatan (reinforcement), (2) memperlihatkan training (training), (3) membimbing siswa melaksanakan peniruan atau imitasi (imitation, (4) melatih siswa berkomunikasi (communication), (5) menciptakan siswa lebih lancar dalam berbahasa (fluency), dan (6) menjadikan siswa lebih ulet berguru (learning). Keenam tujuan pedagogis menulis itu secara berurutan dijelaskan berikut ini.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran sebagaimana yang diharapkan, khususnya proses berguru mengajar menulis. Penetapan dan pengelolaan perencanaan, proses, evaluasi, dan tindak lanjut pembelajaran merupakan hal utama yang harus dikelola dengan tepat.
Metode Pembelajaran Mengarang
Metode pengajaran merupakan cara mengajar pengajar dalam proses berguru mengajar yang dibina. Pilihan metode yang sempurna sangat membantu tingkat ketercapaian tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Oleh lantaran itu, pengajar menulis harus sanggup menerapkan metode pengajaran dengan tepat. Persoalan penggunaan media juga perlu mendapat perhatian. Metode training dan diskusi merupakan dua metode yang ampuh dalam rangka menerampilkan pembelajar menulis.
Dalam proses berguru mengajar, siswa disuruh menulis ihwal apa saja (sebaiknya materi yang erat dengan siswa). Hasil goresan pena tersebut dikoreksi dan didiskusikan dari banyak sekali aspek penggunaan bahasa. Untuk kelas yang besar, pelibatan sahabat sebaya perlu dilakukan. Dengan kegiatan tersebut, siswa akan mengetahui kelemahan dan keunggulannya dalam hal ketatabahasaan, kelogisan pikiran, dan kaidah-kaidah menulis lainnya.
Selain itu, pengajar hendaknya juga mengetahui pendekatan yang dipakai dalam pembelajaran menulis. Untuk lebih terang mengenai model atau pendekatan pembelajaran menulis kita perhatikan perbedaan antara pendekatan tradisional dan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran menulis sebagaimana dikemukakan oleh Tompkins (dalam Gani, 2001:70) pada tabel berikut ini.
MODEL/PENDEKATAN TRADISIONAL DAN KETERAMPILAN PROSES DALAM MENULIS
No | Komponen | Pendekatan Tradisional | Pendekatan Proses |
1. | Pilihan Topik | Tugas menulis kreatif yang spesifik diberikan oleh pengajar. | Pembelajar menentukan topik sendiri, atau topik-topik yang diambil dari bidang studi lain. |
2. | Pembelajaran | Pengajar hanya sedikit atau tidak memperlihatkan pelajaran. Pembelajar diharapkan menulis sebaik-baiknya. | Pengajar mengajar pembelajar mengenai proses menulis dan mengenai bentuk-bentuk tulisan. |
3. | Fokus | Berfokus pada goresan pena yang sudah jadi. | Berfokus pada proses yang dipakai pembelajar dikala menulis |
4. | Rasa Memiliki | Pembelajar menulis untuk pengajar dan kurang merasa memiliki goresan pena sendiri. | Pembelajar merasa mempunyai goresan pena sendiri. |
5. | Pembaca | Pengajar merupakan pembaca utama. | Pembelajar menulis untuk pembaca yang sesungguhnya. |
6. | Kerja Sama | Hanya sedikit atau tidak ada kerja sama. | Pembelajar menulis dengan bekerja sama dan menyebarkan goresan pena yang dihasilkan masing-masing dengan teman-teman satu kelompok/kelas. |
7. | Draft | Pembelajar menulis draft tunggal dan harus memusatkan pada isi sekaligus segi mekanik (ejaan, tanda baca, tata tulis). | Pembelajar menulis draft kasar (outline) untuk menuangkan gagasan dan kemudian merevisi dan menyunting draft ini sebelum menciptakan hasil akhir. |
8. | Kesalahan Mekanik | Pembelajar dituntut untuk menghasilkan goresan pena yang bebas dari kesalahan. | Pembelajar mengoreksi kesalahan sebanyak-banyaknya selama menyunting, tetapi tekanannya lebih besar pada isi daripada segi mekanik. |
9. | Peran Pengajar | Pengajar memperlihatkan kiprah menulis dan menilainya kalau goresan pena sudah jadi | Pengajar mengajarkan cara menulis dan memperlihatkan balikan selama pembelajar merevisi dan mengedit/menyunting. |
10. | Waktu | Pembelajar menuntaskan goresan pena dalam satu jam pelajaran. | Pembelajar mungkin menghabiskan waktu tidak hanya satu jam pelajaran untuk mengerjakan setiap kiprah menulis |
11. | Evaluasi | Pengajar mengevaluasi kualitas goresan pena sehabis goresan pena selesai disusun. | Pengajar memperlihatkan balikan selama pembelajar menulis, sehingga pembelajar sanggup memanfaatkannya untuk memperbaiki tulisannya. Evaluasi berfokus pada proses dan hasil. |
.
Berdasarkan kedua pendekatan pengajaran menulis ibarat tertera pada tabel 6, sanggup diketahui kelemahan dan keunggulannya. Pada pendekatan tradisional, pengajar memperlihatkan topik goresan pena dan sehabis siswa mengerjakan kiprah tersebut selama satu jam pelajaran, pengajar mengumpulkan pekerjaan siswa untuk dievaluasi. Dengan model pembelajaran ibarat ini, biasanya hanya sedikit saja siswa yang sanggup menghasilkan goresan pena yang baik. Sebagian besar siswa biasanya hanya menghasilkan goresan pena yang kurang baik.
Menyadari terhadap kenyataan yang tidak menguntungkan bagi upaya pengembangan keterampilan menulis bagi siswa ibarat digambarkan di atas, selayaknya sanggup diterapkan model atau pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran menulis. Untuk itu, terlebih dahulu perlu diketahui proses kreatif dalam menulis. Evaluasi Pembelajaran Mengarang Evaluasi berarti memberi penilaian atau cara menilai. Penilaian merupakan upaya pengumpulan informasi untuk mengetahui seberapa jauh kompetensi berbahasa dan bersastra Indonesia yang sudah dicapai oleh siswa sehabis beberapa tatap muka di kelas, pada tenggah semester, simpulan semester, atau simpulan tahun. Adapun aspek penilaian meliputi tiga ranah (kognitif, afektif, dan psikomotor), Ketiga aspek ini meliputi keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, baik yang berkaitan dengan bahasa maupun sastra Indonesia (Depdiknas, 2003:15-16).
Melalui evaluasi, seorang pengajar dapat
- mengetahui tingkat tertangkap lembap dan keterampilan menulis siswa,
- mengetahui keberhasilan proses berguru mengajar yang telah dilaksanakan, dan
- menentukan kebijakan selanjutnya.
Evaluasi proses berguru mengajar menulis hendaknya selalu memperhatikan tujuan pengajaran, materi, dan proses yang telah dilakukan. Sehubungan dengan itu, penilaian yang sempurna berdasarkan irit penulis ialah kegiatan menulis esai (bentuk tes esai). Dengan kata lain, menulis berdasarkan bentuk gambar susun, komik, atau teks. Kegiatan ibarat ini, baik sebagai ransangan untuk pelajar yang masih sederhana tingkat kemampuan berbahasanya. Ransangan-ransangan yang lain dan bentuk kiprah yang diberikan hendaknya diadaptasi dengan tingkat kemampuan berbahasa dan berpikir siswa, contohnya menulis banyak sekali laporan, surat, resensi buku, dan sebagainya (Nurgiantoro, 1988:289). Lebih lanjut, Nurgiantoro, (1988:271) mengatakan
tes kiprah menulis hendaknya bukan semata-mata kiprah untuk (memilih dan) menghasilkan bahasa saja melainkan bagaimana mengungkapkan gagasan dengan mempergunakan bahasa tulis secara tepat. Dengan kata lain, kiprah menulis haruslah memeungkinkan terlibatnya unsur linguistik dan ekstralinguistik, memberi kesempatan kepada pelajar untuk berpikir mempergunakan bahasa secara sempurna dan juga memikirkan gagasan apa yang dikemukakan.
Evaluasi pembelajaran menulis meliputi kemampuan siswa mengorganisasikan dan mengemukakan gagasan dalam bentuk bahasa yang tepat. Dengan kata lain, penilaian yang dilakukan dalam tes menulis mempertimbangakan kesesuaian judul, penataan, gagasan, paragraf, diksi, ejaan, tanda baca, dan bahasa dalam kaitanya dengan konteks dan isi. Apek-aspek ini tidak dinilai sekaligus, melainkan melaui proses dan secara sedikit demi sedikit sebagaimana telah ditentukan dalam kurikulum yang berlaku. Wawancara Sebagai Salah Satu Media Pembelajaran Menulis Media pembelajaran merupakan sarana yang dingunakan oleh siswa atau guru untuk menunjang proses berguru mengajar. Media dan proses penggunaanya mungkin jarang terpikirkan dalam proses berguru mengajar. Media pembelajaran seharusnya sanggup meningkatkan itensitas pengajaran menulis. Dengan media pembelajaran, pengajaran akan semakin bergairah, menarik dan mempermudah proses berguru mengajar.
Teks wawancara sanggup dingunakan sebagai salah satu media pembelajaran menulis, lantaran pada hakikatnya, wawancara merupakan tanya jawab dengan seseorang yang dibutuhkan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai sesuatu hal untuk dimuat di surat kabar, disiarkan melalui radio, atau ditanyangkan pada layar televisi (KBBI 2003:1270). Dengan kata lain, teks wawancara bukan lagi hal yang asing dalam lingkungan siswa. DAFTAR PUSTAKA Djamarah, Saiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Dididik dalam Pambelajaran Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. Depdiknas. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. ____________Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Bab I. (www.puskur.net/naskahak ademik/naskahakademikbasing/doc., diakses 1 Maret 2006). Nurgiantoro, Burhan. 1988. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. BPFE: Yogyakarta. Terimakasih sudah membaca postingan Pembelajaran Mengarang Tujuan, Metode, Materi, Evaluasi, dan Wawancara
0 Response to "Pembelajaran Mengarang >> Tujuan, Metode, Materi, Evaluasi, Dan Wawancara"
Post a Comment