Peranan Orang Bau Tanah Terhadap Pendidikan Anak

Peranan Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak - Orang bau tanah merupakan orang pertama yang sangat besar peranannya dalam membina pendidikan anak, sebab dari pendidikan itu akan memilih masa depan anak. Peran dan upaya orang bau tanah tersebut harus diperhatikan dengan baik sehingga kepribadian anak sanggup tumbuh dan berkembang dengan sempurna.


Dalam hal ini Al-Husaini Abdul Majid Hasyim, mengemukakan bahwa: Anak merupakan tumbuhan kehidupan, buah cita-cita, penyejuk hati manusia, bunga bangsa yang sedang mekar berkembang dan putik kemanusiaan yang merupakan dasar terbitnya pagi yang cerah, hari esok yang gemilang guna merebut masa depan yang cemerlang, memelihara kedudukan umat,serta di pundaknyalah masa depan bangsa. (Al-Husaini Abdul Majid Hasyim, Pendidikan Anak…, hal. 68)

Pendapat di atas dengan terang menyatakan bahwa mempersiapkan dan mendidik anak sebagai elemen yang membentuk keluarga, masyarakat dan bangsa. Anak merupakan unit inti yang akan membentuk unsur pertama bagi kerangka umum pembangunan bangsa yang berkembang dan penuh toleransi.

Dalam Islam dijelaskan bahwa anak merupakan amanah Allah yang dihentikan disia-siakan, sebab menyia-nyiakan anak berarti menyia-nyiakan amanah Allah Swt. Yang terang dibebankan bagi setiap insan supaya anak tersebut wajib dijaga, dirawat dan dipelihara dengan baik sesuai dengan norma-norma dan nilai islami. Dengan demikian orang bau tanah berkewajiban menjaga belum dewasa baik melalui pelatihan keagamaan maupun pengarahan lainnya.

Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa: “Hubungan orang bau tanah dan anak sangat menghipnotis jiwa anak. Baik buruknya serta bertumbuh tidaknya mental anak sangat tergantung sama orang tua”. (Safri, Peran Orang Tua Dalam Pembinaan Mental Anak, Santunan, No. 237, April 1998, hal. 15)

Dengan demikian jelaslah bahwa orang bau tanah sangat berperan dalam perkembangan anak. Peranan orang tua sangat besar dalam membina, mendidik serta membesarkan si anak hingga menjadi dewasa. Orang bau tanah merupakan orang pertama belum dewasa berguru mendapat pendidikan, otomatis apa yang didapatkan anak pertama sekali semasa kecilnya akan membekas pada jiwa dan raganya di kemudian hari.

Kalau melihat peranan orang bau tanah sebagai pendidik pertama bagi anak, maka tidak bisa dipisahkan dari tugas seorang ibu. Karena ibulah sebagai pendidik yang utama dalam keluarga. Sebab semenjak bayi dalam kandungan hingga bayi lahir menjadi balita dan menjadi belum dewasa hingga ia dewasa, ibulah yang paling dekat dan paling sering bersama anak.

Dalam hal ini Jamaluddin mengatakan:

Perkembangan bayi tak mungkin sanggup berlangsung secara normal tanpa adanya intervensi dari luar. Walaupun secara alami ia mempunyai potensi dari bawaan. Seandainya dalam pertumbuhan dan perkembangannya hanya diharapkan menjadi normal sekalipun, maka ia masih memerlukan aneka macam persyaratan tertentu serta pemeliharaan yang berkesinambungan. (Jamaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 202.)

Keterangan di atas memperlihatkan bahwa tanpa bimbingan dan pengawasan yang teratur, anak akan kehilangan kemampuan untuk berkembang secara normal, walaupun ia mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang dengan potensi-potensi lain. Yang sanggup membuat kebahagiaan bagi anak ialah orang bau tanah yang merasa senang dan bisa memahami anaknya dari segala aspek pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani dan sosial dalam semua tingkat umur. Kemudian ia bisa memperlakukan dan mendidik anaknya dengan cara yang akan membawa kepada kebahagiaan dan pertumbuhan yang sehat.


Orang bau tanah memegang peranan yang sangat penting dalam pendidikan dan bimbingan terhadap anak, sebab hal itu sangat memilih perkembangan anak untuk mencapai keberhasilannya. Hal ini juga sangat tergantung pada penerapan pendidikan khususnya agama, serta peranan orang tua sebagai pembuka mata yang pertama bagi anak dalam rumah tangga. Dari sinilah orang tua  berkewajiban  memberi  pendidikan dan pengajaran, terutama pendidikan agama kepada anak-anaknya, guna membentuk sikap dan moral mulia, membina kesopanan dan kepribadian yang tinggi pada mereka. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Saw yang menyebutkan sebagai berikut:

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قاَلَ النَّبِى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُّ مَوْلَوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبْوَاهُ يَهُوْدِيْنِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْيُمَاجُسِنِهِ (رواه البخارى)

Artinya:
“Dari Abu Hurairah r.a berkata: bersabda Nabi Saw. Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang mengakibatkan ia Yahudi atau Kristen atau Majusi”. (HR. Bukhari) (Abu Abdullah bin Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, Juz I. (Mesir: Maktabah al Husaini t.t) hal. 240.)

Dari hadits di atas sanggup disimpulkan bahwa baik buruknya anak sangat tergantung pada sikap dari pada orang tuanya. Seandainya orang bau tanah akan dengki mendengki dalam praktek sehari-hari maka anak akan turut mempengaruhi, demikian pula terhadap hal-hal yang lainnya. Anak yang dilahirkan ke muka bumi ini dalam keadaan fitrah (kemampuan dasar) berupa potensi religius (nilai-nilai agama). Kemampuan dasar ini intinya ialah setiap jiwa insan itu telah disirami dengan nilai-nilai agama Islam.( Al-Husaini Abdul Hasyim, Pendidikan Anak Menurut Islam (Terjemahan Abdullah Mahadi), cet.I (Bandung: Sinar gres Al-Gensiondo, 1994), hal. 68) Naluri agama yang dimiliki oleh insan untuk melangsungkan kehidupannya di dunia ini merupakan suatu pedoman yang harus ditanamkan kepada belum dewasa semenjak dini, sehingga proses pendidikan ialah untuk menyebarkan potensi agama tersebut ke arah yang sebenarnya.

Hadits di atas juga menekankan bahwa fitrah yang dibawa semenjak lahir bagi anak sanggup di pengaruhi oleh lingkungan. Fitrah tidak sanggup berkembang tanpa adanya imbas positif dari lingkungannya yang mungkin sanggup dimodifikasi atau sanggup diubah secara drastis bila lingkungannya itu tidak memungkinkan untuk mengakibatkan fitrah itu lebih baik.

Abdurrahman dalam bukunya “Madkhal Ila At-Tarbiyah” menjelaskan bahwa pendidikan terdiri dari empat unsur utama, yaitu:
  1. Penjelasan terhadap fitrah (bakat)
  2. Penumbuhan potensi dan menyimpan seluruhnya
  3. Pengarahan fitrah dan potensi tersebut untuk kebaikan dan kesehatan yang sesuai dengannya
  4. Penataan dalam amaliyah pendidikan.
    (M. Arief, Menggali Manusia Melalui Proses Pendidikan, Dinamika, No. 12, 1998, hal. 9)
Peranan Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak Peranan Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak

Dari pendapat di atas sanggup disimpulkan bahwa, pada diri anak harus ditanamkan nilai-nilai yang baik, sebab anak semenjak lahir telah membawa potensi dan bakat, dan potensi yang ada pada diri anak tersebut harus diarahkan kepada hal-hal yang baik.

Pendidikan berawal dari lingkungan keluarga, yaitu kedua orang bau tanah kemudian dilanjutkan dengan lingkungan masyarakat dan pendidikan formal (sekolah). Ketiga sumber pendidikan (tri sentra pendidikan) tersebut harus merupakan satu kesatuan yang saling bekerjasama dan saling menunjang.

Di rumah orang bau tanah sanggup mengajarkan dan menanamkan dasar-dasar keagamaan kepada anak-anaknya, termasuk di dalamnya dasar-dasar bernegara, dan berperilaku baik serta bekerjasama sosial lainnya. (M.Arif, Menggali, hal. 84) Orang bau tanah juga sangat besar lengan berkuasa dalam pendidikan agama. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Luqman: 17

يَا بُنَيَّ أَقِمُ الصَّلاَةَ وَأمْرُبِالْمَعْـرُوْفِ وَانْهَى عَنِ الْمُنْكَرُوا وَلصَّبْرُعَلىَ مَاأَصَابَكَ اِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزَمِ اْلاُ مُوْرِ(لقمن:17)

Artinya: "Hai anakku dirikan shalat dan suruhlah insan mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan Allah Swt" (QS Luqman : 17)

Maksud ayat di atas ialah perjuangan penerapan pendidikan agama yang diusahakan oleh kedua orang bau tanah sebagai langkah awal ialah dengan menyuruh shalat yang dilaksanakan melalui latihan-latihan secara rutin.

Zakiah Daradjat mengatakan: “Anak-anak sebelum sanggup memahami sesuatu pengertian kata-kata yang abnormal menyerupai benar  dan salah, baik dan buruk, kecuali pengalaman sehari-hari dari orang bau tanah dan saudara-saudaranya”. (Zakiah Daradjat, Pendidikan Rumah Tangga Dalam Pembinaan Mental (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) hal 42)

Di sinilah letak tugas orang bau tanah terhadap pendidikan anak yaitu dengan memperlihatkan pemahaman dengan kata-kata, berbuat dan bertindak. Contoh kehidupannya sehari-hari bercorak dari tindak tanduk orang tuanya. Selanjutnya Ibnu Sina menyampaikan bahwa: “Anak-anak harus dibiasakan dengan hal-hal terpuji semenjak ia kecil”.( Ibnu Sina, Majalah Santunan, no 24, Tahun ke IV 1978. Hal 35) Contohnya ialah menyerupai menyuruh anak untuk shalat, bersikap santun terhadap orang tua, bersikap sopan terhadap orang lain dan berbuat baik terhadap sesama.

Pembinaan ini merupakan tanggung jawab sepenuhnya oleh orang tua, menyerupai yang dikemukakan oleh Ibnu Sina di atas. Karena orang bau tanah merupakan orang yang pertama dikenal anak, maka hal ini ialah mutlak dan wajib dikerjakan, sebab merupakan perintah dari Allah.

Pendidikan dari lingkungan keluarga (prasekolah) merupakan pendidikan yang pelaksanaannya dilakukan semenjak lahir, contohnya mulai dengan mengazankannya, mendidik dan memperlakukannya sesuai dengan aliran agama Islam. Orang bau tanah sebagai kepala keluarga haruslah berusaha semaksimal mungkin membuat situasi rumah tangga yang harmonis, melaksanakan aliran agama dengan tekun dan disiplin, menempatkan segala tindak tanduknya (gerak-geriknya) yang baik dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan aliran dan petunjuk agama. (Ibnu Sina, Majalah…, hal. 59) Firman Allah Swt dalam surat At-Tahrim ayat 6:

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا قُوْا اَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارَا...(التحر يم: 6)
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka….."(QS At-Tahrim : 6).

Ayat di atas memperlihatkan bahwa memperlihatkan pendidikan kepada anggota keluarga merupakan suatu kewajiban supaya terhindar dari siksaan api neraka. Berarti dalam hal ini melindungi diri dari kehancuran, juga melindungi keluarga dari kehancuran api neraka. Sebagaimana dibutuhkannya proteksi hari akhirat, maka lebih dibutuhkan proteksi di masa kehidupan di dunia. Karena yang kita tanamkan di masa hidup di dunia, akan dipetik akibatnya di alam abadi nanti.

Pendidikan yang di berikan oleh orang bau tanah bagi anak harus meliputi seluruh aspek kemanusiaan, baik segi kejiwaan, fisik, intelektual dan sosial. Pendidikan dihentikan hanya menekankan pada satu segi saja dengan mengabaikan yang lain. Berbagai potensi dan kecenderungan fitrah perlu dikembangkan secara sedikit demi sedikit dan berproses menuju kondisi yang lebih baik.

Pendidikan prasekolah ini juga dasar dari pada terbentuknya tabiat dan sikap anak, yang dilakukan pada masa pendidikan sekolah nanti. Pendidikan sekolah merupakan lanjutan pendidikan yang telah diterima anak di dalam lingkungan keluarga, di mana pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang memperlihatkan bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan serta pendidikan moral anak yang pelaksanaannya selalu diadaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi terpendam dan tersembunyi dalam diri anak. Anak itu laksana lautan dalam yang penuh mutiara dan majemuk ikan, tetapi tidak tampak oleh pandangan mata. Ia masih berada di dasar laut, ia perlu kepada orang yang hebat mengambilnya supaya mutiara itu bisa menjadi tambahan dan ikan menjadi makanan bagi manusia.

Hal ini juga pernah dinyatakan oleh seorang filosof Jerman yaitu Schopenhouer, yang dikenal dengan teori Nativisme. Teori ini menyatakan bahwa: “Bayi lahir dengan pembawaan baik atau pembawaan buruk. Pembawaan yang bersifat kodrati dari kelahiran yang tidak sanggup di rubah oleh imbas alam sekitar atau pendidikan”. (M. Sufi Abdullah dan Nurdin Nafie, Dasar-Dasar Pendidikan (Banda Aceh: FKIP Unsyiah, 1984), hal. 3)

Dengan demikian tiap anak yang lahir telah membawa bakatnya sendiri dari kandungan ibunya berupa potensi baik atau jelek yang akan nampak pada kehidupan anak di masa yang akan tiba yang tidak sanggup diubah. Anak mempunyai aneka macam talenta dan kemampuan yang kalau pandai orang bau tanah menggunakannya, maka anak akan menjadi pujian bagi orang tuanya, masyarakat dan agama.

Hasan Langgulung mengemukakan bahwa: “Pendidikan berdasarkan pandangan individu ialah menggarap kekayaan yang terdapat pada setiap individu supaya sanggup dinikmati oleh individu itu sendiri dan oleh masyarakat serta mengantarkan anak menjadi mandiri”. (Hasan Langgulung, Azas-Azas ..., hal. 4)

Dalam hal ini Zahar Idris juga mengemukakan sebagai berikut:

Pendidikan ialah serangkaian kegiatan komunikasi yang bertujuan antara insan remaja dengan si anak didik secara tatap muka atau dengan perkembangan media dalam rangka memperlihatkan tunjangan terhadap menyebarkan potensinya semaksimal mungkin, supaya menjadi insan yang bertanggung jawab. (Zahar Idris, Dasar-Dasar Pendidikan (Bandung: Angkasa Raya, t.t), hal. 10)

Dengan demikian pendidikan berusaha mengadakan perkembangan dan pertumbuhan ke seluruh aspek pribadi individu supaya belum dewasa sanggup berkomunikasi baik dan mempersiapkannya untuk kehidupan yang mulia serta berhasil dalam suatu masyarakat.

Orang bau tanah berkewajiban membimbing anak supaya terbinanya ketenangan dan ketertiban dalam masyarakat. Orang bau tanah juga harus mengajarkan anak-anak  supaya menghindari dan mencegah orang-orang yang berbuat kemungkaran sebagaimana sabda Nabi Saw:
عَنْ أَبِى سَعَدْ اَلْخُدْرِى رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرُهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ ( رواه مسلم)

Artinya: “Dari Abu Said Al Khudri r.a berkata : "Saya telah mendengar Rasulullah Saw bersabda: "Siapa diantara kau melihat kemungkaran, maka hendaklah dicegah dengan tangannya (kekuasaan), kalau tidak sanggup hendaklah dengan lidahnya, kalau tidak sanggup pula hendaklah dengan hatinya yang demikian itu ialah selemah-lemah iman”. (Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz I (Mesir, Isa Al-Bay Al-Halaby, t.t) hal 39)

Berdasarkan hadits tersebut jelaslah bahwa ada tiga cara untuk mencegah kemungkaran, yang pertama dengan kekuasaan, kedua dengan memperlihatkan nasehat dan peringatan, dan yang ketiga dengan membenci perbuatan yang mungkar. Di sinilah letak tugas orang bau tanah juga termasuk masyarakat serta lembaga-lembaga terkait supaya membimbing anak supaya tidak menjadi pelaku kemungkaran. Peranan orang bau tanah berdasarkan hadits di atas ialah supaya orang bau tanah memberi pelajaran, bimbingan dan nasehat kepada anaknya supaya menghindari dan mencegah kemungkaran serta membedakan mana yang baik dan tidak baik. Di samping orang tua, masyarakat juga sangat berperan dalam membimbing belum dewasa serta mengarahkannya supaya menjauhi perbuatan yang mungkar, contohnya dengan memberi pola yang baik dalam kehidupan masyarakat.

Sehubungan dengan ini Muhammad Athiyah Al-Absrasyi mengemukakan bahwa:

Dalam bergaul dengan anak-anak, kita harus melihat posisi diri kita, kemampuan ilmu kita dan cara berpikir kita, bahkan juga harus dipikirkan ihwal posisi anak, pengetahuan dan pikiran anak ihwal ilmu yang dimiliki serta lingkungannya. Dan dikala kita berpikir ihwal posisi anak, jangan memakai beling mata orang dewasa, tetapi harus dengan memakai cara berpikir anak. (Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Psikolgi Pendidikan Anak (Bandung: Angkasa Raya) hal. 88)

Pendapat di atas dengan terang mengemukakan bahwa dalam mendidik anak, orang bau tanah harus sanggup mengetahui cara berpikir anak dan tidak menyamakan cara berpikirnya anak dengan orang dewasa.

Maka dalam hal ini ada beberapa langkah yang mungkin sanggup dilaksanakan oleh orang bau tanah dalam peranannya mendidik anak, antara lain adalah:


1.    Orang Tua Sebagai Panutan

Anak selalu becermin dan bersandar kepada lingkungannya yang terdekat. Dalam hal ini tentunya lingkungan keluarga yaitu orang tua. Orang bau tanah harus memperlihatkan teladan yang baik dalam segala aktivitasnya kepada anak.( Mhd. Tabrani. ZA, Kajian…, hal. 120) Makara orang bau tanah ialah sandaran utama anak dalam melaksanakan segala pekerjaan, kalau baik didikan yang diberikan oleh orang tua, maka baik pula pembawaan anak tersebut.


2.    Orang Tua Sebagai Motivator Anak
Anak mempunyai motivasi untuk bergerak dan bertindak, apa bila ada sesuatu dorongan dari orang lain, lebih-lebih dari orang tua. Hal ini sangat diharapkan terhadap anak yang masih memerlukan dorongan. Motivasi bisa membentuk dorongan, pemberian penghargaan, pemberian harapan atau hadiah yang wajar, dalam melaksanakan kegiatan yang selanjutnya sanggup memperoleh prestasi yang memuaskan. (Mhd. Tabrani. ZA, Kajian…,  hal. 123) Dalam hal ini orang bau tanah sebagai motivator anak harus memperlihatkan dorongan dalam segala kegiatan anak, contohnya dengan menjanjikan kepada anak akan hadiah apabila nanti ia berhasil dalam ujian. Karena dengan motivasi yang diberikan oleh orang bau tanah tersebut anak akan lebih ulet lagi dalam belajar.

3.    Orang bau tanah sebagai cermin utama anak.
Orang bau tanah ialah orang yang sangat dibutuhkan serta diharapkan oleh anak. Karena bagaimanapun mereka merupakan orang yang pertama kali dijadikan sebagai figur dan teladan di rumah tangga. Dan selain itu orang bau tanah juga harus mempunyai sifat keterbukaan terhadap anak-anaknya, sehingga sanggup terjalin kekerabatan yang dekat dan serasi antara orang bau tanah dengan si anak, dan begitu juga sebaliknya. Sehingga nantinya sanggup diharapkan oleh anak sebagai daerah berdiskusi dalam aneka macam masalah, baik yang berkaitan dengan pendidikan, ataupun yang berkaitan dengan pribadinya. (Muhammad Taqi Falsafi, Anak Antara Kekuatan Gen dan Pendidikan (Bogor: Cahaya, 2003), hal. 83) Di sinilah peranan orang tua dalam memilih moral si anak. Kalau orang bau tanah memperlihatkan pola yang baik, maka anak pun akan mengambil pola baik tersebut, dan sebaliknya.

4.    Orang bau tanah sebagai fasilitator anak (Muhammad Taqi …, hal. 87)

Pendidikan bagi si anak akan berhasil dan berjalan baik, apabila akomodasi cukup tersedia. Namun bukan semata-mata berarti orang bau tanah harus memaksakan dirinya untuk mencapai tersedianya akomodasi tersebut. Akan tetapi, setidaknya orang bau tanah sedapat mungkin memenuhi akomodasi yang diharapkan oleh si anak, dan ini tentu saja ditentukan dengan kondisi ekonomi yang ada.

Selain dari hal tersebut di atas orang bau tanah semestinya juga sanggup diajak untuk bekerja sama dalam mendapat dan memperoleh penemuan sistem berguru mereka yang efisien dan efektif, sehingga anak tetap terkoordinir sebagaimana mestinya. Peranan Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak

0 Response to "Peranan Orang Bau Tanah Terhadap Pendidikan Anak"

Post a Comment