Pengertian Kecerdasan Spiritual Ciri Sq Definisi Berdasarkan Para Ahli

Pengertian Kecerdasan Spiritual - Kecerdasan spritual tersusun dalam dua kata yaitu “kecerdasan” dan “spiritual”. Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan kasus yang dihadapinya, terutama kasus yang menuntut kemampuan fikiran. Berbagai batasan-batasan yang dikemukakan oleh para hebat didasarkan pada teorinya masing-masing. (Munandir, Ensiklopedia Pendidikan,  (Malang: UM Press, 2001), hal 122). Intelegence sanggup pula diartikan sebagai kemampuan yang bekerjasama dengan abstraksi-abstraksi, kemampuan mempelajari sesuatu, kemampuan menangani situasi-situasi baru. ( Kartini Kartono, & Dali Gulo, Kamus Psikologi (Bandung: Pioner Jaya, 2000), hal 233)

Judul Pengertian Kecerdasan Spiritual, Ciri SQ Definisi Menurut Para Ahli
Spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki. Ia memberi arah dan arti bagi kehidupan kita ihwal kepercayaan mengenai adanya kekuatan non fisik yang lebih besar dari pada kekuatan diri kita; Suatu kesadaran yang menghubungkan kita eksklusif dengan Tuhan, atau apa pun yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita. ( Mimi Doe & Marsha Walch, 10 Prinsip Spiritual Parenting: Bagaimana Menumbuhkan dan Merawat Sukma Anak Anda. (Bandung: Kaifa, 2001), hal 20)   Spiritual juga berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral. ( Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1989), hal 857)

Makara berdasarkan arti dari dua kata tersebut kerdasan spiritual sanggup diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menghadapi dan memecahkan kasus yang bekerjasama dengan nilai, batin, dan kejiwaan. Kecerdasan ini terutama berkaitan dengan abstraksi pada suatu hal di luar kekuatan insan yaitu kekuatan penggagas kehidupan dan semesta.

Zohar dan Marshal mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan kasus makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan sikap dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dari pada yang lain. (Danah Zohar dan Ian Marshal,. SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. (Bandung: Mizan, 2001), hal 4)

Kecerdasan spiritual berdasarkan Khalil A Khavari di definisikan sebagai fakultas dimensi non-material kita atau jiwa manusia. Ia menyebutnya sebagai intan yang belum terasah dan dimiliki oleh setiap insan. Kita harus mengenali ibarat adanya, menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekat yang besar, menggunakannya  menuju kearifan, dan untuk mencapai  kebahagiaan yang abadi. (Sukidi. Rahasia Sukses Hidup Bahagia, Mengapa SQ Lebih Penting dari pada IQ dan EQ. (Jakarta: Gramedia, 2004), hal 77)

Kecerdasan spiritual berdasarkan Stephen R. Covey yakni sentra paling fundamental di antara kecerdasan yang lain, alasannya ia menjadi sumber bimbingan bagi kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan akan makna dan korelasi dengan yang tak terbatas. (Stephen R. Covey, The8th Habit: Melampaui Efektifitas, Menggapai Keagungan, (Jakarta: PT Gramedia pustaka utama. 2005), hal 79)

Menurut Tony Buzan kecerdasan spiritual yakni yang berkaitan dengan menjadi pecahan dari rancangan segala sesuatu yang lebih besar, mencakup “melihat suatu citra secara menyeluruh”.( Tony Buzan, Head First, 10 Cara Memanfaatkan 99% Dari Kehebatan Otak Anda Yang Selama Ini Belum Pernah Anda Gunakan,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal 80)

Dari beberapa pengertian diatas sanggup disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual yakni kemampuan potensial setiap insan yang menimbulkan ia sanggup menyadari dan memilih makna, nilai, moral, serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup, alasannya merasa sebagai pecahan dari keseluruhan. Sehingga membuat insan sanggup menempatkan diri dan hidup lebih kasatmata dengan penuh kebijaksanaan, kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki.


Lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual berdasarkan Roberts A. Emmons (dalam Juita), The Psychology of Ultimate Concerns:
  1. Kemampuan untuk mentransendensikan  yang  fisik dan  material.
  2. Kemampuan untuk mengalami tingkat  kesadaran yang memuncak.
  3. Kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari.
  4. Kemampuan untuk memakai sumber-sumber spiritual untuk menuntaskan masalah.
  5. Kemampuan untuk berbuat baik.

Dua  karakteristik  yang  pertama sering disebut sebagai komponen inti kecerdasan spiritual. Anak yang mencicipi kehadiran Tuhan atau makhluk ruhaniyah di sekitarnya mengalami transendensi fisikal dan material. Ia  memasuki dunia spiritual. Ia mencapai kesadaran kosmis yang menggabungkan ia dengan seluruh alam semesta. Ia merasa bahwa alamnya tidak terbatas pada apa yang disaksikan dengan alat-alat indrianya.

Ciri yang ketiga yaitu sanktifikasi pengalaman sehari-hari akan terjadi ketika kita meletakkan pekerjaan biasa dalam tujuan yang agung. Misalnya: Seorang wartawan bertemu dengan dua orang pekerja yang sedang  mengangkut  batu-bata. Salah seorang di antara mereka bekerja dengan  muka  cemberut, masam, dan tampak kelelahan. Kawannya justru bekerja dengan  ceria, gembira, penuh semangat. Ia tampak tidak kecapaian. Kepada keduanya ditanyakan pertanyaan yang sama, “Apa yang sedang Anda  kerjakan? “Yang cemberut menjawab, “Saya sedang menumpuk batu.”Yang ceria berkata, “Saya sedang membangun katedral!” Yang kedua  telah  mengangkat  pekerjaan “menumpuk bata” pada dataran makna yang lebih luhur. Ia telah melaksanakan sanktifikasi.

Orang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan kasus hidup hanya  secara rasional atau emosional saja. Ia menghubungkannya dengan makna  kehidupan secara spiritual yaitu melaksanakan korelasi dengan pengatur kehidupan. Contoh: Seorang anak diberitahu bahwa orang tuanya tidak akan  sanggup menyekolahkannya ke Jerman, ia tidak putus asa. Ia yakin bahwa  kalau orang itu bersungguh-sungguh dan minta pertolongan kepada Tuhan, ia  akan diberi jalan. Bukankah Tuhan berfirman, “Orang-orang yang  bersungguh-sungguh dijalan  Kami, Kami akan berikan kepadanya jalan-jalan Kami”? anak tersebut mempunyai karakteristik  yang keempat.

Tetapi anak tersebut juga menampakkan karakteristik yang ke lima mempunyai rasa kasih yang tinggi pada sesama makhluk. Tuhan. Memberi maaf, bersyukur atau mengungkapkan terimakasih, bersikap  rendah  hati, memperlihatkan kasih sayang dan  kearifan, hanyalah sebagian dari kebajikan. Karakteristik terakhir ini mungkin disimpulkan  Muhammad saw, “Amal paling utama ialah engkau masukkan rasa senang pada sesama manusia.” (Leny Juwita, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak, (online), ( www.mail-archive.com/airputih@yahoogroup.com, artikel lepas Yayasan Muthahari, Akses 21:99 Kamis 14 Desember 2006)

Zohar & Marshaall mengindikasikan tanda dari SQ yang telah berkembang dengan baik mencangkup hal berikut:
  1. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara impulsif dan aktif).
  2. Tingkat kesadaran yang tinggi.
  3. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan.
  4. Kemanpuan untuk menghadapi dan melampui rasa sakit.
  5. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai.
  6. Keengganan untuk untuk mengakibatkan kerugian yang tidak perlu.
  7. Kecenderungan untuk melihat ketertarikan antara banyak sekali hal (holistik view).
  8. Kecenderungan untuk bertanya untuk mencari tanggapan yang mendasar.
  9. Bertanggung jawab untuk membawakan visi dan dan nilai yang lebih tinggi pada orang lain.

Seorang yang tinggi SQ-nya cenderung menjadi menjadi seorang pemimpin yang penuh dedikasi - yaitu seorang yang bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi terhadap orang lain, ia sanggup memperlihatkan inspirasi terhadap orang lain.( Danah Zohar Dan Ian Marshal, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spritual., hal, 14)
Sejalan dengan Covey yang mengambarkan bahwa; Setiap pribadi yang menjadi mandiri, proaktif, berpusat pada prinsip yang benar, digerakkan oleh nilai dan bisa mengaplikasikan dengan integritas, maka ia pun sanggup membangun hungungan saling tergantung, kaya, langgeng, dan sangat produktif dengan orang lain. (Stephen R. Covey,.the 7 Habit of Highly Effective People  (Jakarta: Binapura Aksara, 1997), hal 180-181)
Mahayana menyebutkan beberapa ciri orang yang mempunyai kecerdasan spritual yang tinggi:
1.    Memiliki prinsip dan visi yang kuat
Prinsip yakni kebenaran yang dalam dan fundamental ia sebagai pedoman berperilaku  yang mempunyai nilai yang langgeng dan produktif.  Prinsip insan secara terang tidak akan berubah, yang berubah yakni cara kita mengerti dan melihat prinsip tersebut. Semakin banyak kita tahu mengenai prinsip yang benar semakin besar kebebasan pribadi kita untuk bertindak dengan bijaksana.

Paradigma yakni sumber dari semua tingkah laris dan sikap, dengan menempatkan kita pada prinsip yang benar dan fundamental maka kita juga membuat peta atau paradigma fundamental mengenai hidup yang benar, dan pada ujung-ujungnya yakni hidup yang efektif. (Ibid, 113-114)

Mengenai prinsip ini Agustian lebih mempertegas apa saja prinsip-prinsip itu. Ini yakni prinsip yang usang dicari oleh manusia, ilmuan dan sebagainya. Ia mengemukakan bahwa orang mempunyai emosi kasatmata dan sebagainya alasannya sifat / karakternya, dan abjad yang paling berhasil sepanjang sejarah kehidupan insan yakni abjad yang abadi, terus dicari, dan seakan menimblkan tarikan grafitasi mengenai dinamika sikap insan sepanjang zaman. Adapun sifat tersebut sesudah usang di cari oleh ilmuan dan mereka lukiskan sebagai abjad CEO tidak lain yakni asmaul husna yang 99. Prinsip ini berdasarkan Agustian telah tertamam dalam diri insan dan seakan terekam sebagai Chip yang akan menjadi dinamika sikap dan kepribadian manusia. (Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun ESQ Power., hal 87-95)

2.    Kesatuan dan keragaman
Seorang dengan spiritualitas yang tinggi bisa melihat ketunggalan dalam keragaman. Ia yakni prinsip yang mendasari SQ, sebagaimana Tony Buzan dan Zohar menjelaskan pada pemaparan yang telah disebutkan diatas. Tony Buzan menyampaikan bahwa “kecerdasan spiritual mencakup melihat citra yang menyeluruh, ia termotivasi oleh nilai pribadi yang mencangkup perjuangan menjangkau sesuatu selain kepentingan pribadi demi kepentingan masyarakat”. (Tony Buzan, Head First., hal 80)

3.    Memaknai
Makna bersifat substansial, berdimensi spiritual. Makna yakni penentu identitas sesuatu yang paling signifikan. Seorang yang mempunyai SQ tinggi akan bisa memaknai atau menemukan makna terdalam dari segala sisi kehidupan, baik karunia Tuhan yang berupa kenikmatan atau ujian dari-Nya, ia juga merupakan manifestasi kasih sayang dari-Nya. Ujiannya hanyalah wahana pendewasaan spiritual manusia.

Mengenai hal ini Covey meneguhkan ihwal pemaknaan dan respon kita terhadap hidup. Ia menyampaikan ”cobalah untuk mengajukan pertanyaan terhadap diri sendiri: Apa yang dituntut situasi hidup saya ketika ini; yang yang harus saya lakukan dalam tanggung jawab saya, tugas-tugas saya saai ini; langkah bijaksana yang akan saya ambil?”. Jika kita hidup dengan menjalani hati nurani kita yang berbisik mengenai tanggapan atas pertanyaan kita diatas maka, “ruang antara stimulus dan respon menjadi semakin besardan nurani akan makin terdengar jelas”. (Stephen R. Covey, The8th Habit.,hal 524)

4.    Kesulitan dan penderitaan
Pelajaran yang paling berarti dalam kehidupan insan yakni pada waktu ia sadar bahwa itu yakni pecahan penting dari substansi yang akan mengisi dan mendewasakan sehingga ia menjadi lebih matang, kuat, dan lebih siap menjalani kehidupan yang penuh rintangan dan penderitaan. Pelajaran tersebut akan menguhkan pribadinya sesudah ia sanggup menjalani dan berhasil untuk mendapat apa maksud terdalam dari pelajaran tadi. Kesulitan akan mengasah menumbuh kembangkan, sampai pada proses pematangan dimensi spiritual manusia. SQ bisa mentransformasikan kesulitan menjadi suatu medan penyempurnaan dan pendidikan spiritual yang bermakna. SQ yang tinggi bisa memajukan seseorang alasannya pelajaran dari kesulitan dan kepekaan terhadap hati nuraninya. (Agus Nggermanto,  Quantum Quotien.,hal 123 -136)

Menurut Khavari terdapat tiga pecahan yang sanggup kita lihat untuk menguji tingkat  kecerdasan spritual seseorang
  1. Dari sudut pandang spiritual keagamaan (relasi vertikal, korelasi dengan yang Maha Kuasa). Sudut pandang ini akan melihat sejauh manakah tingkat kekerabatan spritual kita dengan Sang Pencipta, Hal ini sanggup diukur dari “segi komunikasi dan intensitas spritual individu dengan Tuhannya”. Menifestasinya sanggup terlihat dari pada frekwensi do’a, makhluq spritual, kecintaan kepada Tuhan yang bersemayam dalam hati, dan rasa syukur kehadirat-Nya. Khavari lebih menekankan segi ini untuk melaksanakan pengukuran tingkat kecerdasan spritual, alasannya ”apabila keharmonisan korelasi dan kekerabatan spritual keagamaan seseorang semakin tinggi maka semakin tinggi pula tingkat kualitas kecerdasan spritualnya”.
  2. Dari sudut pandang kekerabatan sosial-keagamaan. Sudut pandang ini melihat konsekwensi psikologis spritual-keagamaan terhadap sikap sosial yang menekankan segi kebersamaan dan kesejahteraan sosial. Kecerdasan spiritual akan tercermin pada ikatan kekeluargaan antar sesama, peka terhadap kesejahteraan orang lain dan makhluk hidup lain, bersikap dermawan. Perilaku marupakan manifestasi dari keadaan jiwa, maka kecerdasan spritual yang ada dalam diri individu akan termanifestasi dalam perilakunya. Dalam hal ini SQ akan termanifestasi dalam sikap sosial. Makara kecerdasan ini tidak hanya berurusan dengan ke-Tuhanan atau kasus spiritual, namun akan mensugesti pada aspek yang lebih luas terutama korelasi antar manusia.
  3. Dari sudut pandang budbahasa sosial. Sudut pandang ini sanggup menggambarkan tingkat budbahasa sosial sebagai manifestasi dari kualitas kecerdasan spiritual. Semakin tinggi tingkat kecerdasan spritualnya semakin tinggi pula budbahasa sosialnya. Hal ini tercermin dari ketaatan seseorang pada budbahasa dan moral, jujur, sanggup dipercaya, sopan, toleran, dan anti terhadap kekerasan. Dengan kecerdasan spritual maka individu sanggup menghayati arti dari pentingnya sopan santun, toleran, dan beradap dalam hidup. Hal ini menjadi panggilan intrinsik dalam budbahasa sosial, alasannya sepenuhnya kita sadar bahwa ada makna simbolik kehadiran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari yang selalu mengawasi atau melihat kita di dalam diri kita maupun gerak-gerik kita, dimana pun dan kapan pun, apa lagi kaum beragama, inti dari agama yakni moral dan etika. (Sukidi, Rahasia Sukses Hidup Bahagia., hal 80-85)


Dalam Artikel Maklaah Pengertian Kecerdasan Spritual Ciri SQ Definisi Menurut Para Ahli memakai footnote sebagai rujukan biar bermanfaat untuk anda semua.

0 Response to "Pengertian Kecerdasan Spiritual Ciri Sq Definisi Berdasarkan Para Ahli"

Post a Comment