Pengertian Hakim Tugas Fungsi dan Kedudukan Hakim - Lembaga peradilan di Indonesia dari tahun ke tahun mulai memperlihatkan perkembangan yang cukup signifikan. Sebagai salah satu dari forum peradilan, hakim ketika ini juga menerima sorotan yang relatif tinggi dari masyarakat dan media. Secara yuridis, hakim merupakan bab integral dari sistem supremasi hukum. Tanpa adanya hakim yang mempunyai integritas, sikap dan sikap yang baik dalam forum peradilan, maka jargon-jargon good government dan good governance yang selama ini digembar-gemborkan oleh banyak pihak tidak akan sanggup terealisasi, hanya sebatas “mimpi” semata.
Pengertian Hakim
Secara normatif berdasarkan Pasal 1 ayat (5) UU Komisi Yudisial No. 22 Tahun 2004 yang dimaksud dengan hakim adalah hakim agung dan hakim pada tubuh peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi sebagimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. sedangkan secara etimologi atau secara umum, Bambang Waluyo, S.H. menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hakim adalah organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah diletakkan kewajiban dan tanggung jawab semoga aturan dan keadilan itu ditegakkan, baik yang berdasarkan kepada tertulis atau tidak tertulis (mengadili suatu kasus yang diajukan dengan dalih bahwa aturan tidak atau kurang jelas), dan tidak boleh ada satupun yang bertentangan dengan asas dan sendi peradilan berdasar Tuhan
Yang Maha Esa.(Bambang Waluyo, S.H. Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Sinar Grafika Edisi 1 Cet. 1. Jakarta 19912. hal 11. ) Melihat dari pengertian hakim yang dijabarkan oleh Bambang Waluyo, S.H maka bisa diketahui bahwa yang dimaksud hakim olehnya ialah tidak jauh berbeda dengan apa yang tercantum dalam UU No.22 Th 2004, bukankah hakim agung, hakim yang berada dibawah peradilan, dan juga hakim konstitusi itu juga merupakan organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah diletakkan kewajiban dan tanggung jawab semoga aturan dan keadilan itu sanggup ditegakkan. Hal ini senada juga dengan apa yang diungkap kan oleh Al. Wisnu Broto, pendapatnya ialah, yang dimaksud dengan Hakim adalah konkretisasi aturan dan keadilan secara abstrak, Bahkan ada yang menggambarkan hakim sebagai wakil dewa di bumi untuk menegakkan aturan dan keadilan.(Al. Wisnu Broto Hakim Dan Peradilan Di Indonesia (dalam beberapa aspek kajian), Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1997, hal 2 )
Kalau kita perbandingkan dari keduanya, secara normatif hakim merupakan institusi yang mempunyai kekuasaan kehakiman, yang meliputi Mahkamah Agung dan tubuh peradilan dibawahnya hingga ke Mahkamah Konstitusi. Sedangkan klarifikasi perihal hakim secara umum, hakim haruslah seseorang yang mempunyai tanggung jawab, integritas, dan kemampuan untuk berbuat adil dalam menciptakan keputusan.
Pada dasarnya pengertian hakim, apabila kata tersebut ditafsirkan secara generik maka sanggup diartikan bahwa hakim ialah seluruh hakim disemua jenis dan tingkatan peradilan yaitu Hakim Agung, hakim pada tubuh peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung dan Hakim Konstitusi.
Kedudukan, Fungsi, dan Tugas Hakim
Pada dasarnya hakim sanggup diartikan sebagai orang yang bertugas untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, menghukum orang yang berbuat salah dan membenarkan orang yang benar. Dan, didalam menjalankan tugasnya, ia tidak hanya bertanggung jawab kepada pihak-pihak yang berpekara saja, dan menjadi tumpuan cita-cita pencari keadilan, tetapi juga mempertanggung jawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bukankah dalam tiap - tiap amar putusan hakim selalu didahului kalimat: “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Begitu pentingnya profesi hakim, sampai-sampai ruang lingkup tugasnya harus dibuatkan undang-undang. Tengok saja, dalam UU No. 14 Tahun 1970 perihal Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang kemudian diubah dengan UU No.35 Tahun 1999 dan diadaptasi lagi melalui UU No.4 Tahun 2004 perihal kekuasaan kehakiman. Kemudian, UU No. 8 Tahun 1981 perihal Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU Komisi Yudisial, dan peraturan perundangan lainnya.
Bahkan, dalam menjalankan tugasnya diruang sidang, hakim terikat aturan hukum, menyerupai hal nya pada pasal158 KUHAP yang mengisyaratkan: Hakim dihentikan memperlihatkan sikap atau mengeluarkan pernyataan disidang perihal keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa. Begitupun dalam menilai alat bukti, UU telah dengan tegas mengingatkan hakim untuk bertindak arif lagi bijaksana (Pasal 188 ayat (3) KUHAP). Tak hanya itu saja, hakim harus mempunyai integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hukum, demikian suara pasal 32 UU No. 4/2004.
Profesi hakim merupakan profesi hukum, lantaran pada hakekatnya merupakan pelayanan kepada insan dan masyarakat dibidang hukum. Oleh alhasil hakim dituntut mempunyai moralitas dan tanggung jawab yang tinggi, yang kesemuanya dituangkan dalam prinsip prinsip dasar kode etik hakim, antara lain:
Pengertian Hakim
Secara normatif berdasarkan Pasal 1 ayat (5) UU Komisi Yudisial No. 22 Tahun 2004 yang dimaksud dengan hakim adalah hakim agung dan hakim pada tubuh peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi sebagimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. sedangkan secara etimologi atau secara umum, Bambang Waluyo, S.H. menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hakim adalah organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah diletakkan kewajiban dan tanggung jawab semoga aturan dan keadilan itu ditegakkan, baik yang berdasarkan kepada tertulis atau tidak tertulis (mengadili suatu kasus yang diajukan dengan dalih bahwa aturan tidak atau kurang jelas), dan tidak boleh ada satupun yang bertentangan dengan asas dan sendi peradilan berdasar Tuhan
Yang Maha Esa.(Bambang Waluyo, S.H. Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Sinar Grafika Edisi 1 Cet. 1. Jakarta 19912. hal 11. ) Melihat dari pengertian hakim yang dijabarkan oleh Bambang Waluyo, S.H maka bisa diketahui bahwa yang dimaksud hakim olehnya ialah tidak jauh berbeda dengan apa yang tercantum dalam UU No.22 Th 2004, bukankah hakim agung, hakim yang berada dibawah peradilan, dan juga hakim konstitusi itu juga merupakan organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah diletakkan kewajiban dan tanggung jawab semoga aturan dan keadilan itu sanggup ditegakkan. Hal ini senada juga dengan apa yang diungkap kan oleh Al. Wisnu Broto, pendapatnya ialah, yang dimaksud dengan Hakim adalah konkretisasi aturan dan keadilan secara abstrak, Bahkan ada yang menggambarkan hakim sebagai wakil dewa di bumi untuk menegakkan aturan dan keadilan.(Al. Wisnu Broto Hakim Dan Peradilan Di Indonesia (dalam beberapa aspek kajian), Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1997, hal 2 )
Kalau kita perbandingkan dari keduanya, secara normatif hakim merupakan institusi yang mempunyai kekuasaan kehakiman, yang meliputi Mahkamah Agung dan tubuh peradilan dibawahnya hingga ke Mahkamah Konstitusi. Sedangkan klarifikasi perihal hakim secara umum, hakim haruslah seseorang yang mempunyai tanggung jawab, integritas, dan kemampuan untuk berbuat adil dalam menciptakan keputusan.
Pada dasarnya pengertian hakim, apabila kata tersebut ditafsirkan secara generik maka sanggup diartikan bahwa hakim ialah seluruh hakim disemua jenis dan tingkatan peradilan yaitu Hakim Agung, hakim pada tubuh peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung dan Hakim Konstitusi.
Kedudukan, Fungsi, dan Tugas Hakim
Pada dasarnya hakim sanggup diartikan sebagai orang yang bertugas untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, menghukum orang yang berbuat salah dan membenarkan orang yang benar. Dan, didalam menjalankan tugasnya, ia tidak hanya bertanggung jawab kepada pihak-pihak yang berpekara saja, dan menjadi tumpuan cita-cita pencari keadilan, tetapi juga mempertanggung jawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bukankah dalam tiap - tiap amar putusan hakim selalu didahului kalimat: “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Begitu pentingnya profesi hakim, sampai-sampai ruang lingkup tugasnya harus dibuatkan undang-undang. Tengok saja, dalam UU No. 14 Tahun 1970 perihal Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang kemudian diubah dengan UU No.35 Tahun 1999 dan diadaptasi lagi melalui UU No.4 Tahun 2004 perihal kekuasaan kehakiman. Kemudian, UU No. 8 Tahun 1981 perihal Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU Komisi Yudisial, dan peraturan perundangan lainnya.
Bahkan, dalam menjalankan tugasnya diruang sidang, hakim terikat aturan hukum, menyerupai hal nya pada pasal158 KUHAP yang mengisyaratkan: Hakim dihentikan memperlihatkan sikap atau mengeluarkan pernyataan disidang perihal keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa. Begitupun dalam menilai alat bukti, UU telah dengan tegas mengingatkan hakim untuk bertindak arif lagi bijaksana (Pasal 188 ayat (3) KUHAP). Tak hanya itu saja, hakim harus mempunyai integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hukum, demikian suara pasal 32 UU No. 4/2004.
Profesi hakim merupakan profesi hukum, lantaran pada hakekatnya merupakan pelayanan kepada insan dan masyarakat dibidang hukum. Oleh alhasil hakim dituntut mempunyai moralitas dan tanggung jawab yang tinggi, yang kesemuanya dituangkan dalam prinsip prinsip dasar kode etik hakim, antara lain:
- Prinsip kebebasan.
Prinsip ini memuat kebebasan peradilan ialah suatu prasyarat terhadap aturan aturan dan suatu jaminan fundamental atas suatu persidangan yang adil. Oleh lantaran itu, seorang Hakim harus menegakkan dan memberi tumpuan mengenai kebebasan peradilan baik dalam aspek perorangan maupun aspek kelembagaan.
- Prinsip Ketidakberpihakan.
Prinsip ini sangatlah penting untuk pelaksanaan secara sempurna dari peradilan. Hal ini tidak hanya berlaku terhadap keputusan itu sendiri tetapi juga terhadap proses dalam mana keputusan itu dibuatan.
- Prinsip Integritas.
Prinsip integritas sangat penting untuk pelaksanaan peradilan secara sempurna mutu pengemban profesi
- Prinsip Kesopanan.
Kesopanan dan gambaran dari kesopananitu sendiri sangat penting dalam pelaksanaan segala aktivitas seorang Hakim.
- Prinsip Kesetaraan.
Prinsip ini memastikan kesetaraan perlakuan terhadap semua orang dihadapan pengadilan sangatlah penting guna pelaksanaan peradilan sebagaimana mestinya.
- Prinsip Kompetensi dan Ketaatan.
Prinsip kompetensi dan ketaatan ialah prasyarat terhadap pelaksanaan peradilan sebagaimana mestinya.(Disiplin F. Manao, SH, Hakim sebagai pilihan profesi, artikel, ditulis untuk workshop pembekalan profesi hukum, diselenggarakan IKA PERMAHI (Ikatan Alumni Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia), Jakarta, 19 Juli 2003. Disiplin F. Manao, seorang Hakim, juga pengurus IKA PERMAHI)
Kedudukan hakim telah diberikan daerah pada konstitusi Negara kita. Dalam amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 24 ayat (1) ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan aturan dan keadilan; Ayat (2): Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan tubuh peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata perjuangan Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Disamping itu, pada Pasal 25 amandemen Undang-Undang Dasar 1945 ditentukan bahwa syarat–syarat untuk menjadi dan diberhentikan sebagai Hakim ditetapkan oleh undang–undang. Hal ini dimaksudkan untuk memperlihatkan jaminan semoga hakim dalam melakukan tugasnya sanggup dengan sungguh–sungguh dan mempunyai independensi, secara merdeka, terlepas dari imbas kekuasaan pemerintah atau kekuasaan lain dalam masyarakat.
Keberadaan suatu fatwa etika dan sikap hakim sangat dibutuhkan dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta sikap hakim. Pedoman etika dan sikap hakim merupakan inti yang menempel pada profesi hakim, lantaran ia ialah kode sikap yang memuat nilai etika dan moral, untuk mewujudkan suatu pengadilan sebagaimana dikemukakan di atas tidaklah gampang lantaran adanya aneka macam hambatan. Hambatan itu antara lain timbul dari dalam tubuh peradilan sendiri terutama yang berkaitan dengan kurang efektifnya pengawasan internal, dan cenderung meningkatnya aneka macam bentuk penyalah-gunaan wewenang oleh hakim.
Pengertian Hakim adalah hakim agung dan hakim pada tubuh peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah (UU No 22 Tahun 2004 perihal Komisi Yudisial, Pasal 1 ayat 5).
Kewenangan Hakim (hak & kewajiban)
Hakim sebagai penegak aturan dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai – nilai aturan yang hidup dalam masyarakat. (UU Kekuasaan Kehakiman No. 35 th 1999 Pasal 27 ayat 1).
Dalam hal ini ketika berada dalam masyarakat yang masih mengenal aturan tidak tertulis, serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan. Hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai–nilai aturan yang hidup dikalangan masyarakat, untuk itu ia harus terjun ketengah – tengah masayarakat untuk mengenal, mencicipi dan bisa menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian hakim sanggup memberi keputusan yang sesuai dengan aturan dan rasa keadilan masyarakat.
Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat – sifat yang baik dan yang jahat dari tertuduh. 1 (UU Kekuasaan Kehakiman No. 35 th 1999 Pasal 27 ayat 2). Dalam hal ini sifat – sifat yang jahat maupun yang baik dari tertuduh wajib diperhatikan hakim dalam mempertimbangkan pidana yang akan dijatuhkan. Keadaan–keadaan langsung seseorang perlu diperhitungkan untuk memperlihatkan pidana yang setimpal dan seadil – adilnya. Keadaan langsung tersebut sanggup diperoleh dari keterangan orang–orang dari lingkungannya, rukun tetangganya, dokter andal jiwa dan sebagainya.
Kekuasaan Hakim.
Demi mendukung kelancaran kiprah – kiprah yang amat mulia yang dilakukan oleh hakim, maka diharapkan adanya suatu kemandirian bagi hakim. Asas kemandirian hakim dalam menangani suatu kasus juga di anut oleh Indonesia, hal ini sanggup dilihat dari ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 yang dalam penjelasannya disebutkan “Kekuasaan hakim ialah kekuasaan yang merdeka” artinya terlepas dari imbas kekuasaan pemerintah. Berhubungan dengan itu maka harus diadakan jaminan dalam undang – undang perihal kedudukan para hakim.(Al. Wisnu Broto, Op Cit )
Dalam penafsiran Undang-undang dasar 1945 Bab IX pasal 24 menyebutkan :
- Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan aturan dan keadilan.
- Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah mahkamah agung dan tubuh peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkung peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata perjuangan Negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.
- Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dengan undang-undang
Pengawasan Terhadap Hakim
Banyaknya kasus – kasus penyalahgunaan wewenang oleh hakim serta pejabat peradilan lain yang banyak dipublikasikan oleh aneka macam media final – final ini 30 menjadi cerminan dari lemahnya integritas moral dan sikap hakim serta pegawai forum peradilan. Keadaan ini tidak saja terjadi dilingkungan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, tetapi juga telah terjadi dilingkungan Mahkamah Agung sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman yang tertinggi, sehingga menjadikan sebuah pandangan bahwa forum peradilan sebagai suatu sistem dianggap sudah tidak higienis dan kurang berwibawa.
Pada dasarnya Hakim itu ialah insan biasa, yang tidak luput dari kesalahan dan kekilafan, yang mempunyai banyak kelemahan – kelemahan dan harus selalu diingatkan akan kelemahannya, untuk itu diharapkan adanya pengawasan terhadap para hakim semoga supremasi aturan bisa terlaksana secara signifikan.
Banyaknya kasus – kasus penyalahgunaan wewenang oleh hakim serta pejabat peradilan lain yang banyak dipublikasikan oleh aneka macam media final – final ini 30 menjadi cerminan dari lemahnya integritas moral dan sikap hakim serta pegawai forum peradilan. Keadaan ini tidak saja terjadi dilingkungan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, tetapi juga telah terjadi dilingkungan Mahkamah Agung sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman yang tertinggi, sehingga menjadikan sebuah pandangan bahwa forum peradilan sebagai suatu sistem dianggap sudah tidak higienis dan kurang berwibawa.
Pada dasarnya Hakim itu ialah insan biasa, yang tidak luput dari kesalahan dan kekilafan, yang mempunyai banyak kelemahan – kelemahan dan harus selalu diingatkan akan kelemahannya, untuk itu diharapkan adanya pengawasan terhadap para hakim semoga supremasi aturan bisa terlaksana secara signifikan.
Bambang Waluyo, S.H. Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Sinar Grafika Edisi 1 Cet. 1. Jakarta 19912. hal 11.
Al. Wisnu Broto Hakim Dan Peradilan Di Indonesia (dalam beberapa aspek kajian), Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1997, hal 2
0 Response to "Pengertian Hakim Kiprah Fungsi Dan Kedudukan Hakim"
Post a Comment