Skripsi Bahasa Indonesia dan Sastra - beberapa waktu kemudian saya disibukkan dengan posting rpp berkarakter kata pengantar, ptk, maupun beberapa pola makalah, dan kali ini saya memposting beberapa pola dari skripsi yaitu Skripsi Bahasa Indonesia. Sebelumnya saya juga sudah memposting beberapa pola skripsi yang lain sperti matematika, kimia, biologi, pai, teknik informatika, skripsi keperawatan
Dengan adanya Skripsi Bahasa Indonesia dan Sastra ini gampang mudahan mahasiswa/mahasiswi yang sedang menyusun skripsi sanggup terbantu, dan menjadikan pola Skripsi Bahasa Indonesia dan Sastra ini sebagai referensi.
Judul:
REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI LINGKUNGAN TERMINAL SENEN JAKARTA PUSAT
BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Skripsi Bahasa Indonesia dan Sastra
1.1. Latar Belakang
Mendengar kata pedagang asongan, supir, kondektur, dan calo mungkin sudah tak asing lagi di pendengaran kita. Pedagang asongan ialah para pedagang yang biasa menjajakan dagangannya di sekitar terminal dan di dalam bus-bus. Mereka selalu berupaya untuk menarik pembeli supaya membeli dagangannya, yang kadang juga suka terlihat sedikit memaksa. Supir ialah para pengemudi bus atau angkot yang selalu terlihat di lingkungan terminal. Kondektur ialah orang yang membantu supir untuk menarik penumpang ke dalam angkot atau bus, sedangkan calo ialah mediator atau reseller. Kata calo kadang bersifat negatif lantaran apa yang calo lakukan ialah memakai kesempitan orang menjadi suatu kesempatan. Calo juga identik dengan preman atau penguasa kawasan tertentu yang sudah menjadi objek pencariannya.
Di lingkungan terminal, kita terkadang sering mendengar pembicaraan yang diucapkan oleh pedagang asongan, supir, kondektur, dan calo yang sering mengucapkan kata-kata kasar. Penulis sendiri pernah melihat bagaimana para supir angkot atau bus dengan wajah ‘terpaksa’ memberi sejumlah persenan kepada calo. Mungkin bagi sebagian orang hal yang dilakukan calo itu biasa saja, sehingga mereka pantas mendapatkan sejumlah uang.
Lalu apa yang akan terjadi kalau para supir dan kondektur tersebut tidak menunjukkan uang yang tidak sesuai dengan keinginan calo. Yang terjadi selanjutnya ialah teriakan kata-kata makian atau kata-kata kasar (sarkasme) yang keluar dari verbal calo tersebut kepada supir dan kondektur. Sarkasme yang keluar dari verbal calo-calo itu biasanya ialah nama-nama hewan dan jenis kelamin seseorang ibarat ‘anjing’, ‘monyet’, ‘babi’, dan sebagainya. Jika supir tidak mendapatkan perkataan yang dilontarkan calo adakala mereka pun membalas dengan makian yang lebih kasar, sehingga sering terjadi “adu mulut” antara calo, supir, dan kondektur. Hal ini juga sering diikuti oleh pedagang asongan yang sering menambah suasana menjadi ricuh.
Salah satu fenomena kebahasaan yang penulis dapatkan ialah tuturan yang diucapkan oleh salah satu calo dan supir angkot di Terminal Senen :
Supir : “Yeuh duitna, dua rebu nya?”
Calo : “ Anjing maneh mah ngan sakieu!”
Supir : “ Terus mentana sabaraha? Urang ge can nyetor, teu boga duit sia!”
Calo : “ Mbung nyaho aing mah, sarebu deui atuh!”
Supir : “ Lebok tah duitna, blegug maneh mah!”
Calo : “Eh…dasar supir monyet”.
Fenomena kebahasaan di atas ialah penggalan beberapa kalimat realisasi kesantunan berbahasa yang diucapkan oleh calo dan supir angkot di Terminal Senen Jakarta Pusat. Penulis akan meneliti fenomena kebahasaan yang terjadi pada tiga bahasa, yaitu bahasa Sunda, bahasa Jawa , dan bahasa Indonesia. Banyak hal yang menciptakan kata-kata kasar keluar dari pemakainya. Sarkasme itu sendiri kadang bisa memancing kemarahan orang yang dituju, tapi kadang juga tidak kuat lantaran itu sudah menjadi hal yang lumrah untuk keduanya. Skripsi Bahasa Indonesia dan Sastra
Calo : “ Anjing maneh mah ngan sakieu!”
Supir : “ Terus mentana sabaraha? Urang ge can nyetor, teu boga duit sia!”
Calo : “ Mbung nyaho aing mah, sarebu deui atuh!”
Supir : “ Lebok tah duitna, blegug maneh mah!”
Calo : “Eh…dasar supir monyet”.
Fenomena kebahasaan di atas ialah penggalan beberapa kalimat realisasi kesantunan berbahasa yang diucapkan oleh calo dan supir angkot di Terminal Senen Jakarta Pusat. Penulis akan meneliti fenomena kebahasaan yang terjadi pada tiga bahasa, yaitu bahasa Sunda, bahasa Jawa , dan bahasa Indonesia. Banyak hal yang menciptakan kata-kata kasar keluar dari pemakainya. Sarkasme itu sendiri kadang bisa memancing kemarahan orang yang dituju, tapi kadang juga tidak kuat lantaran itu sudah menjadi hal yang lumrah untuk keduanya. Skripsi Bahasa Indonesia dan Sastra
Dilihat dari sudut penuturnya, bahasa itu berfungsi personal atau pribadi (Halliday 1973; Finnocchiaro 1974; Jakobson 1960 menyebutkan fungsi emotif). Maksudnya, si penutur menyatakan perilaku terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga menunjukkan emosi itu sewaktu memberikan tuturannya. Dalam hal ini pihak si pendengar juga sanggup mengira apakah si penutur sedih, marah, atau gembira.
Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, maka bahasa itu berfungsi direktif, yaitu mengatur tingkah laris pendengar (Finnocchiaro 1974; Halliday 1973 menyebutkan fungsi instrumental; dan Jakobson 1960 menyebutkan fungsi retorikal). Disini bahasa itu tidak hanya menciptakan si pendengar melaksanakan sesuatu, tetapi melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan yang dimaui si pembicara. Hal ini sanggup dilakukan si penutur dengan memakai kalimat-kalimat yang menyatakan perintah, imbauan, permintaan maupun rayuan.
Bila dilihat dari segi kontak antara penutur dan pendengar maka bahasa disini berfungsi fatik (Jakobson 1960; Finnocchiaro 1974 menyebutkan interpersonal; dan Halliday 1973 menyebutkan interactional), yaitu fungsi menjadi hubungan, memelihara, menunjukkan perasaan bersahabat, atau solidaritas nasional.
Dalam masyarakat, bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi sangat beragam. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga lantaran interaksi sosial yang mereka lakukan beragam.
Menurut Moeliono (1980:17), mengikuti Quirk, Grenbaum, Leech, Svarvik (1972), ditinjau dari sudut pandangan penuturnya, ragam sanggup diperinci berdasarkan patokan daerah, pendidikan, dan perilaku penutur.
Sarkasme ialah sejenis majas yang mengandung mengolok-olok atau sindiran pedas dengan menyakiti hati (Purwadarminta dalam Tarigan, 1990:92). Apabila dibandingkan dengan ironi dan sinisme, maka sarkasme ini lebih kasar. Menurut Badudu (1975:78), sarkasme ialah gaya sindiran terkasar. Memaki orang dengan kata-kata kasar dan tak sopan di telinga. Biasanya diucapkan oleh orang yang sedang marah.
Berbahasa ialah kegiatan sosial. Seperti kegiatan sosial lainnya, kegiatan bahasa bisa terwujud apabila insan terlibat di dalamnya. Di dalam berbicara, pembicara dan lawan bicara sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan bicaranya. Setiap peserta tindak ucap bertanggung jawab terhadap tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan di dalam interaksi sosial itu (Alan dalam Wijana, 2004:28).
Di dalam berbahasa juga terdapat etika komunikasi, dan di dalam etika komunikasi itu sendiri terdapat moral. Moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan yang memuat fatwa perihal baik dan buruknya perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan yang baik atau jelek (Burhanudin Salam, 2001:102).
Etika juga bisa diartikan sebagai ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laris manusia, mana yang dinilai baik dan mana yang jahat. Etika sendiri juga sering digunakan dengan kata moral, susila, budi pekerti dan budbahasa (Burhanudin Salam, 2001:102).
Sementara itu, secara sederhana Prof. I. R. Poedjowijatna (1986), menyampaikan bahwa sasaran etika khusus kepada tindakan-tindakan insan yang dilakukan secara sengaja. Dengan demikian, sanggup disimpulkan bahwa realisasi kesantunan berbahasa di lingkungan terminal banyak yang tidak mengandung etika.
Dalam berkomunikasi, tidak akan pernah lepas dengan adanya pola berbahasa yang diucapkan kasar, baik berupa mengolok-olok atau sindiran yang menyakitkan hati. Seperti tuturan yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur tidak mengandung unsur kesantunan berbahasa. Misalnya, gampang marah, kata-katanya kasar, dan bersifat memaksa ketika meminta uang lantaran mereka merasa penguasa tempat tersebut.
Suparno menjelaskan dalam artikelnya, bahwa ragam bahasa yang tidak santun ini menjadi hal yang lazim diucapkan. Sarkasisasi tersebut justru mengakibatkan keakraban tanpa sekat strata, sehingga mereka yang memakai ragam bahasa tersebut sanggup menikmatinya dengan bahagia dan besar hati hati. Skripsi Bahasa Indonesia dan Sastra
Fenomena kebahasaan ini tentu saja menarik untuk diteliti lantaran sanggup menambah wawasan keilmuan linguistik ketika ini. Penulis menentukan analisis kesantunan berbahasa pada tuturan orang-orang penghuni terminal berdasarkan pertimbangan bahwa; ragam bahasa yang kasar kerap kali menjadi instrumen komunikasi dalam pergaulan sebagian masyarakat Indonesia. Baik kalangan yang berpendidikan maupun yang tidak berpendidikan, lantaran penelitian mengenai kesantunan berbahasa ini masih jarang dilakukan, maka penulis tertarik untuk menelitinya.
1. 2. Identifikasi Masalah
Hal-hal yang diidentifikasi dari penelitian ini ialah sebagai berikut: Skripsi Bahasa Indonesia dan Sastra
- wujud ragam bahasa yang digunakan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur;
- bahasa yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur banyak yang tidak santun;
- ragam bahasa yang tidak sepantasnya diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur dan;
- penyimpangan-penyimpangan prinsip kesopanan yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur.
1. 3. Batasan Masalah .
Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini hanya terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
- tuturan calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur yang tidak mengandung kesantunan;
- ragam bahasa yang tidak sepantasnya diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur;
- penyimpangan-penyimpangan prinsip kesopanan yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur di terminal angkot/bus.
1. 4. Rumusan Masalah:
- Bagaimana realisasi kesantunan berbahasa di lingkungan terminal?
- Apa sajakah wujud ragam bahasa yang tidak santun yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur?
- Bagaimana penyimpangan prinsip kesopanan yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur?
- Bagaimana persepsi penyimak bahasa yang berasal dari luar lingkungan terminal terhadap realisasi kesantunan berbahasa di lingkungan terminal?
1. 5. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah
- mendeskripsikan kesantunan berbahasa oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur di lingkungan terminal;
- untuk mencari tahu ragam bahasa yang digunakan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur di lingkungan terminal;
- mendeskripsikan penyimpangan prinsip kesopanan yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur di lingkungan terminal dan;
- mengetahui persepsi penyimak bahasa di luar lingkungan terminal terhadap kesantunan berbahasa calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur.
1. 6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dibutuhkan dari penelitian ini sebagai berikut.
- Untuk kajian linguistik, hasil dari penelitian ini dibutuhkan sanggup memperkaya data perihal penelitian bahasa-bahasa kasar.
- Hasil penelitian ini dibutuhkan sanggup mendokumetasikan nilai-nilai kesantunan yang dituturkan di lingkungan terminal.
BAB II
Dapatkan serpihan ini sesudah anda download, dikarenakan banyak pembahasan, maka dari itu saya memudahkan anda untuk mendownloadnya
BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
Skripsi Bahasa Indonesia dan Sastra
3. 1. Metode Penelitian
Latar belakang dan masalah yang muncul dalam penelitian ini ialah masalah-masalah faktual. Maksudnya, masalah kesantunan berbahasa ialah masalah yang sedang dihadapi oleh pemakai bahasa Indonesia sekarang. Penelitian ini memakai analisis kualitatif bersifat deskriptif. Data yang dihasilkannya berupa kata-kata dan kalimat-kalimat yang termasuk kategori sarkasme yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur di lingkungan terminal.
Istilah deskriptif itu menyarankan bahwa penelitian yag dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta-fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya ibarat potret: paparan ibarat adanya. Bahwa perian yang deskriptif itu tidak mempertimbangkan benar salahnya penggunaaan bahasa oleh penutur-penuturnya, hal itu merupakan cirinya yang pertama dan terutama (Sudaryanto : 1992:62).
Dalam hal ini penulis menciptakan deskripsi perihal bagaimana tuturan yang digunakan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur. Selain itu, penulis juga mengumpulkan fakta-fakta mengenai respons para penutur bahasa Indonesia yang tidak memakai tuturan sarkasme yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur. Dengan demikian, dari kedua fakta tersebut di atas sanggup diperoleh persepsi yang muncul dari penutur bahasa Indonesia ketika mendapatkan suatu tuturan sarkasme calo, pedagang asongan, supir dan kondektur tersebut.
Metode penelitian deskriptif kualitatif dipilih lantaran penulis mengidentifikasi serta mendeskripsikan masalah-masalah yang berkenaan dengan tuturan yang tidak santun dan respons penutur melalui wawancara. Selanjutnya, penulis memperoleh data bagaimana persepsi yang muncul dari para penutur bahasa Indonesia ketika mendapatkan tuturan yang tidak santun.
3. 2. Teknik Penelitian
3. 2. 1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, teknik rekam, dan teknik catat. Penulis terlebih dahulu mengobservasi dengan mengamati situasi dan keadaan lingkungan, kemudian melaksanakan wawancara kepada calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur dengan melaksanakan wawancara berstruktur untuk mendapatkan isu yang relevan. Selanjutnya, dengan teknik rekam penulis merekam insiden faktual di lapangan. Terakhir langkah dilakukan dengan teknik catat, yaitu mencatat semua insiden dari tuturan calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur di Terminal Senen Jakarta Pusat.
Selanjutnya, proses pengumpulan data sebagai berikut:
1. Teknik Rekam
Penulis meminta derma kepada sahabat yang berada di Jakarta Pusat memakai telepon genggam atau handphone untuk merekam tuturan yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur, sehingga penulis akan mendapatkan data mengenai realisasi kesantunan berbahasa yang ada di lingkungan terminal, khususnya Terminal Senen Jakarta Pusat.
Penulis meminta derma kepada sahabat yang berada di Jakarta Pusat memakai telepon genggam atau handphone untuk merekam tuturan yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur, sehingga penulis akan mendapatkan data mengenai realisasi kesantunan berbahasa yang ada di lingkungan terminal, khususnya Terminal Senen Jakarta Pusat.
2. Teknik Catat
hasil dari proses rekaman tuturan tersebut kemudian ditranskripsi beserta konteks yang dituturkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur. Setelah itu, akan didapatkan data perihal wujud ragam bahasa yang tidak santun yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur di lingkungan terminal.
hasil dari proses rekaman tuturan tersebut kemudian ditranskripsi beserta konteks yang dituturkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur. Setelah itu, akan didapatkan data perihal wujud ragam bahasa yang tidak santun yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur di lingkungan terminal.
3. Teknik Observasi
sesudah data tertulis didapat, selanjutnya mengobservasi situasi dan keadaan lingkungan terminal. Melalui teknik ini kita akan mendapatkan data perihal penyimpangan prinsip kesopanan yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur yang ada di lingkungan terminal.
sesudah data tertulis didapat, selanjutnya mengobservasi situasi dan keadaan lingkungan terminal. Melalui teknik ini kita akan mendapatkan data perihal penyimpangan prinsip kesopanan yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur yang ada di lingkungan terminal.
4. Teknik Wawancara
sesudah akhirnya ditranskripsi selanjutnya dengan mewawancarai calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur. Selain itu, penulis juga mewawancarai penutur bahasa yang bertutur kata sopan dan santun sehingga akan diketahui persepsi penyimak bahasa terhadap realisasi kesantunan berbahasa yang berasal dari luar lingkungan terminal.
sesudah akhirnya ditranskripsi selanjutnya dengan mewawancarai calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur. Selain itu, penulis juga mewawancarai penutur bahasa yang bertutur kata sopan dan santun sehingga akan diketahui persepsi penyimak bahasa terhadap realisasi kesantunan berbahasa yang berasal dari luar lingkungan terminal.
BAB IV
ANALISIS DATA TUTURAN LANGSUNG BERBAHASA DI LINGKUNGAN TERMINAL DAN RESPONS PARA PENUTUR BAHASA INDONESIA SERTA PEMBAHASAN
Skripsi Bahasa Indonesia dan Sastra
4. 1. Pengantar
Pada serpihan ini akan dibahas bagaimana tuturan eksklusif dan pelanggaran prinsip kesopanan yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, kondektur, dan supir angkot yang berada di lingkungan terminal, serta bagaimana respons penutur bahasa Indonesia terhadap kesantunan berbahasa dari hasil wawancara. Kartu data untuk menganalisis tuturan-tuturan yang terjadi di lingkungan terminal.
Uraian ini menggambarkan analisis tuturan eksklusif yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, kondektur, dan supir ditinjau dari kesantunan berbahasa, prinsip kesopanan (Leech) dan respons para penutur bahasa Indonesia.
Dalam mengumpulkan data penulis harus terjun eksklusif ke lapangan, yaitu kawasan Terminal Senen Jakarta Pusat. Selama beberapa hari penulis mengamati insiden yang ada di lingkungan terminal tersebut. Tuturan-tuturan yang diucapkan oleh orang-orang yang berada di lingkungan terminal terutama calo, pedagang asongan, supir dan kondektur, hanyalah tuturan yang mengandung kategori ketidaksantunan berbahasa. Hampir sebagian besar tuturan yang diucapkan oleh mereka ialah tuturan kasar, sangat tidak yummy didengar, dan melanggar Prinsip Kesantunan Leech. Banyak hal yang menjadi penyebab mengapa orang-orang di terminal menuturkan tuturan kasar tersebut. Untuk itu dalam serpihan 4 ini penulis akan menganalisis tuturan kasar yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir dan kondektur yang melanggar prinsip sopan santun (Leech), dan respons para penutur bahasa Indonesia mengenai tuturan kasar di lingkungan terminal tersebut.
4. 2. Prinsip Kesantunan Leech
Berbicara tidak selamanya berkaitan dengan masalah yang bersifat tekstual, tetapi seringkali pula bekerjasama dengan masalah yang bersifat interpersonal. Prinsip Kesantunan mempunyai sejumlah maksim, yakni maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kemurahan, maksim kerndahan hati, maksim kecocokan dan maksim kesimpatian.
Pada keenam maksim di atas terdapat bentuk ujaran yang digunakan untuk mengekspresikannya. Bentuk-bentuk ujaran yang dimaksud ialah bentuk ujaran impositif, komisif, ekspresif, dan asertif. Bentuk ujaran komisif ialah bentuk ujaran yang berfungsi untuk menyatakan komitmen atau penawaran. Ujaran impositif ialah ujaran yang digunakan untuk menyatakan perintah atau suruhan. Ujaran ekspresif ialah ujaran yang digunakan untuk menyatakan perilaku psikologis pembicara terhadap sesuatu keadaan. Ujaran asertif ialah ujaran yang lazim digunakan untuk menyatakan kebenaran proposisi yang diungkapkan.
Berikut ini penulis akan menganalisis tuturan eksklusif ketidaksantunan berbahasa di lingkungan terminal oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur. Tuturan yang dianalisis hanyalah tuturan yang melanggar prinsip kesantunan Leech.
4. 2. 1. Pelanggaran Maksim Kebijaksanaan
Bijaksana ialah suatu sifat atau karakter. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bijaksana diartikan sebagai sifat yang selalu memakai nalar budi, arif, adil, kecakapan dalam menghadapi atau memecahkan suatu masalah.
Tuntunan-tuntunan untuk bertutur bijaksana supaya tercipta korelasi antara diri (penutur) dan lain (petutur), dipaparkan dalam ilmu bahasa Pragmatik. Gagasan untuk bertutur santun itu dikemukakan oleh Leech dalam maksim kebijaksanaan, yang mengharuskan peserta tutur supaya senantiasa berpegang teguh untuk selalu mengurangi laba dirinya sendiri dan memaksimalkan pihak lain.
Dalam konteks tuturan sehari-hari yang spontan, banyak kita jumpai pelanggaran terhadap maksim ini, baik disengaja ataupun tidak disengaja. Seperti tuturan di bawah ini:
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. SIMPULAN
Setelah melaksanakan analisis terhadap tuturan eksklusif di lingkungan terminal dan respons penutur bahasa di luar lingkungan terminal, penulis menarik beberapa simpulan sebagai berikut :
- Tuturan yang ada di lingkungan terminal khususnya di Terminal Senen Jakarta Pusat yang dituturkan oleh calo, pedagang asongan, supir dan kondektur semuanya tidak mengandung unsur kesantunan berbahasa dan melanggar Prinsip Kesantunan Leech.
- Wujud ragam bahasa yang tidak santun yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir dan kondektur sangatlah kasar. Seperti contohnya terdapat nama-nama hewan yang sering diucapkan oleh mereka. Wujud ragam bahasa tersebut sangat tidak yummy didengar, menyakitkan hati, bicara dengan kepahitan, mengolok-olok atau sindiran dan mengandung celaan getir.
- Penyimpangan prinsip kesopanan yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir dan kondektur melanggar maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kemurahan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan dan maksim kesimpatian. Pelanggaran terbesar ada pada maksim kebijaksanaan. Maksim kebijaksanaan ini menggariskan setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan kerugian orang lain dan memaksimalkan laba bagi orang lain.
- Persepsi penutur bahasa di luar lingkungan terminal ibarat guru, mahasiswa, karyawan swasta dan ustadz beranggapan bahwa tuturan yang ada di lingkungan terminal sebagian besar ialah tuturan kasar. Menurut mereka yang menjadi latar belakang penutur mengucapkan tuturan kasar ialah latar pendidikan yang rendah, lingkungan yang memungkinkan mereka untuk bertutur kasar dan landasan dogma yang kurang kuat.
- Tuturan kasar yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir dan kondektur yang melanggar Prinsip Kesantunan Leech ternyata sudah menjadi bahasa sehari-hari yang mereka ucapkan kalau berada di lingkungan terminal, namun kalau mereka berada di luar lingkungan terminal mereka tidak menuturkan tuturan kasar tersebut.
- Faktor yang menjadi penyebab calo, pedagang asongan, supir dan kondektur menuturkan tuturan kasar ialah faktor lingkungan dan faktor social. Faktor lingkungan timbul lantaran perbedaan asal kawasan penuturnya. Maksudnya mereka menuturkan tuturan kasar tersebut lantaran memang lingkungan yang mereka hadapi mendapatkan dan tidak terlalu peduli dan situasinya memang mendukung untuk mengucapkannya. Sedangkan faktor sosial timbul lantaran perbedaan kelas sosial penuturnya lantaran para penghuni yang bekerja di lingkungan terminal sebagian besar memang status sosialnya rendah dan latar belakang pendidikan mereka juga rendah.
5. 2. SARAN
Berdasarkan hasil analisis data dan simpulan yang telah penulis kemukakan di atas, pada serpihan ini penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:
- Penulis berharap ada penelitian lanjutan yang lebih spesifik terhadap realisasi kesantunan berbahasa di lingkungan terminal, dengan kajian yang menarik, sample yang lebih besar, dan teknik analisis yang lebih mendalam untuk mendapatkan hasil kajian yang sempurna.
- Seiring dengan masih jarangnya penelitian mengenai kesantunan berbahasa, maka penelitian ini perlu mendapatkan perhatian dari para jago bahasa. Terutama pihak yang berwenang dalam bidang ini bisa menunjukkan derma demi melancarkan penelitian.
- Agar dalam melaksanakan penelitian secara eksklusif ke lapangan penulis diberikan fasilitas dalam mendapatkan data dari sumber yang dituju.
- Berharap kalau ada penelitian lanjutan, peneliti selanjutnya lebih berani mengungkapkan fakta-fakta yang sebetulnya terjadi di lapangan, tidak terpaku pada apa yang dilihat dan didengar saja.
DAFTAR PUSTAKA
Skripsi Bahasa Indonesia dan Sastra
Alwasilah, A. Chaedar (2003). Pokoknya Kualitatif. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya dan Pustaka Studi Sunda.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.
Hanafi, Abdillah. 1984. Memahami Komunikasi Antar Manusia. Surabaya: Usaha Nasional.
Hasan, Alwi. 1995. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Harras, Kholid A. Santun Berbahasa. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
_______. ____. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta : Balai Pustaka.
_______. 2009. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, EYD TERBARU (Permendiknas Nomor 46 Tahun 2009). Yogyakarta: Pustaka Timur.
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta : PT. Gramedia.
Oh iya, lantaran Skripsi Bahasa Indonesia dan Sastra ini saya posting tidak secara lengkapdikarenakan banyaknya lampiran, tabel atau yang lainnya yang sanggup menyulitkan saya dalam membagi dalam bentuk uraian di blog aadesanjaya.blogspot.com ini maka saya menyediakan link untuk mendownload, Silahkan download ya, jangan lupa infokan ke sahabat sahabat yang lain di blog ini banyak artikel bermanfaat heeeheh ^_^
Update Skripsi Bahasa Indonesia 5 November 2011
- Korelasi Antara Kebiasaan Membaca dengan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas XI Sekolah Menengan Atas [Download]
- Pengaruh Penggunaan Metode Tanya Jawab Terhadap Kemampuan Merespon Pertanyaan Guru Siswa Kelas VIII MTs [Download]
- Kemampuan Mengembangkan Karangan Narasi Berdasarkan Teks Wawancara Oleh Siswa Kelas I SMPN [Download]
- Realisasi Kesantunan Berbahasa Di lingkungan Terminal (sebuah kajian sosiopragmatik) [Download]
- Kemampuan Mengapresiasikan Unsur Intrinsik Dan Ekstrinsik Cerpen Laut Karya Ngurah Parsna Siswa Kelas III MTS [Download]
- Meningkatkan Kemampuan Mengarang Cerpen Menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses Siswa Kelas VII MTs [Download]
- Identifikasi Bentuk Dan Makna Kata Ulang Bahasa Sasak Dialek Ngeno-Ngene Di Desa Anjani [Download]
- Pengaruh Penggunaan Metode Tanya Jawab Terhadap Kemampuan Menjawab Pertanyaan Guru Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII MTs [Download]
- Mengoptimalkan Kemampuan Menulis Cerita Pendek Dengan Teknik Penyempurnaan Wacana Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri [Download]
0 Response to "Skripsi Pendidikan Bahasa Indonesia Dan Sastra"
Post a Comment