Contoh Tesis S2

Contoh Tesis S2 - Kumpulan tesis s2, rencananya sih mau ngumpulin beberapa teladan tesis s2 gampang mudahan saja bisa terlaksana, oh ya selain tesis, teladan makalah, kumpulan skripsi juga udah saya posting loh, nih buktinya heheeh skripsi ekonomi, keperawatan, bahasa indonesia, psikologi, matematika, kimia, fpok, skripsi teknik mesin kata pengantar. tesis.


Langsung aja dah sahabat sahabat baca contoh tesis s2 nya gampang mudahan sahabat sahabat tertarik dan terbantu dengan adanya teladan tesis s2 ini.


BAB  I
PENDAHULUAN
contoh tesis s2

A.    Latar Belakang

Salah satu problema yang dihadapi oleh sebagian tempat kabupaten/kota dalam lingkup Provinsi Sulawesi Tengah berilmu balig cukup akal ini     ialah berkisar pada  upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Problema ini muncul alasannya adanya kecenderungan berpikir dari sebagian kalangan birokrat di tempat yang menganggap bahwa parameter utama yang memilih kemandirian suatu tempat dalam berotonomi ialah terletak pada besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Kecenderungan berpikir di atas sanggup dipahami alasannya adanya perspektif sejarah pemerintahan tempat yang mengungkap mengenai penyebab keterbelengguan tempat baik secara politis maupun secara hemat lewat piranti aturan pemerintahan daerah, yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 beserta semua peraturan pelaksanaannya. Piranti aturan itulah yang membatasi kewenangan tempat untuk tumbuh dan berkembang dalam rangka menggali segala potensi ekonomi yang strategis di daerah.

Nuralam Abdullah menyatakan bahwa dari perspektif sejarah mengungkapkan bahwa pemerintah tempat pada masa kemudian sangat bergantung pada subsidi dana dari pemerintah pusat. Hasil identifikasi dan inventarisasi kemampuan keuangan tempat yang dilakukan oleh Direktur jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (PUOD) memperlihatkan bahwa hanya 21,92% dari 292 Daerah Tingkat II di Indonesia yang dipandang bisa untuk membiayai pembangunan daerahnya.

Ketergantungan tempat pada subsidi pemerintah pusat juga diungkapkan oleh Bagir Manan, bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II, tidak mencukupi untuk membiayai diri sendiri.

Hal ini memperlihatkan bahwa sebagian besar dari Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD) barasal dari sumbangan pemerintah pusat.  Bantuan keuangan yang besar telah memperlihatkan kesempatan lebih besar  kepada  tempat untuk melaksanakan aneka macam kiprah pelayanan pada masyarakat, tetapi ketergantungan keuangan ini menjadikan akhir penyelenggaraan otonomi tempat tidak sepenuhnya sanggup berjalan, dan dilain pihak mengundang kuatnya campur tangan pemerintah pusat dalam penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah.

H.Tabrani Rab juga mengungkapkan data mengenai rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, wacana Pemerintahan Daerah. Kemampuan PAD sejumlah tempat Tingkat II di seluruh Indonesia pada tahun 1993/1994 hanya sebesar 11,24 %, dan dalam perjalannya setiap tahun cenderung mengalami penurunan. Sebaliknya proporsi sumbangan Pemerintah Pusat meningkat dari 63,87 % pada tahun 1985 / 1986 menjadi 70,87 % pada tahun 1993 / 1994.

Realitas mengenai rendahnya PAD di sejumlah tempat pada masa lalu, akhirnya  mengkondisikan tempat untuk tidak berdaya dan selalu bergantung pada sumbangan pembiayaan atau subsidi dana dari pemerintah pusat. Kondisi demikian ini pada jadinya menjadi salah satu argumentasi  yang mendorong perlunya percepatan reformasi dalam lingkup pemerintahan, hingga ditandai dengan pembentukan Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 wacana Pemerintahan Daerah dan Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 wacana Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Kehadiran Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang    Nomor  25  Tahun   1999   tidak   hanya   bermaksud   mengatasi permasalahan keuangan tempat melalui pemberian kewenangan yang luas kepada tempat untuk menggali sejumlah potensi ekonomi yang ada di daerah, melainkan juga menekankan pada upaya peningkatan efesiensi dan efektifitas pengelolaan sumber-sumber keuangan dalam  rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dimungkinkan menurut ketentuan dalam Pasal 7 Ayat 1 Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999, yaitu adanya kewenangan daerah  yang meliputi seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta  kewenangan bidang lain.

Kewenangan yang diberikan menurut ketentuan dalam Pasal 7 Ayat 1 Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999, harus diakui sebagai suatu peluang dan sekaligus mengandung sejumlah tantangan bagi tempat yang  mempunyai potensi sumber daya alam  yang melimpah ruah, sehingga  pembiayaan   pembangunan  tempat dan pengeluaran rutin mungkin  bukan permasalahan yang  serius.  Sebaliknya, bagi tempat yang tidak mempunyai potensi sumber daya alam yang memadai, persediaan anggaran pembangunan dan anggaran rutin, tentu saja akan menjadi permasalahan serius. Ketentuan tersebut juga tetap diatur pada Undang Undang pemerintahan tempat yang gres yaitu pada Pasal 14 Ayat (1) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 .

 Hasil penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri  bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada,  Syarifuddin Tayeb  menyatakan bahwa dari  292  (dua ratus sembilan puluh dua) Daerah Kabupaten yang diteliti memperlihatkan rendahnya konstribusi pendapatan orisinil tempat terhadap pembiayaan tempat yaitu :
  • 122 Daerah Kabupaten berkisar antara 0,53 % - 10 %
  • 86   Daerah Kabupaten berkisar antara    10 % - 20 %
  • 43   Daerah Kabupaten berkisar antara  20,1 % - 30 %
  • 17   Daerah Kabupaten berkisar antara  31,1 % - 50 %
  • 2  Daerah Kabupaten berkisar di atas   50  %

Rendahnya konstribusi pendapatan orisinil tempat terhadap pembiayaan daerah, alasannya tempat hanya diberikan kewenangan mobilisasi sumber dana pajak dan  yang bisa memenuhi hanya sekitar 20% - 30% dari total penerimaan untuk membiayai kebutuhan rutin dan pembangunan, sementara 70% - 80% didrop dari pusat.5
Selain alasannya perkara kewenangan yang terbatas dalam memobilisasi sumber dana pajak dan retribusi, juga terdapat perkara yang bersifat teknis yuridis yaitu dalam bentuk regulasi yang dijadikan dasar aturan bagi tempat untuk memungut Pendapatan Asli Daerah, baik yang bersumber dari Pajak maupun dari Retribusi Daerah. Temuan penelitian Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengungkapkan bahwa dari 340 Peraturan Daerah (PERDA) Pemerintah  Kabupaten/Kota/Propinsi pada 28 Propinsi yang dievaluasi selama tiga tahun terakhir, ternyata 69 % PERDA Pajak dan Retribusi dan PERDA non Pajak dan Retribusi yang dinyatakan bermasalah.

Menurut Agung Pambudi (Peneliti Komite Pemantau Pelaksana Otonomi Daerah) bahwa permasalahan yang menonjol pada Peraturan Daerah tersebut ialah berkisar pada perkara substansi, yaitu sekitar 42 %, dan selebihnya menyangkut perkara prinsip (10%) serta perkara teknis (17%).

Fenomena Perda-perda bermasalah juga diungkap oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat-SMERU Research Institute berafiliasi dengan USAID dan Partnership for Economic Growth (PEG), bahwa pada tahun 2000-2001 di Sumatera sedikitnya tercatat tiga Kabupaten menerbitkan Perda yang berdampak negatif pada iklim usaha, yaitu Karo, Simalungun dan Deli Serdang. Menurut Ilyas Saad, dari SMERU Research Institute, pungutan yang paling menonjol  terjadi di Deli Serdang, yaitu sumbangan wajib untuk perjuangan perkebunan, retribusi hasil perjuangan pertambakan sebasar 20% dari harga dasar perkilogram. Retribusi izin penebangan dan pemanfaatan kayu karet sebesar Rp.1.500,- permeter kubik, dan pajak pembudidayaan dan pemanfaatan sarang burung walet sebesar 20 % dari harga dasar perkilogram. Selain itu masih ada aneka macam pungutan lain yang memberatkan dunia usaha, antara lain retribusi kesehatan binatang bagi setiap peternak 

Fenomena perda-perda bermasalah sempat mengusik banyak pihak,  terutama bagi kalangan pelaku usaha. Pihak Departemen Keuangan RI telah merekomendasikan sebanyak 206 Perda untuk dicabut oleh Menteri Dalam Negeri.  Rekomendasi  itu didasarkan pada suatu kajian antar departemen dimana dinilai memberatkan pengusaha sehingga menjadi kontraproduktif  bagi  pertumbuhan ekonomi daerah.9
Departemen Dalam Negeri  juga mencatat sebanyak kurang lebih 7000 Perda yang dinilai tidak layak.  Perda-perda  sebanyak itu dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta menjadikan tumpang tindih dan kerancuan 

Harus diakui bahwa fenomena Perda Perda bermasalah juga terjadi di tempat kabupaten/kota dalam lingkup Propinsi Sulawesi Tengah.

Hal  ini sanggup kita diketahui dari beberapa Perda kabupaten/kota yang telah  dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri antara lain :
  1. Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 6 Tahun 2001 wacana Retribusi Izin Rumah Kost/Pemondokan.
  2. Peraturan Daerah Kabupaten Tolitoli Nomor 25 Tahun 2001 wacana Pajak Komoditi
  3. Peraturan Daerah Kabupaten Tolitoli Nomor 57 Tahun 2001 wacana Retribusi Jalan Kabupaten.
  4. Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 59 Tahun 2001 wacana Tempat Pendaratan Kapal.
  5. Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 66 Tahun 2001 wacana Izin Pemilikan dan Penggunaan Gergaji Rantai.
  6. Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 68 Tahun 2001 wacana Penarikan Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Pemda .
Tentunya masih banyak lagi peraturan tempat yang bermasalah akan menyusul untuk dibatalkan dengan aneka macam pertimbangan/alasan pembatalan.



B. RUMUSAN MASALAH

Berkenaan dengan implementasi peraturan tempat yang berorientasi Pendapatan Asli Daerah  (PAD) dalam menunjang pelaksanaan Otonomi Daerah di kota Palu, maka perkara yang akan dibahas dalam tesis ini ialah :
  1. Apakah  peraturan tempat khususnya pajak dan retribusi tempat yang berkaitan dengan  pendapatan orisinil daerah  telah memenuhi asas-asas pembuatan peraturan tempat yang baik dalam  menunjang pelaksanaan otonomi tempat di kota Palu?
  2. Apakah peraturan tempat yang mengatur pendapatan asli    daerah  sudah berorientasi pada kepentingan  masyarakat  kota Palu?

B.    Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian sebagaimana permasalahan yang telah dikemukakan di atas ialah untuk :
  1. Mengetahui apakah peraturan tempat khususnya pajak tempat dan retribusi tempat yang berkaitan dengan pendapatan orisinil tempat telah memenuhi keriteria pembuatan peraturan tempat yang baik menunujang pelaksanaan otonomi tempat di Kota Palu.
  2. Mengetahui peraturan tempat kota Palu apakah sudah sesuai kepentingan masyarakat .


C. Kegunaan Penelitian.

 Atas hasil penelitian yang dilakukan,  diharapkan sanggup memperlihatkan manfaat sebagai berikut:
  1. Bahan untuk pengembangan ilmu hukum, khususnya tata negara, dan merupakan sumbangan pemikiran bagi unsur pemerintah daerah  dalam pelaksanaan otonomi tempat di kota Palu.
  2. Bahan info kepada pemerintah kota Palu khususnya dan pemerintah Sulawesi Tengah pada umumnya.

BAB  II
TINJAUAN PUSTAKA
contoh tesis s2 

A.    Bentuk Negara Kesatuan

Akan sahabat sahabat dapatkan sesudah sahabat mendownload Contoh Tesis S2 ini


BAB III
METODE PENELITIAN
contoh tesis s2 

A.    Lokasi Penelitian.

Penelitian dilakukan di kota Palu, dengan didasarkan pada pertimbangan bahwa di kota Palu perda-perda yang telah ada dan berorientasi pendapatan orisinil tempat sebagai salah satu sumber pembiayaan pemerintah tempat dalam implementasinya belum sepenuhnya memperhatikan kepentingan masyarakat.


B.    Bentuk dan Pendekatan Penelitian

Bentuk penelitian yang dipakai ialah kajian normatif dengan memakai pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan, adapun data yang diketemukan dilapangan hanya merupakan data pendukung .

C.    Sumber Data Penelitian

Berdasarkan pendekatan yang digunakan, maka sanggup ditentukan sumber materi penelitian yaitu materi aturan primer  yaitu peraturan perundang-undangan, buku literatur hukum, jurnal aturan yang berkaitan dengan objek penelitian dan materi aturan sekunder berupa komplemen lembaran Negara yang berkaitan dengan objek penelitian, data yang berbentuk angka hanya merupakan data   penunjang .


. D. Definisi Operasional.
  1. Otonomi tempat ialah hak, wewenang dan kewajiban  tempat otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  2. Otonomi luas ialah keleluasaan tempat untuk menyelenggarakan pemerintahan yang meliputi kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
  3. Otonomi konkret ialah keleluasaan tempat untuk menyelenggarakan kewenangan  pemerintahan di bidang tertentu yang secara konkret ada dan dibutuhkan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah.
  4. Otonomi bertanggungjawab ialah perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada tempat dalam wujud kiprah dan  kewajiban yang harus dipikul oleh tempat dalam mencapai tujuan pemberian otonom, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang harmonis antara pusat dan tempat serta antar tempat dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
  5. Desentralisasi ialah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada tempat otonom untuk mengatur urusan pemerintahan dalam system Negara  Kesatuan Republik Imdonesia.
  6. Dekonsentrasi aalah pelimpahan wewenang  pemerintahan oleh pemerintah  kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu .
  7. Tugas pembantuan ialah penugasan dari pemerintah kepada tempat dan/atau desa  dari tempat provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa dari pemerintah kabupaten/kota kepada  desa untuk melaksanakan kiprah tertentu.
  8. Pendapatan tempat ialah semua hak tempat yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan higienis dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. 
  9. Pendapatan orisinil tempat ialah segala penerimaan yang diperoleh tempat dari sumber-sumber dalam daerahnya yang ditetapkan dengan peraturan tempat ssuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu:a.    a. Hasil pajak daerah.b.    Hasil retribusi daerah.c.    Perusahan milik tempat dan hasil pengelolaan kekayaan tempat yang dipisahkan.d.    Lain-lain pendapatan orisinil daerah.
  10. Pajak tempat ialah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau tubuh kepada tempat tanpa imbalan pribadi yang seimbang, yang sanggup dipaksakan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dipakai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan tempat dan pembangunan daerah.
  11. Retribusi tempat ialah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah tempat untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta sanggup dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
  12. Lain-lain pendapatan yang sah ialah pendapatan-pendapatan lain yang tidak termasuk ke dalam jenis-jenis pajak tempat dan retribusi tempat dan pendapatan dinas-dinas yang sifatnya insidentil/temporer. yang menunjang pelaksanaan atonomi tempat ialah peraturan tempat yang pada penerapannya dilapangan tidak ada hambatan pada pelaksanaannya.
  13. Peraturan  Daerah   yang   menunjang    pelaksanaan  otonomi   tempat ialah peraturan tempat yang pada penerapannya dimasyarakat tidak  ada kendala, 
  14. Peraturan Daerah  yang berorientasi pada kepentingan masyarakat ialah Peraturan tempat yang materi muatannya  memperhatikan aspirasi dan kepentingan masyarakat.

BAB IV
PEMBAHASAN

A.    Penerapan asas-asas pembuatan peraturan tempat yang baik dalam  menunjang pelaksanaan otonomi tempat di Kota Palu.

Pusat perhatian yang pertama-tama dalam penelitian ini ialah mengenai penerapan asas-asas perundang-undangan yang baik dalam pembuatan peraturan tempat di kota Palu. Untuk mengungkap bagaimana implementasinya penulis telah melaksanakan penelitian terhadap proses pembuatan peraturan tempat kota Palu mulai dari proses  pembuatan rancangan peraturan daerah, pengajuan rancangan peraturan daerah, pembahasan rancangan peraturan daerah  hingga persetujuan dan ditetapkannya sebagai peraturan tempat pada masa persidangan priode tahun 2003. Pada masa persidangan triwulan I tahun  2003, pihak direktur (pemerintah tempat kota Palu)  telah mengajukan 12 buah rancangan peraturan tempat kepada pihak legislative (DPRD Kota Palu) untuk dibahas bersama-sama, kemudian ditetapkan sebagai peraturan daerah.
Adapaun rancangan peraturan tempat kota Palu tersebut adalah, sebagai berikut:
  1. Rancangan peraturan daerah  Kota Palu wacana Rambu-rambu Lalu Lintas di jalan.
  2. Rancangan peraturan daerah  Kota Palu wacana Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 23 Tahun 2001 wacana Retribusi Perdagangan Eksport Melalui Penerbitan Certificate of Origin (CoO) atau Surat Keterangan Asal Barang (SKA).
  3. Rancangan peraturan tempat Kota Palu wacana Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Retribusi Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
  4. Rancangan peraturan tempat Kota Palu wacana Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Retribusi Tanda Daftar Gudang (TDG).
  5. Rancangan peraturan tempat Kota Pelu, wacana Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Retribusi Perdangan Antar Pulau Melalui Penerbitan Surat Keterangan Komoditi Antar Pulau.
  6. Rancangan peraturan tempat Kota Palu wacana Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 9 Tahun 2001 wacana Retribusi Surat izin perjuangan Industri (SIUI).
  7. Rancangan peraturan tempat Kota Palu wacana Retribusi Izin Penggunaan Jalan.
  8. Rancangan peraturan tempat Kota Palu, wacana Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 13 Tahun 2001 Tentang Retribusi Izin Usaha Salon Kecantikan dan Pemangkas Rambut.
  9. Rancangan peraturan Kota Palu,  wacana Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Retribusi Izin Rekreasi dan Hiburan Umum.
  10. Rancangan peraturan tempat Kota Palu, wacana Retribusi Penerbitan Angka Pengenal Import (API).
  11. Rancangan peraturan tempat Kota Palu, wacana Tanda Daftar Keagenan/Distributor dan Jasa Produksi Dalam dan Luar Negeri.
  12. Rancangan peraturan daerah  Kota Palu, wacana Retribusi Izin Usaha Kepariwisataan.

Peraturan tempat merupakan salah satu bentuk produk aturan peraturan perundang-undangan tertinggi di daerah, oleh alasannya itu dalam proses pembuatan peraturan tempat harus  sesuai dengan  asas-asas perundang-undangan yang baik, supaya tepat teknik penyusunannya, terjaga keabsahan penerbitannya, diakui secara formal dan sanggup berlaku efektif serta diterima oleh masyarakat. Jika kita konsisten berpedoman pada asas-asas perundang-undangan yang baik maka ada beberapa ciri atau syarat-syarat yang perlu mendapat perhatian dalam proses pembuatan peraturan daerah, yaitu Asas kejelasan tujuan,  Asas manfaat,  Asas kewenangan, Asas kesesuaian, Asas sanggup dilaksanakan, Asas kejelasan rumusan, Asas keterbukaan, Asas efisiensi,  dan asas-asas Materi Muatan.  Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang terperinci untuk apa peraturan perundang-undangan tersebut dikeluarkan.

Setelah diadakan penelitian terhadap rancangan peraturan tempat yang diajukan oleh pemerintah tempat kota Palu khususnya yang berkaitan dengan retribusi belum memperhatikan asas-asas pembuatan peraturan tempat yang baik, karena  tujuan pembentukan peraturan tempat semuanya sama ialah dalam rangka peningkatan pendapatan orisinil tempat untuk mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah. Salah satu asas yang pada ummnya tidak mendapat perhatihan oleh perancang perturan tempat ialah asas keterbukaan karena  kiprah serta masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan rancangan peraturan tempat dan juga kejelasan rumusan belum terpenuhi alasannya masih ada isi pasal-pasal yang belum terperinci makanannya namum tidak ada penjelasannya baik diketentuan umum maupun dalam klarifikasi peraturan tersebut yang pada umumnya tertulis cukup jelas.   

Pasal 69 Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa “Kepala Daerah memutuskan peraturan tempat atas persetujuan Dewan  Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi tempat dan pembagian terstruktur mengenai lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”.  Pada Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, wacana Pemerintahan Daerah,  Pasal 136 Ayat (!) menyatakan Peraturan Daerah ditetapkan oleh kepala tempat sesudah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Makna “persetujuan bersama” dalam pasal ini tidak selalu bermakna untuk “setuju”, tetapi bias juga dimaknakan untuk “tidak setuju”.  Ketidak setujuan bias saja terjadi manakala antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah tidak sepakat mengenai substansi yang diatur dalam rancangan undang-undang atau rancangan peraturan daerah.  Makna “tidak setuju” secara tersirat terdapat ketentuan Pasal 20 Ayat (3) Undang Undang Dasar Tahun 1945 , yang memilih : “Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu dilarang diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu”.

Di dalam Pasal 20 Ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 memang tidak dirumuskan secara tegas bahwa apabila tidak mendapat persetujuan bersama, maka rancangan undang-undang tersebut tersebut ditolak menjadi undang-undang. namun kalimat “rancangan undang-undang tersebut dilarang diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat  masa itu” sama artinya bahwa rancangan undang-undang tersebut ditolak untuk menjadi undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk masa persidangan itu. Persyaratan pada undang-undang 32 tahun 2004  harus ada “persetujuan bersama” antara Pemerintah Daerah  dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berlaku baik terhadap rancangan undang-undang atau rancangan peraturan tempat yang tiba dari Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maupun rancangan undang-undang atau peraturan tempat yang tiba dari  pemerintah/pemerintah daerah, yang mana pada Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 cukup dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah .

Salah satu tujuan pembentukan peraturan tempat ialah untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan menampung kondisi khusus di tempat yang bersangkutan.  Peraturan tempat sebagai pembagian terstruktur mengenai atau pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi bertujuan untuk memberi pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaannya di daerah. Substansi materinya telah diatur dalam perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan tempat sebagai payung aturan dalam penyelenggaraan otonomi tempat bertujuan untuk mengatur substansi materi muatan yang sesuai dengan kondisi daerah. Makara tidak harus menurut peraturan yang lebih tinggi (tingkat pusat), tetapi sanggup juga menciptakan aturan sesuai dengan kebutuhan   tempat masing-masing dalam rangka penyelenggaraan otonomi tempat sepanjang aturan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Di dalam  peraturan tempat yang dibuat untuk menyelenggarakan otonomi tempat obyek pengaturannya meliputi baik yang bersifat substantif  maupun yang bersifat teknis tata cara pelaksanaannya.

Di kota Palu setiap produk aturan peraturan tempat tujuan pembentukan peraturan daerahnya  pada umumnya sanggup dilihat dalam konsideran menimbang dan  penjelasan  umum  dari   peraturan tempat tersebut.  Hasil penelitian penulis mengambarkan bahwa di dalam produk aturan peraturan tempat di Kota Palu pada masa Persidangan Triwulan II Tahun  2003, terungkap bahwa dari 12 buah rancangan peraturan tempat yang diajukan oleh pemerintah tempat kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Palu untuk dibahas bersama-sama, kemudian ditetapkan sebagai peraturan tempat di dalam setiap konsideran menimbang dan klarifikasi umumnya, tujuan dibentuknya peraturan tempat adalah:
  • Dalam rangka pelaksanaan otonomi tempat yang luas, nyata  dan bertanggung jawab, peningkatan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat yang berdaya guna dan berhasil guna;
  • Mengatur kewenangan yang menjadi urusan pemerintah tempat kabupaten/kota;
  • Pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan kewenangan yang telah menjadi urusan pemerintah tempat kabupaten/kota.
  • Peningkatan pendapat orisinil daerah.

Oh ya contoh tesis diatas saya posting memeang tidak secara lengkap dikarenakan banyak nya tulisan, lampiran yang tidak perlu saya posting panjang lebar dikarenakan hanya memakan waktu saja, jadi saya menyediakan link download untuk memudahkan anda dalam mendapat contoh tesis s2 ini, semoga bermanfaat untuk anda. terimakasih pengujung blog aadesanjaya.blogspot.com yang sedah mau mampir di blog ku, salam sukses selalu

 rencananya sih mau ngumpulin beberapa teladan tesis s Contoh Tesis S2

0 Response to "Contoh Tesis S2"

Post a Comment