Makalah Insan Dan Kegelisahan


BAB I
PEMBAHASAN
MANUSIA DAN KEGELISAHAN

A. Pengertian Kegelisahan
Kegelisahan berasal dari kata “gelisah”. Gelisah artinya rasa yang tidak tentram di hati atau merasa selalu khawatir, tidak sanggup tenang (tidurnya), tidak sabar lagi (menanti), cemas dan sebagainya. Kegelisahan menggambarkan seseorang tidak tentram hati maupun perbuatannya, artinya merasa gelisah, khawatir, cemas atau takut dan jijik. Rasa gelisah ini sesuai dengan suatu pendapat yang menyatakan bahwa insan yang gelisah itu dihantui rasa khawatir atau takut.


Manusia suatu ketika dalam hidupnya akan mengalami kegelisahan. Kegelisahan ini, apabila cukup usang hinggap pada manusia, akan mengakibatkan suatu gagguan penyakit. Kegelisahan yang cukup usang akan menghilangkan kemampuan untuk merasa bahagia.

Kegelisahan hanya sanggup diketahui dari tanda-tanda tingkahlaku atau gerak gerik seseorang dalam situasi tertentu. Gejala gerak gerik atau tingkah laris itu umumnya lain dari biasanya, contohnya berjalan mondar-mandir dalam ruang tertentu sambil menundukkan kepala, duduk merenung sambil memegang kepala, duduk dengan wajah murung,malas bicara, dan lain-lain.kegelisahan juga merupakan lisan dari kecemasan. Masalah kecemasan atau kagalisahan berkaitan juga dengan duduk kasus frustasi, yang secara definisi sanggup disebutkan, bahwa seseorang mengalami putus asa karena apa yang diinginkan tidak tercapai.

Tragedi dunia modern tidak sedikit sanggup mengakibatkan kegelisahan. Hal ini mungkin akhir kebutuhan hidup yang meningkat, rasa individualistis dan egoisme, persaingan dalam hidup, keadaan yang tidak stabil, dan seterusnya. Kegelisahan dalam konteks budaya dapatlah dikatakan sebagai akhir adanya instink insan untuk berbudaya, yaitu sebagai upaya untuk mencari “kesempurnaan”. Atau, dari segi batin manusia, gelisah sebagai akhir noda dosa pada hati manusia. Dan tidak jarang akhir kegelisahan seseorang, sekaligus membuat orang lain menjadi korbannya.

Penyebab kegelisahan sanggup pula dikatakan akhir mempunyai kemampuan untuk membaca dunia dan mengetahui misteri hidup. Kehidupan ini yang mengakibatkan mereka menjadi gelisah. Mereka sendiri sering tidak tahu mengapa mereka gelisah, mereka hidupnya kosong dan tidak mempunyai arti. Orang yang tidak mempunyai dasar dalam menjalankan kiprah (hidup), sering ditimpa kegelisahan. Kegelisahan yang demikian sifatnya absurd sehingga disebut kegelisahan murni, yaitu kegelisahan murni tanpa mengetahui apa penyebabnya. Bentuk- bentuk kegelisahan insan berupa keterasingan, kesepian, ketidakpastian. Perasaan-perasaan semacam ini silih berganti dengan kebahagiaan, kegembiraan dalam kehidupan manusia.  Tentang perasaan cemas ini, Sigmund Freud membedakannya menjadi tiga macam, yaitu :

1) Kecemasan obyektif (kenyataan), kegelisahan ini menyerupai dengan kegelisahan terapan dan kegelisahan ini timbul akhir adanya dampak dari luar atau lingkungan sekitar.

Contoh :  
Tini seorang ibu muda, mempunyai anak berumur dua tahun, Tina namanya. Tina tumbuh sehat, montok, lucu, lincah, dan sangat dekat dengan ibunya. Hampir seluruh waktu Tini tercurahkan untuk Tina. Ia keluar kerja demi Tina, anak yang gres seorang itu. Sekonyong-konyong Tina sakit ; muntah-muntah disertai buang air. Tini bingung, anaknya segera dibawa kerumah sakit. Kata dokter, Tina harus dirawat di rumah sakit dan dihentikan ditunggui. Tina menangis terus, tetapi ibunya harus meninggalkannya. Tini gelisah, cemas, khawatir, memikirkan nasib anaknya.

Pada pola tersebut terang bagi kita, bahwa kecemasan yang diderita oleh ibu Tini ialah karena adanya ancaman dari luar yang mengancam anaknya.


2) Kecemasan neurotik (saraf). Kecemasan ini timbul akhir pengamatan wacana ancaman dari naluriah. Menurut Sigmund freud kecemasan ini dibagi dalam tiga macam, yakni :

  • Kecemasan yang timbul akhir pembiasaan diri dengan lingkungan.  Kecemasan ini timbul karena orang itu takut akan bayangannya sendiri, atau takut akan idenya sendiri, sehingga menekan dan menguasai ego.

Contoh :
Ujang anak pria berumur 10 tahun, duduk di kelas 4 SD. Pada suatu hari ia diberi tahu ayahnya bahwa bulan depan ayahnya pindah ke kota lain. Mereka sekeluarga harus pindah. Sudah tentu ia harus ikut. Jadi, ia harus pindah sekolah ke kota tempat ayahnya bertugas.  Ibunya tampak gelisah, karena ia telah merasa betah tinggal di tempat itu berkat adanya seorang ibu yang aktif mengumpulkan dan memajukan  ibu-ibu. Lebih-lebih Ujang, karena baik di kampung maupun di sekolah ia mempunyai banyak kawan. Ia takut jika di tempat gres kelak ia tidak merasa betah. Namun bila tidak ikut pindah, ia akan ikut siapa?. Bila ikut pindah, bagaimana suasana di tempat gres nanti?.  Ia takut pada bayangannya sendiri.

  • Rasa takut irasional atau fobia. Rasa takut ini simpel menular sehingga kadang kala tanpa alasan dan hanya karena pandangan saja, yang kemudia dilanjutkan dengan imajinasi yang kuat dan sanggup menimbulkan rasa takut.

Contoh :
Orang takut ular, hewan berbulu, atau takut lintah. Rasa takut menyerupai ini sanggup kita tekan, sehingga berkurang, atau hilang sama sekali. Pengalaman ketika kecil sanggup menjadikan anak takut akan sesuatu, menyerupai benda tajam, takut darah, dan sebagainya.

  • Rasa takut lain menyerupai rasa gugup, gagap, dan sebagainya.

Contoh :
Seseorang yang tidak bisa menyanyi atau bicara di depan umum, sekonyong-konyong diminta untuk menyanyi atau berpidato, ia akan gelisah, gemetar, dan hilang keseimbangan, sehingga sulit berbicara atau bernyanyi.


3) Kecemasan moral
Tiap eksklusif mempunyai bermacam-macam emosi, antara lain : iri, benci, dendam, dengki, marah,takut, gelisah, cinta, rasa kurang (inferiot).
Sifat menyerupai rasa iri, benci, dengki, dendam dan sebagainya ialah sifat yang tidak terpuji baik diantara sesama manusia, maupun dihadapan Tuhan. Dengan adanya sifat itu, seseorang akan merasa khawatir, takut, cemas, gelisah, dan putus asa.
Setiap orang mempunyai emosi, dan emosi penting bagi kemajuan. Namun, emosi tidak terbendung akan mengakibatkan perasaan–perasaan cemas, gelisah, khawatir, benci dan perasaan negatif lainnya. Perasaan itu demikian hebatnya, sehingga sanggup mendesak dan mengusir pikiran-pikiran tenang, tentram, segar, dan damai.
Contoh :
Datuk Maringgih iri melihat kemajuan perjuangan Bagindo Sulaiman, ayah Siti Nurbaya. Hatinya selalu gelisah, takut usahanya akan mati, kalah bersaing. Karena itu, ia menyuruh orang biar mengkremasi toko Bagindo Sulaiman.  (Siti Nurbaya – Marah Rusli).

  • Sebab – alasannya ialah orang gelisah

Bila dikaji, sebab–sebab orang gelisah ialah karena pada hakikatnya orang takut kehilangan hak–haknya. Hal itu ialah akhir dari suatu ancaman, baik ancaman dari luar maupun dari dalam.

Contoh :
Bila ada suatu tanda ancaman (bahaya banjir, gunung meletus, atau perampokan), orang tentu akan gelisah. Hal itu disebabkan karena adanya ancaman yang mengancam akan hilangnya beberapa hak orang sekaligus, contohnya hak hidup, hak milik, hak memperoleh perlindungan, hak kemerdekaan hidup, dan mungkin hak nama baik. Misalnya kentongan yang dipukul terus–menerus dan bersaut–sautan makin usang makin dekat, membuat orang–orang gelisah. Apakah yang akan terjadi? Meskipun kejadian belum ada, tetapi hal itu merupakan tanda bahaya.

  • Usaha – perjuangan mengatasi kegelisahan

Dalam mengatasi kegelisahan diharapkan nilai-nilai agama menyerupai bersifat qana’ah (berpikir positif). pertama–tama harus dimulai dari diri  sendiri, yaitu bersikap tenang. Dengan bersikap tenang, sehingga ketidaksabaran atau kecemasnnya sanggup dikurangi dengan berdo’a kepada Tuhan serta berusaha keras untuk mengatasi hal yang membuatnya menjadi gelisah dan mungkin segala kesulitan sanggup diatasi.

Contoh :
Dokter yang menghadapi anak atau istrinya yang sedang sakit, justru tidak sanggup merasa tenang, karena ada ancaman terhadap haknya. Ia tidak sanggup berbuat apa–apa bila menghadapi keluarganya yang sakit, karena ia merasa khawatir. Dalam hal ini ia harus bersikap menyerupai menghadapi pasien yang bukan keluarganya.
Cara lain untuk mengatasi kegelisahan, insan diperintahkan untuk meningkatkan iman, takwa, dan amal shaleh. Seperti firman Allah SWT yang artinya : “sesungguhnya insan diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, apabila ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah, tetapi bila menerima kebaikan, ia amat kikir, kecuali orang–orang yang mengerjakan shalat, mereka yang tetap mengerjakan shalatnya, dan orang–orang yang dalam hartanya tersedia belahan tertentu bagi orang miskin (yang tidak sanggup meminta), dan orang– orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang–orang yang takut terhadap adzab Tuhannya ”. (Q.S. Al-Ma’aarij : 19-27)

Hanya dengan cara mendekatkan diri kepada Tuhan dan memasrahkan diri kepada Tuhan, maka hati gelisah insan akan hilang. Mendekatkan diri bukan hanya dengan cara melalui hubungan vertikal dengan Tuhan, tetapi juga melalui hubungan horizontal dengan sesama insan sebagaimana yang diperitahkan oleh Tuhan.

  • Kegelisahan Apa dan Mengapa?

Secara lentur, kegelisahan sanggup dikatakan sebagai rasa tidak tentram, rasa selalu khawatir, rasa tidak tenang, rasa tidak sabar, cemas, dan semacamnya. Yang terang kegelisahan berkaitan dengan rasa yang berkembang dalam diri manusia.

Sebagai fenomen universal, artinya mendera insan manapun, kegelisahan bisa muncul akhir faktor penyebab yang berbeda–beda. Upaya mengidentifikasikan adanya aneka macam macam kegelisahan atau kecemasan tidaklah semata–mata menjadi kapasitas dunia keilmuan, yang dalam konteks ini diwakili oleh pedoman Freud, dokter Austria yang gema pengaruhnya bisa menembus disiplin–disiplin psikologi, psikiatri, sosiologi, antropologi, dan bahkan filsafat. Akan tetapi, dengan cara tutur yang berbeda, upaya identifikasi tersebut sudah dilakukan oleh seniman. Ini boleh jadi karena kegelisahan, boleh dibilang sebagai fenomena yang paling lengket dalam diri manusia.

Seniman memandang alam berbeda dengan pandangan seseorang yang bukan seniman. Kadang–kadang satu hal yang sepele berdasarkan orang biasa, tetapi lewat garapan imajinasi seorang seniman menjadi lebih berarti. Namun demikian, satu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa setiap seniman ialah seorang pencari yang tak pernah menemukan. Dalam pencarian, ia gelisah mencari dan terus mencari. Ia mencari ke dalam alam fisik, terutama ke dalam alam rohani. Ia merambah waktu dan zaman dan ia membuka simpul–simpul kerahasiaan. Seperti insan umumnya, seniman pun ditengah pencariannya selalu merasa gelisah. Merasa adanya ketidaktenangan  di tengah ketenangan yang dicarinya. Ini bisa dimengerti mengingat seniman bagaimanapun ialah belahan dari masyarakat yang juga memikirkan situasi masyarakat sekitarnya. Dalam dunia seni dan sastra, suatu kondisi objektif tidak hanya besar lengan berkuasa terhadap pesan–pesan yang ingin disampaikan seseorang melalui karya–karya seni dan sastranya. Akan tetapi lebih luas dari itu, bahkan kondisi–kondisi tertentu ikut besar lengan berkuasa terhadap proses kreativitas sang seniman.

Fenomen kegelisahan yang neurotik, sebagai buah dari gangguan kejiwaan, tidak jarang dialami, contohnya oleh mereka yang mengidap paranoia, suatu tanda-tanda kejiwaan yang senantiasa mendorong si penderita untuk simpel curiga, atau mereka – mereka yang mengidap phobia, suatu tanda-tanda ketakutan irrasional.

Sebagimana diketahui, setiap orang mempunyai aneka macam emosi, menyerupai contohnya iri, benci, marah, takut, cinta, rendah diri, dan lain sebagainya.  Sebenarnya, emosi penting bagi kemajuan manusia. Akan tetapi, apabila insan tidak bisa membendung emosinya sendiri, tidak bisa mengendalikan emosinya sendiri, atau tidak ada harapan untuk mengarahkan emosinya sendiri, justru bukan kemajuan yang akan mengakibatkan timbulnya aneka macam perasaan negatif menyerupai cemas, gelisah, khawatir,dan semacamnya.

Carlyle dalam buku on heroes, pendekar wor ship, and the heroic history membagi insan menjadi dua kelompok. Yang pertama ialah para heroes, yaitu para pahlawan atau orang–orang besar. Dan yang kedua ialah orang–orang biasa. Hubungan kedua kelompok tersebut dengan kegelisahan ialah kelompok pertama ialah orang–orang yang diberi kelebihan oleh Tuhan untuk memimpin. Ada diantara mereka negarawan, menyerupai contohnya Napoleon, ada yang Nabi, menyerupai Muhammad SAW, dan ada pula yang intelektual, menyerupai contohnya Dante, Shakes Peare, dan beberapa filusuf lainnya. Mereka mempunyai kemampuan untuk membaca dunia dan mengetahui misteri kehidupan. Dengan adanya kemampuan inilah mereka gelisah. Mereka sendiri sering tidak tahu mengapa mereka gelisah. Mereka sering merasa hidupnya kosong dan tidak mempunyai arti. Mereka berusaha mengatur kehidupan orang lain untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Mereka berusaha untuk mengajarkan hakiki kebenaran kepada sesame manusia, dan mereka berusaha untuk menjabarkan misteri kehidupan yang tidak terlihat oleh orang lain, dan menumbuhkan suasana serasi dari masing–masing ciri insan yang bertentangan  dan saling menghancurkan. Disamping kegelisahan yang sudah disebut di atas, yaitu yang tidak diketahui sebabnya dan karena itu nampaknya tidak mempunyai dasar, dalam menjalankan tugas-tugas ini mereka juga ditimpa oleh kegelisahan lain, yaitu kegelisahan akan menemui kegagalan.

Kelompok kedua ialah orang–orang biasa, yang tidak mempunyai kemampuan menyerupai kelompok pertama. Mereka juga tidak terlepas dari kegelisahan, hanya saja kegelisahan mereka tidak sesyahdu kegelisahan pertama orang–orang besar. Dengan diberikan kesibukan, mungkin kegelisahan mereka akan hilang. Sebaliknya, pertama orang–orang besar mungkin tidak sanggup dihapus dengan sekedar mencari kesibukan. Jiwa mereka niscaya mencari–cari terus, sering tanpa mengetahui apa yang dicarinya.


B. Keterasingan
Keterasingan berasal dari kata terasing, asal kata dari kata dasar asing. Kata absurd berarti sendiri, tidak dikenal orang, sehingga kata terasing berarti tersisihkan dari pergaulan, terpisahkan dari yang lain,atau terpencil. Jadi, keterasingan berarti hal-hal yang berkenaan dengan tersisihkan dari pergaulan, terpisah dari yang lain atau terpencil. Apapun makna yang kita lekatkan pada istilah keterasingan, yang terang ia merupakan belahan dari hidup manusia. Sebagai belahan dari hidup manusia, sebagaimana juga kegelisahan, maka keterasingan pun mempunyai sifat universal. Ini berarti bahwa keterasingan tidak pernah mengenal perbedaan manusia. Sebentar ataukah usang setiap orang akan pernah mengalami keterasingan ini, meskipun kadar atau penyebabnya berbeda-beda.

Contoh :
  1. Jaksa Penuntut Umum menganggap Tahir Bin Jarot sebagai keturunan penjahat. Ia menjadi penjahat, karena dalam darahnya mengalir darah penjahat. Ia sangat berbahaya, karena itu ia harus dibuang ke Nusa Kambangan selama 7 tahun. Di sana ia mengalami keterasingan.
  2. Murni gadis lincah, bebas, dan pandai bergaul. Kawannya banyak dan hilir pulang kampung bergantian tiba dan mengajak pergi. Pada suatu hari tersiar gosip ia menerima “kecelakaan”. Sejak itu ia tidak pernah menampakkan diri dan tak ada mitra yang hilir pulang kampung tiba berkunjung dan mengajak pergi. Ia menyembunyikan diri di kamar, malu keluar. Ia hidup dalam keterasingan.


Sebab – alasannya ialah keterasingan
Bila kita memperhatikan pola (1) terang bahwa Tahrir terasing karena menerima hukuman. Mungkin sehabis bebas dari Lembaga Pemasyarakatan, ia kurang sanggup diterima oleh masyarakat. sedangkan pada pola (2), Murni tidak mau bergaul lagi dengan kawan-kawannya, hidup menyendiri, karena malu atas perbuatannya yang melanggar moral. Jadi, sebab-sebab hidup terasing itu bersumber pada :
  • Perbuatan yang tidak sanggup diterima oleh masyarakat, antara lain mencuri, bersikap besar kepala atau sombong.

Sikap dan perbuatan seseorang tidaklah mesti sesuai dengan aspirasi orang lain, lebih-lebih dalam masyarakat yang bermacam-macam menyerupai masyarakat kita ini, bilamana ketidaksesuaian ini berkembang bisa diduga akan timbul jarak antara orang satu dengan lainnya. Ketidaksesuaian ini bisa jadi timbul karena seseorang menampakkan sikap dan perbuatan yang di mata orang lain negatif  seperti contohnya sombong, menganggap dirinya lebih tinggi, angkuh, kaku, pemarah, dan semacamnya.
Sikap yang sejenis dengan besar kepala atau sombong ialah sikap kaku, pemarah, dan suka berkelahi. Sikap menyerupai itu menjauhkan mitra dan mendekatkan lawan. Orang segan berkawan dengan orang yang bersikap menyerupai itu, alasannya ialah takut terjadi konflik batin atau konflik fisik.
  • Sikap rendah diri.

Sikap rendah diri berdasarkan Alex Gunur ialah sikap kurang baik. Sikap ini menganggap atau merasa dirinya selalu atau tidak berharga, tidak atau kurang laku, tidak atau kurang bisa di hadapan orang lain. Sikap ini disebut juga sikap minder. Jadi, bukan orang lain yang menganggap dirinya rendah, tetapi justru dirinya sendiri, tetapi juga tidak baik bagi masyarakat. Sikap rendah diri disebabkan antara lain kemungkinan cacat fisik, status sosial-ekonominya, rendah pendidikannya, dan karena kesalahan perbuatannya.

a. Keterasingan karena cacat fisik
Cacat fisik tidak perlu membuat hidup terasing karena itu ialah kehendak Tuhan. Namun, seringkali insan mempunyai jalan pikiran yang berbeda. Erasa malu anak atau cucunya cacat fisik, maka disingkirkannya anak tersebut dari pergaulan ramai, hidup dalam keterasingan.

b. Keterasingan karena sosial-ekonomi
Ekonomi kuat atau lemah ialah anugerah Tuhan. Orang dihentikan membanggakan kekayaan dan dihentikan pula merasa rendah diri karena keadaan ekonomi yang minim. Namun dalam kenyataan lain keadaannya, orang-orang yang tergolong lemah ekonominya seringkali merasa rendah diri. Akibatnya orang-orang kaya sering membanggakan kekayaannya, meskipun tanpa disengaja.

c. Keterasingan karena rendah pendidikan
Banyak juga orang yang merasa rendah diri karena rendah pendidikannya dan tidak sanggup mengikuti jalan pikiran orang yang berpendidikan tinggi dan banyak pengalaman.

Dalam pergaulan orang-orang yang berpendidikan rendah dan kurang berpengalaman biasanya menyendiri, mengasingkan diri karena merasa sulit menempatkan diri. Ingin bertanya takut salah,juga takut ditanya, takut jawabannya tidak benar. Akibatnya ia menjauhkan diri dari pergaulan.

Akan tetapi, orang menyerupai itu masih lebih baik dari pada mereka yang berlagak pandai dan akhirnya menjadi materi tertawaan.

Contoh :
  1. Akil yang merasa berpendidikan rendah, tidak mau bercakap-cakap dengan tamu dalam pertemuan itu. Apalagi tamu-tamu itu sebentar-sebentar mempergunakan bahasa absurd yang belum pernah didengarkannya. Ia merasa makin takut meskipun pakiannya tidak kalah dengan mereka karena pendidikan dan pengalamannya jauh lebih rendah dari mereka. Karena itu ia menghindarkan diri dan menyendiri saja.
  2. Lain halnya dengan Dodo, biarpun pendidikannya rendah, ia tidak perduli. Dalam pertemuan ia tanya sini tanya sana, sehingga tidak jarang membuat orang heran, alasannya ialah pertanyaan tidak sanggup dimengerti sebaliknya bila ditanya lain pula jawabannya. Akhirnya ia kurang diperhatikan orang dan tersisihkan dari pergaulan.


d. Keterasingan karena perbuatannya
Orang terpaksa hidup dalam keterasingan karena merasa malu, dunia rasanya sempit, bila melihat orang, mukanya ditutupi. Itu semua akhir dari perbuatannya, yang tidak bisa diterima oleh masyarakat lingkungannya. Banyak perbuatan yang tidak sanggup diterima oleh masyarakat.

Contoh :
Selama ini Tn. Adi populer sebagai orang terhormat. Semua penduduk di daerahnya mengenal siapa Tn. Adi, pegawai tinggi suatu instansi, ramah, dan dermawan. Tiba-tiba tersiar gosip di koran bahwa Tn. Adi tersangkut korupsi milyaran. Dengan adanya gosip itu, Tn. Adi tidak pernah keluar, apalagi bergaul. Setiap ada usul tidak pernah datang. Ia mengurung diri di rumah, hidup dalam keterasingan.

3. Takut kehilangan hak.
Contoh :
  • Oyong mempunyai sifat pemarah, sebentar-bentar menantang orang dan mengajaknya berkelahi. Ia menganggap lawannya niscaya kalah. Ia tak kenal istilah musyawarah, alhasil semua teman-temannya perlahan-lahan menjauhinya, sehingga ia terasing dari pergaulan 
  • Dede seorang anak anggota militer. Setiap bertengkar dengan kawan-kawannya selalu membawa nama bapaknya, sehingga kawan-kawannya segan bergaul dengannya. Akibatnya ia tak berkawan, hidup hanya dengan keluarganya sendiri, ia hidup dalam keterasingan.


Jadi, bila kita renungkan, orang hidup dalam keterasingan karena takut kehilangan haknya. Seperti halnya Oyong yang merasa takut kehilangan hak nama baiknya. Ia merasa lebih dari orang lain, sehingga bila ada orang yang melebihinya, ia segera mengajaknya berkelahi. Demikian Marni, karena perbuatannya yang melanggar susila, ia takut kehilangan hak nama baiknya.

4. Kerinduan.
Kadang-kadang keterasingan disebabkan pula oleh rasa kerinduan yang begitu ahli baik terhadap keluarga, teman, suasana,atau bahkan terhadap suatu tempat. Adalah satu hal yang masuk akal apabila seseorang  yang berada jauh dari keluarga akan mencicipi kerinduan yang begitu ahli terhadap keluarganya. Dalam kondisi yang demikian ini tidak heran jika kemudian yang bersangkutan merasa terasing, kendatipun lingkungan sekitarnya bisa memenuhi kebutuhannya.

Usaha-usaha untuk mengatasi keterasingan
Keterasingan biasanya terjadi karena sikap sombong, angkuh, pemarah, kaku, rendah diri, atau karena perbuatan yang melanggar norma hukum. Untuk mengatasi keterasingan ini diharapkan kesadaran yang tinggi. Orang bersikap demikian karena menganggap semua yang mereka lakukan ialah benar.
Lain halnya dengan orang yang rendah diri. Orang yang mempunyai sifat ini biasanya sadar akan kekurangannya. Untuk meningkatkan harga diri, ia harus banyak mencar ilmu dan bergaul. Pergaulan itu dilakukan bertahap dan terus meningkat, sehingga akhirnya menjadi biasa.


C. Kesepian
Kesepian berasal dari kata sepi, artinya sunyi, lengang, tidak ramai, tidak ada orang atau kendaraan, tidak banyak tamu, tidak banyak pembeli, tak ada apa-apa, dan sebagainya. Kesepian ialah keadaan sepi atau hal sepi.

Contoh :
  1. setelah anaknya yang telah menikah itu mempunyai rumah sendiri, ibu Hadi merasa kesepian. 
  2. Setelah tembakan gencar itu berhenti, jalan-jalan tampak sepi. Orang-orang takut keluar, bahkan bunyi deru kendaraan beroda empat pun tak kedengaran.
  3. karena pak Parman dan ibu Parman kurang bergaul, ditambah keadaan hari itu hujan lebat, maka resepsi perkawinan anaknya sepi, tamu kurang sekali.

Setiap orang pernah mengalami kesepian, karena kesepian merupakan belahan hidup manusia. Lama atau sebentar perasaan kesepian ini bergantung kepada mental orang dan kasus penyebabnya.


Sebab-sebab terjadinya kesepian
Bermacam-macam penyebab terjadinya kesepian. Salah satunya ialah frustasi. Orang yang putus asa tidak mau diganggu,ia lebih senang dalam keadaan sepi, tidak suka bergaul, dan sebagainya. Ia lebih senang hidup sendiri.

Contoh :
Pangeran Sidharta, putra raja Kapilawastu, meninggalkan istana, tempat kemewahan, keramaian, dan keindahan. Karena putus asa menyaksikan pertentangan keadaan diluar istana yang penuh penderitaan, maka ia meninggalkan istana dan pergi ke hutan ke tempat yang lebih sunyi untuk mencari hakikat hidup.

Bila kita perhatikan sepintas kemudian mungkin keterasingan dan kesepian hampir serupa, tetapi bersama-sama tidak sama, walaupun keduanya ada hubungannya. Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada alasannya ialah akibat.
Kesepian merupakan akhir dari keterasingan dan keterasingan sebagai akhir sombong, angkuh, kaku, keras kepala, sehingga dijauhi kawan-kawan sepergaulan. Akibatnya, orang yang dijauhi itu hidup terasing, terpencil dari keramaian hidup sehingga mereka merasa kesepian.


D. Ketidakpastian
Ketidakpastian berasal dari kata tidak niscaya artinya tidak menentu (pikirannya) atau mendua, atau apa yang dipikirkan tidak searah dan kemana tujuannya tidak jelas. Itu semua akhir pikirannya yang tidak sanggup konsentrasi. Ketidakkonsentrasian itu disebabkan oleh  berbagai sebab, yang paling utama ialah kekacauan pikiran. Ketidakpastian atau ketidaktentuan ialah belahan hidup manusia. Setiap orang hidup niscaya pernah mengalaminya. Bahkan anak kecil sekalipun pernah mengalaminya, misalnya, ketika anak kecil ditinggalkan ibunya, ia menangis kebingungan. Kebingungan itu membuktikan adanya ketidakpastian, menyerupai anak ayam yang kehilangan induknya.

Menurut Siti Meichati dalam bukunya Kesehatan Mental menerangkan beberapa penyebab seseorang tak sanggup berpikir dengan pasti. Sebab-sebab itu ialah :

1. Obsesi
Obsesi merupakan tanda-tanda neurose jiwa, yaitu adanya pikiran atau perasaan tertentu yang terus-menerus, biasanya wacana hal-hal yang tak menyenangkan, atau penyebab lain yang tidak diketahui oleh penderita. Misalnya selalu berpikir ada orang yang ingin menjatuhkan dia.

Contoh :
Seorang pedagang yang maju pesat, pada suatu ketika berpikir olehnya ada kswan yang ingin menjatuhkannya. Pikirannya itu semakin menjadi-jadi, apalagi sehabis ia mengalami kerugian.

2. Phobie
yaitu rasa ketakutan yang takterkendalikan atau tidak normal terhadap sesuatu hal atau kejadian, tanpa diketahui sebab-sebabnya.

Contoh :
Orang yang takut terhadap tempat yang tinggi. Secara tidak sengaja, ia terus menelusuri jalan mendaki. Sesampainya di puncak ketinggian, ia ketakutan luar biasa.

3. Kompulasi
Ialah adanya keraguan yang sangat mengenai apa yang telah dikerjakannya, sehingga ada dorongan yang tidak disadari untuk selalu melaksanakan perbuatan-perbuatan yang serupa berulang kali.

Contoh :
Keinginannya mengambil barang orang (mencuri), padahal barang itu tidak bermanfaat baginya, dan ia bisa andaikata ingin membelinya.

4. Histeria
Ialah neurose jiwa yang disebabkan oleh tekanan mental kekecewaan, pengalaman pahit yang menekan, kelemahan syaraf, tidak bisa menguasai diri, atau sugesti dari sikap orang lain.

Contoh :
Neneng, seorang gadis yang cukup manis, suatu hari melihat pacarnya berjalan-jalan dengan seorang gadis yang belum pernah dikenalnya. Rasa cemburu berkecamuk di hatinya dan setibanya di rumah beliau beteriak histeris.

5. Delusi
Menunjukan pikiran yang tidak beres, karena berdasarkan keyakinan palsu. Tidak sanggup menggunakan logika sehat, tidak ada dasar kenyataan dan tidak sesuai dengan pengalaman.

Delusi ini ada tiga macam, yaitu :
  • Delusi persekusi : menganggap adanya keadaan yang buruk di sekitarnya. Akibatnya, banyak orang menjauhinya.
  • Delusi keagungan : menganggap dirinya orang penting dan besar. Orang menyerupai ini biasanya gila hormat dan menganggap orang di sekitarnya tidak penting. Akibatnya, semua orang menjauhinya. Jadi, hampir sama dengan ilusi persekusi.
  • Delusi melancholis : merasa dirinya bersalah, hina dan berdosa. Hal ini sanggup menimbulkan buyutan atau dikenal dengan nama delirium tremens., hilangnya kesadaran dan menyebabbkan otot-otot tak terkuasai lagi. Ia kehilangan ingatannya sama sekali, mengalami tensi tinggi dan mengingat sesuatu yang belum pernah dialami..


6. Halusinasi
Khayalan yang terjadi tanpa rangsangan pancaindera. Seperti para prewangan (medium) sanggup digolongkan pada pengalaman halusinasi. Dengan sugesti diri, orang sanggup juga berhalusinasi. Halusinasi buatan, contohnya sanggup dialami oleh orang yang mabuk atau pemakai obat bius. Kadang-kadang karena halusinasi, orang merasa menerima tekanan-tekanan terhadap dorongan-dorongan itu menemukan sasarannya. Ini tampak pada perbuatan-perbuatan penderita (penderita itu sanggup menyadari perbuatannya itu, tetapi tidak sanggup menahan rangsangan imajinasi sendiri).

Contoh :
Atang memang seorang peminum. Bila sedang marah, ia makin banyak minumnya sehingga mabuk dan mengoceh (berbicara) tidak menentu.

7. Keadaan emosi
Dalam keadaan tertentu, seseorang sangat dipengaruhi oleh emosinya. Jika emosi telah menguasai keseluruhan pribadinya, ia akan mengalami gangguan nafsu makan, pusing-pusing, muka merah, nadi cepat, keringat, tekanan darah tinggi/lemah. Sikapnya bisa apatis atau bisa juga terlalu gembira dengan melampiaskan dalam gerakan-gerakan lari-larian, menyanyi, tertawa atau berbicara. Sikap ini sanggup pula berupa kesedihan menekan, tidak bernafsu, tidak bersemangat, gelisah, resah, suka mengeluh, tidak mau berbicara, membisu seribu bahasa, atau melongo menyendiri. Orang menyerupai ini mustahil sanggup berpikir dengan tenang dan baik.

Untuk mengatasi atau menghilangkan pikiran yang kacau itu perlu mencari penyebabnya. Andaikata telah diketahui penyebabnya, namun kekacauan pikiran tersebut tidak hilang, penderita perlu diajak ke psikolog.


E. Manusia dan Kegelisahan
Gelisah tergolong penyakit batin, istimewanya penyakit ini sanggup menyerangsiapa saja, dari golongan apa, dan bangsa apapun. Bila dibandingkan dengan rasa takut, tempat operasinya lebih luas. Sebab orang yang pemberani, tak mungkin diserang oleh rasa takut. Atau orang yang mempunyai obat penangkal takut juga tidak akan dijamahnya. Umpama orang yang pernah mengerjakan perbuatan salah sudah niscaya tidak akan takut untuk dituntut. Begitu pula seorang yang kaya, niscaya tidak akan takut kelaparan, dan sebagainya. Tetapi walaupun benar, kaya, pandai, jujur, dan sebagainya niscaya akan dilanda perasaan gelisah.

Penyakit hati yang satu ini berbeda dengan penyakit-penyakit yang ada di dalam badan kita. Sebab tiada bakteri menyerupai penyakit biasa, obatnya pun tidak ada yang menjualnya. Kuman-kuman penyakit batin tak akan sanggup dilihat dengan mikroskop, yang sanggup melihat ialah hanya matahati orang bersangkutan. Jawaban yang paling tepat dengan penyakit yang satu ini ialah kita kembali kepada “iman”. Jelasnya bila doktrin seseorang itu tebal maka tidak akan kejangkitan penyakit atau perasaan gelisah. Sebab orang yang beriman kuat selalu ingat kepada Tuhan. Orang yang imannya kuat yakin benar bahwa apa yang akan terjadi atas dirinya itu sudah ada dalam suratan Tuhan. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya : “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib. Tidak ada yang mengetahuinya selain Dia ; dan Dia mengetahui apa-apa yang ada di lautan ; dan tiada sehelai daun pun yang gugur, melainkan sepengetahuan Dia ; dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang lembap atau kering, melainkan sudah tertulis dalam kitab yang nyata.” (Q.S. Al-An’am : 59). Disamping itu pula biar seseorang tidak menjadi gelisah, marilah kita selalu mengingat akan firman Allah yang tersirat dalam Al-Qur’an, surat Ar-Ra’d, ayat 28 yang artinya : “ketahuilah bahwa hanya dengan selalu mengingat Allah hati akan menjadi tenang tentram.”




BAB II
KESIMPULAN

Dari uraian pembahasan mengenai MANUSIA dan KEGELISAHAN yang telah kami paparkan pada belahan terdahulu, maka kami sanggup menyimpulkan bahwa kegelisahan merupakan belahan hidup manusia. Tiap manusia, dengan tidak memperdulikan  segala latar belakang dan kemampuannya, niscaya akan mengalami kegelisahan, entah sebentar atau lama, relative ringan ataupun berat. Yang demikian ini boleh jadi sangat masuk akal mengingat insan mempunyai hati dan perasaan

Berbicara wacana manusia, berbicara pula wacana media tempat insan hidup yaitu Dunia. Untuk bisa memahami hakikat insan maka harus pula memahami hakikat dunia dan hakikat kehidupan insan didunia. Pada dasarnya konsep mendiami dunia mengandung arti pemenuhan kebutuhan atas aspek-aspek yang membentuk manusia. Apabila insan tidak bisa menjaga hakikat dirinya dan hakikat hidupnya maka yang timbul ialah kegelisahan .sumber dari kegelisahan ialah hawa nafsu dan sikap pamrih (tidak ikhlas). Kedua hal ini akan mengakibatkan munculnya sikap keserakahan dan konflik yang juga memunculkan ketakutan, kekecewaan, dan pada akhirnya ialah kegelisahan.

Adapun bentuk-bentuk kegelisahan berupa keterasingan, kesepian, dan ketidakpastian mempunyai hubungan yang erat dan mensugesti satu sama lain. Keterasingan dalam satu dan lain kesempatan bisa membuahkan kegelisahan. Dan sebaliknya, kegelisahan yang begitu ahli bisa saja menimbulkan keterasingan. Kemudian dari keterasingan yang dialami seseorang  bisa saja membuat kondisi kesepian dan karena kesepian itupun bisa saja menimbulkan ketidakpastian. Keterasingan bisa jadi merupakan  perilaku sosiopatik dan sikap apatis yang tidak menyadari bahwa insan ialah makhluk yang bermasyarakat dan tidak bisa hidup sendiri.

Untuk mengatasi kegelisahan yang dialami manusia, cara yang paling ampuh ialah kita dituntut untuk bersifat qana’ah (berpikir positif) kembalikan semuanya kepada Allah SWT dan selalu mengingat Dia.



DAPTAR PUSTAKA


Hari Cahyono, Cheppy. 1987. Ilmu Budaya Dasar. Surabaya : Usaha Nasional.

Mustofa, Ahmad. 1998. Ilmu Budaya Dasar. Bandung : CV Pustaka Setia.

Widhagdho, Djoko. 2004. Ilmu Budaya Dasar. Surabaya : PT Bumi Aksara. 

0 Response to "Makalah Insan Dan Kegelisahan"

Post a Comment