Sejarah Piagam Madinah Dan Pengertian

Piagam Madinah (bahasa Arab: صحیفة المدینه, shahifatul madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yathrib (kemudian berjulukan Madinah) di tahun 622. Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan kontradiksi sengit antara Bani 'Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut memutuskan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan Madinah; sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah. Piagam Madinah

Piagam Madinah - Sebagaimana sudah diketahui, Islam tidak sanggup dipisahkan dari politik. Batas antara anutan Islam dengan perkara politik sangat tipis. Sebab anutan Islam mengatur aneka macam aspek kehidupan manusia, termasuk perkara politik dan perkara ketatanegaraan. Peristiwa hijrah Nabi ke Yatsrib merupakan permulaan berdirinya pranata sosial politik dalam sejarah perkembangan Islam. Kedudukan Nabi di Yatsrib bukan saja sebagai pemimpin agama, tetapi juga kepala negara dan pemimpin pemerintahan. Kota Yatsrib dihuni oleh masyarakat yang multi etnis dengan keyakinan agama yang beragam. Peta sosiologis masyarakat Madinah itu secara garis besarnya terdiri atas :

  1. Orang-orang muhajirin, kaum muslimin yang hijrah dari Makkah ke Madinah.
  2. Kaum Anshar, yaitu orang-orang Islam pribumi Madinah.
  3. Orang-orang Yahudi yang secara garis besarnya terdiri atas beberapa kelompok suku menyerupai : Bani Qainuna, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah.
  4. Pemeluk “tradisi nenek moyang”, yaitu penganut paganisme atau penyembah berhala.

Pluralitas masyarakat Madinah tersebut tidak luput dari pengamatan Nabi. Beliau menyadari, tanpa adanya pola bersama yang mengatur pola hidup masyarakat yang beragam itu, konflik-konflik di antara aneka macam golongan itu akan menjadi konflik terbuka dan pada suatu dikala akan mengancam persatuan dan kesatuan kota Madinah. Hijrah Nabi ke Yatsrib disebabkan adanya seruan para sesepuh Yatsrib dengan tujuan supaya Nabi sanggup menyatukan masyarakat yang berselisih dan menjadi pemimpin yang diterima oleh semua golongan. Piagam ini disusun pada dikala Beliau menjadi pemimpin pemerintahan di kota Madinah.

 
Sejarah Terbentuknya Piagam Madinah

Piagam Madinah disepakati tidak usang setelah umat muslim pindah ke Yatsrib yang waktu itu masih tinggi rasa kesukuannya. Oleh lantaran itu ada baiknya kita mengetahui motif apa yang menjadi latar belakang hijrahnya umat Muslim Mekkah ke Madinah yang waktu itu masih berjulukan Yatsrib. Hal ini penting untuk kita mengetahui mengapa agama Islam yang lahir di Mekkah itu justru malah kemudian sanggup berkembang subur di Madinah. Dan kemudian mendapat kedudukan yang besar lengan berkuasa setelah adanya persetujuan Piagam Madinah.

Dakwah Nabi di Mekkah sanggup dikatakan kurang berhasil. Sampai kepada tahun kesepuluh kenabian gres sedikit orang yang menyatakan diri masuk Islam. Bahkan ada beberapa diantaranya yang memeluk agama Islam dengan sepenuh hati mereka.

Sebelum Nabi melakukan hijrah, Beliau banyak mendapat bahaya dari kafir Quraisy. Tidak hanya gangguan psikis yang Beliau alami, tapi juga diancam secara fisik. Bahkan beberapa kali diancam untuk dibunuh. Tapi Nabi selalu sabar dalam menghadapi gangguan-gangguan tersebut. Dasar yang digunakan Nabi dalam menghadapi gangguan kaum kafir Quraisy tersebut ialah surat Fushshilat ayat 34, yang berbunyi :

Kota Yatsrib mempunyai korelasi yang sangat dekat dengan Nabi. Bukan saja lantaran Makkah dan Yatsrib sama-sama berada di propinsi Hijaz, tetapi juga beberapa faktor lain yang ikut menentukan, yaitu :
  1. Abdul Muthalib, kakek Nabi lahir dan dibesarkan di Madinah ini sebelum kesannya menetap di Makkah. Apalagi korelasi kakek dan cucu ini sangat dekat dan penuh kasih sayang. Maka korelasi kakek nabi yang dekat dengan Madinah juga membawa bekasnya pada diri Nabi.
  2. Ayah Rasulullah, Abdullah ibn Abdul Muthalib wafat dan dimakamkan di Madinah. Nabi pernah ziarah ke sana bersama ibundanya. Ibunda Nabi wafat dalam perjalanan pulang dari ziarah tersebut. Dengan demikian Madinah bukan daerah yang gila bagi Nabi. Setidak-tidaknya Nabi pernah bekerjasama dengan kota atau penduduk kota tersebut.
  3. Penduduk Madinah dari suku Arab bani Nadjar punya korelasi kekerabatan dengan Nabi. Kedatangan Nabi di Madinah disambut layaknya kerabat yang tiba dari jauh, bukan orang asing.
  4. Sebagian besar penduduk kota Yatsrib punya mata pencaharian sebagai petani, di samping itu iklim di sana lebih menyenangkan dari pada kota Makkah. Untuk itu sanggup dimaklumi jikalau penduduknya lebih ramah dibandingkan penduduk kota Makkah.
  5. Selain aneka macam faktor di atas, juga khabar akan datangnya Rasul tamat jaman sudah di dengar orang-orang Yatsrib dari orang-orang Yahudi d Yatsrib. Mereka mengharap-harap dan menunggu-nunggu untuk mendapat kehormatan membantu agama ini.

Demikian beberapa faktor yang sanggup kami kemukakan yang membantu diterimanya Nabi di Madinah dan mengapa Nabi menentukan kota Yatsrib atau Madinah sebagai kota daerah tujuan Hijrahya, selain itu juga merupakan petunjuk Allah yang memberi jalan bagi terbukanya syiar agama Islam.

Sejak Nabi hijrah ke Madinah dan setelah menetap di sana dan setelah masjid dan rumah ia siap didirikan, tidak lain yang menjadi fikirannya ialah menyiarkan agama Islam, sebagai tujuan utama beliau.

Sebagai seorang pemimpin, maka ia merasa punya tanggung jawab besar terhadap diri dan pengikutnya. Beliau tidak saja harus ulet menyiarkan agama Islam, tetapi juga sebagai seorang pemimpin dilarang membiarkan musuh-musuh dari dalam dan dari luar mengganggu kehidupan masyarakat muslim. Pada tahap ini ia menghadapi tiga kesulitan utama :

  1. Bahaya dari kalangan Quraisy dan kaum Musyrik lainnya di Jazirah Arab.
  2. Kaum Yahudi yang tinggal di dalam dan di luar kota dan mempunyai kekayaan dan sumberdaya yang amat besar.
  3. Perbedaan di antara sesama pendukungnya sendiri lantaran perbedaan lingkungan hidup mereka.

Dan lantaran perbedaan lingkungan hidup, maka kaum muslimin Anshar dan Muhajirin mempunyai latar belakang kultur dan pemikiran yang sangat berbeda. Hal ini masih di tambah lagi dengan permusuhan sengit yang telah terjadi selama 120 tahun lebih antara dua suku Anshar, yaitu Bani Aus dan Bani Khazraj. Sangat sulit bagi Nabi mengambil jalan tengah untuk mempersatukan mereka dalam kehidupan religius dan politik secara damai.

Tetapi kesannya Nabi sanggup mengatasi perkara tersebut secara tenang dengan cara yang amat bijaksana. Mengenai perkara yang pertama dan kedua, ia berhasil mengikat penduduk Madinah dalam suatu perjanjian yang saling menguntungkan yang akan di bahas nanti. Sedangkan untuk mengatasi perkara yang ketiga ia berhasil memecahkannya dengan jalan keluar yang amat bijak dan sangat jenius.

Untuk mengatasi adanya perbedaan di antara kaum muslimin, maka Nabi mempersaudarakan di antara mereka layaknya saudara kandungan yang saling pusaka mempusakai. Jika salah satu dari kedua bersaudara yang gres dipersatukan tersebut wafat, maka saudara angkatnya berhak atas seperenam harta warisannya. Perlu diketahui aturan waris sebagaimana kita kenal kini belum berlaku dikala itu.

Selama beberapa ahad di Madinah, Rasul menelaah situasi kota Madinah dengan mempelajari keadaan politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. Beliau berusaha mencari jalan bagaimana semoga penduduk orisinil dan kaum muhajirin sanggup hidup berdampingan dengan aman. Untuk mengatasi kesulitan yang pertama dan kedua Nabi Muhammad membuat suatu perjanjian dengan penduduk Madinah baik Muslimin, Yahudi ataupun musyrikin.

Dalam perjanjian itu ditetapkan kiprah dan kewajiban Kaum Yahudi dan Musyrikin Madinah terhadap Daulah Islamiyah di samping mengakui kebebasan mereka beragama dan mempunyai harta kekayaannya. Dokumen politik, ekonomi, sosial dan militer bagi segenap penduduk Madinah, baik Muslimin, Musyrikin, maupun Yahudinya. Secara garis besar perjanjian itu memuat isi sebagai berikut :


a. Bidang ekonomi dan sosial

Keharusan orang kaya membantu dan membayar utang orang miskin, kewajiban memelihara kehormatan jiwa dan harta bagi segenap penduduk, mengakui kebebasan beragama dan melahirkan pendapat, menyatakan kepastian pelaksanaan aturan bagi siapa saja yang bersalah, dan tidak ada perbedaan antara siapapun di depan pengadilan.

b. Bidang militer

Antara lain menggariskan kepemimpinan Muhammad bagi segenap penduduk Madinah, baik Muslimin, Yahudi ataupun Musyrikin, segala urusan berada di dalam kekuasaannya. Beliaulah yang menuntaskan segala perselisihan antara warga negara. Dengan demikian jadilah ia sebagai Qaaid Aam (panglima tertinggi) di Madinah. Keharusan bergotong royong melawan musuh sehingga bangsa Madinah merupakan satu barisan menuju tujuan.

Arti Penting Piagam Madinah

Adapun Piagam Madinah itu mempunyai arti tersendiri bagi semua penduduk Madinah dari masing-masing golongan yang berbeda. Bagi Nabi Muhammad, maka Ia diakui sebagai pemimpin yang mempunyai kekuasaan politis. Bila terjadi sengketa di antara penduduk Madinah maka keputusannya harus dikembalikan kepada keputusan Allah dan budi Rasul-Nya. Pasal ini memutuskan wewenang pada Nabi untuk menengahi dan memutuskan segala perbedaan pendapat dan permusuhan yang timbul di antara mereka.

Hal ini bekerjsama telah usang diperlukan penduduk Madinah, khususnya golongan Arab, sehingga kedatangan Nabi sanggup mereka terima. Harapan ini tercermin di dalam Baitul Aqabah I dan II yang mengakui Muhammad sebagai pemimpin mereka dan mengharapkan peranannya di dalam mempersatukan Madinah.

Sedangkan bagi umat Islam, khususnya kaum Muhajirin, Piagam Madinah semakin memantapkan kedudukan mereka. Bersatunya penduduk Madinah di dalam suatu kesatuan politik membuat keamanan mereka lebih terjamin dari gangguan kaum kafir Quraisy. Suasana yang lebih kondusif membuat mereka lebih berkonsentrasi untuk mendakwahkan Islam. Terbukti Islam berkembang subur di Madinah ini.

Bagi penduduk Madinah pada umumnya, dengan adanya kesepakatan piagam Madinah, membuat suasana gres yang menghilangkan atau memperkecil kontradiksi antar suku. Kebebasan beragama juga telah mendapat jaminan bagi semua golongan. Yang lebih ditekankan ialah kerjasama dan persamaan hak dan kewajiban semua golongan dalam kehidupan sosial politik di dalam mewujudkan pertahanan dan perdamaian.

Piagam Madinah ternyata bisa mengubah eksistensi orang-orang mukmin dan yang lainnya dari sekedar kumpulan insan menjadi masyarakat politik, yaitu suatu masyarakat yang mempunyai kedaulatan dan otoritas politik dalam wilayah Madinah sebagai daerah mereka hidup bersama, bekerjasama dalam kebaikan atas dasar kesadaran sosial mereka, yang bebas dari dampak dan penguasaan masyarakat lain dan bisa mewujudkan kehendak mereka sendiri.

Muhammad Jad Maula Bey, dalam bukunya “Muhammad al-Matsalul Kamil” menyimpulkan, bahwa di dalam waktu yang relatif pendek tersebut Nabi telah sukses membuat tiga pekerjaan besar, yaitu:
  • Membentuk suatu umat yang menjadi umat yang terbaik
  • Mendirikan suatu “negara” yang berjulukan Negara Islam; dan
  • Mengajarkan suatu agama, yaitu agama Islam.
Piagam Madinah

0 Response to "Sejarah Piagam Madinah Dan Pengertian"

Post a Comment