Sejarah Hijrah Nabi ke Madinah
Pertama - Tersebarnya isu wacana masuk Islamnya sekelompok penduduk Yatsrib (Madinah), menciptakan orang-orang kafir Quraisy semakin meningkatkan tekanan terhadap orang-orang Mukmin di Makkah. Lalu Nabi saw. memerintahkan kaum Mukminin supaya hijrah ke kota Madinah.
Pertama - Tersebarnya isu wacana masuk Islamnya sekelompok penduduk Yatsrib (Madinah), menciptakan orang-orang kafir Quraisy semakin meningkatkan tekanan terhadap orang-orang Mukmin di Makkah. Lalu Nabi saw. memerintahkan kaum Mukminin supaya hijrah ke kota Madinah.
Sejarah Hijrah Nabi ke Madinah - Para sahabat segera berangkat menuju Madinah secara diam-diam, supaya tidak dihadang oleh musuh. Namun Umar bin Khattab justru mengumumkan terlebih dahulu rencananya untuk berangkat ke pengungsian kepada orang-orang kafir Makkah. Ia berseru, “Siapa di antara kalian yang bersedia berpisah dengan ibunya, silakan hadang saya besok di lembah anu, besuk pagi saya akan hijrah.” Tidak seorang pun berani menghadang Umar.
Kedua - Setelah mengetahui kaum Muslimin yang hijrah ke Madinah itu disambut baik dan menda¬pat penghormatan yang memuaskan dari penduduk Yatsib, bermusyawarahlah kaum kafir Quraisy di Darun Nadwah. Mereka merumuskan cara yang diambil untuk membunuh Rasululah saw. yang diketahui belum berangkat bersama rombongan para sahabat. Rapat tetapkan untuk mengumpulkan seorang algojo dari setiap kabilah guna membunuh Nabi saw. bersama-sama. Pertimbangannya ialah, keluarga besar Nabi (Bani Manaf) tidak akan berani berperang melawan semua suku yang telah mengu¬tus algojonya masing-masing. Kelak satu-satunya pilihan yang mungkin ambil oleh Bani Manaf ialah rela mendapatkan diat (denda pembunuhan) atas terbunuhnya Nabi. Keputusan bersama ini segera dilaksanakan dan para algojo telah berkumpul di sekeliling rumah Nabi saw. Mere¬ka menerima instruksi: “Keluarkan Muhammad dan rumahnya dan pribadi pengal tengkuknya dengan pedangmu!”
Ketiga - Pada malam pengepungan itu Nabi saw. tidak tidur. Kepada keponakannya, Ali r.a., ia meme¬rintahkan dua hal: pertama, supaya tidur (berbaring) di daerah tidur Nabi dan, kedua, menyerahkan kembali semua harta titipan penduduk Makkah yang ada di tangan Rasulullah saw. kepada para pemiliknya. Nabi keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh satu orang pun dari para algojo yang mengepung rumahnya semenjak senja hari. Nabi saw. pergi menuju rumah Abu Bakar yang sudah menyiapkan dua tunggangan (kendaraan) kemudian segera berangkat. Abu Bakar menyewa Abdullah bin Uraiqith Ad-Daily untuk memperlihatkan jalan yang tidak biasa menuju Madinah.
Keempat - Rasulullah dan Abu Bakar berangkat pada hari Kamis tanggal 1 Rabi’ul Awwal tahun kelima puluh tiga dari kelahiran Nabi saw. Hanya Ali dan keluarga Abu Bakar saja yang tahu keberangkatan Nabi saw. dan Abu Bakar malam itu menuju Yatsib. Sebelumnya dua anak Abu Bakar, Aisyah dan Asma, telah menyiapkan bekal secukupnya untuk perjalanan itu. Kemudian Nabi saw. ditemani Abu Bakar berangkat bersama penunjuk jalan menelusuri jalan Madinah-Yaman hingga hingga di Gua Tsur. Nabi dan Abu Bakar berhenti di situ dan penunjuk jalan disuruh kembali secepatniya guna memberikan pesan rahasia Abu Bakar kepada putranya, Abdullah. Tiga malam lamanya Nabi saw. dan Abu Bakar bersembunyi di gua itu. Setiap malam mereka ditemani oleh Abdullah bin Abu Bakar yang ber¬tindak sebagai pengamat situasi dan pemberi informasi.
Kelima - Lolosnya Nabi saw. dari kepungan yang ketat itu menciptakan kalangan Quraisy hiruk pikuk mencari. Jalan Makkah-Madinah dilacak. Tetapi mereka gagal menemukan Nabi saw. Kemudian mereka menelusuri jalan Yaman-Madinah. Mereka menduga Nabi niscaya bersembunyi di Gua Tsur. Setibanya tim pelacak itu di sana, alangkah bingungnya mereka dikala melihat verbal gua itu tertutup jaring laba-laba dan sarang bunung. Itu membuktikan tidak ada orang yang masuk ke dalam gua itu. Mereka tidak sanggup melihat apa yang ada dalam gua, tetapi orang yang di dalamnya sanggup melihat terang rombongan yang berada di luar. Waktu itulah Abu Bakar merasa sangat khawatir akan keselamatan Nabi. Nabi berkata kepadanya, “Hai Abu Bakar, kita ini berdua dan Allah-lah yang ketiganya.”
Selanjutnya Nabi saw. merumuskan piagam yang berlaku bagi seluruh kaum Muslimin dan orang-orang Yahudi. Piagam inilah yang oleh Ibnu Hisyam disebut sebagai undang-undang dasar negara dan pemerintahan Islam yang pertama. Isinya meliputi wacana perikemanusiaan, keadilan sosial, toleransi beragama, gotong royong untuk kebaikan masyarakat, dan lain-lain. Saripatinya yakni sebagai berikut:
- Kesatuan umat Islam, tanpa mengenal perbedaan.
- Persamaan hak dan kewajiban.
- Gotong royong dalam segala hal yang tidak termasuk kezaliman, dosa, dan permusuhan.
- Kompak dalam memilih hubungan dengan orang-orang yang memusuhi umat.
- Membangun suatu masyarakat dalam suatu sistern yang sebaik-baiknya, selurusnya dan sekokoh-kokohnya.
Beberapa Perjalanan - Sejarah Hijrah Nabi ke Madinah
Pertama Seorang yang Mukmin yang percaya akan kemampuannya tentu tidak akan sembunyi-sembunyi beramal. Sebaliknya ia berterus terang tanpa gentar sedikitpun terhadap musuh, sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab sewaktu dia akan hijrah. Dalam kasus ini ada pelajaran, keberanian bisa menciptakan musuh merasa ngeri dan gentar. Seandainya orang-orang kafir Quraisy setuju untuk membunuh Umar, tentulah mereka bisa melaksanakan itu. Akan tetapi perilaku Umar yang berani itulah yang menciptakan gentarnya kafir Quraisy, dan memang onang-orang jahat selalu merasa takut kehilangan hidup (nyawa).
Kedua Ketika permintaan ke arah kebenaran dan perbaikan sudah sanggup dibendung, apalagi pendukung-pendukungnya sudah sanggup menyelamatkan diri, tentulah orang-orang jahat berpikir untuk membunuh pemimpin dakwah itu. Mereka memperkirakan dengan terbunuhnya sang pemimpin, tamatlah riwayat dakwah yang dilakukannya. Pemikiran semacam ini selalu ada dalam benak orang-orang yang memusuhi kebaikan dari zaman dulu hingga sekarang.
Ketiga Prajurit yang sungguh-sungguh tulus untuk menyerukan kebaikan tentulah bersedia menyela-matkan pemimpinnya sekalipun dengan mengorbankan jiwanya sendiri. Sebab, selamatnya pemimpin berarti selamatnya dakwah. Apa yang telah dilakukan oleh Ali yang tidur di daerah Nabi merupakan pengorbanan jiwa raga guna menyelamatkan diri Nabi. Pada malam itu sangat besar kemungkinan Ali terbunuh alasannya yakni algojo-algojo yang melaksanakan pengepungan itu tentu akan menduga Ali itulah Nabi. Akan tetapi hal itu tidak merisaukan diri Ali sama sekali. Seba, ia lebih mementingkan keselamatan Nabi Muhammad saw.
Keempat Dititipkannya harta benda milik orang-orang Musyrik kepada Nabi saw. sementara mereka sendiri memusuhi dan berambisi untuk membunuh Nabi, yakni memperlihatkan kepercayaan mereka akan kelurusan dan kesucian pribadi Nabi. Mereka juga mengerti benar bahwa Nabi jauh lebih jago dan lebih higienis hatinya daripada diri mereka sendiri. Hanya kebodohan, ketidaktahuan, dan keterikatan mereka pada tradisi dan kepercayaan yang salah sajalah yang menciptakan mereka memusuhi, menghalangi dakwah Nabi, dan berusaha membunuh Nabi.
Kelima Berpikirnya seorang pemimpin dakwah, kepala negara, atau pemimpin suatu pergerakan untuk menyelamatkan diri dari bahaya musuh, sehingga ia mengambil jalan lain, tidaklah sanggup dianggap sebagai tindakan penakut atau tidak berkorban jiwa.
Firman Allah s.w.t lewat surah an-Nahl ayat 41 yang bermaksud: “Dan orang-orang yang berhijrah kerena Allah, sehabis mereka dianiaya (ditindas oleh musuh-musuh Islam), Kami akan menempatkan mereka di dunia ini pada tempatnya yang baik,”
Sambutan tahun Hijriah mestilah difahami dari beling mata yang Islam kehendaki. Bukan hanya dengan dendangan nasyid ataupun pengkisahan insiden Hijrah saja, akan tetapi yang lebih utama yakni mengerti maksud dan kehendak hijrah. Itulah roh atau semangat hijrah yang tidak akan padam hingga kini.
Hakikatnya hijrah mengandung arti : pengorbanan, keikhlasan, kekuatan, keyakinan dan keberanian. Hijrah juga mengandung unsur kebijaksanaan, perencanaan dan strategi; namun balasannya meletakkan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Itulah dinamakan konsep usaha, doa dan tawakal.
Lama sebelum terjadinya hijrah, Nabi Muhammad SAW sudah mengatur taktik dengan penduduk Madinah. Beberapa kali perjanjian telah dibuat, sehinggalah nabi benar-benar meyakini kesanggupan mereka untuk menjadi ‘mitra kerja’ dan ‘pengikut’ yang setia. Kemudian, nabi mengatur kaedah paling baik dalam melaksanakan hijrah, sehingga mengaburkan pihak musuh.
Coba kita fikirkan, para sahabat telah diminta berhijrah terlebih dahulu sedang nabi masih di rumahnya. Ia mengakibatkan musuh-musuh memperlihatkan referensi kepada nabi dan sekaligus tidak begitu mengganggu hijrah para sahabat. Kemudian, nabi juga merencanakan beberapa taktik lain. Siapakah yang akan tidur di daerah tidur nabi, siapa yang akan menjadi pemandu dan apakah kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi.
Sejarah mencatat, betapa keterlibatan anak muda menyerupai Ali bin Abu Talib dan Asma’ binti Abu Bakar, yakni bukti bahwa dewasa yakni aset yang bisa menyumbang kepada kebangkitan Islam. Bahkan, keterlibatan seorang lelaki yang bukannya beragama Islam, Abdullah bin Uraiqit sebagai pemandu jalan, juga membuktikan Islam tidaklah memusuhi semua orang-orang bukan Islam. Bahkan mereka yang baik boleh diangkat sebagai kawan.
Begitu juga perjuangan nabi dan Abu Bakar, yang sengaja mengambil haluan ke arah selatan Mekah dan bukannya arah Utara sebagaimana biasa, kemudian menuju Tihama berdekatan pantai Laut Merah, yakni satu taktik untuk mengelabuhi musuh. Ia bisa menjadikan perpecahan di kalangan musuh yang bertengkar dengan arah yang diambil oleh nabi. Ia menunjukkan, Islam mementingkan kebijaksanaan dalam rancangan.
Umat Islam juga sewajarnya menobatkan Tahun Islam ini sebagai mukaddimah membaharui azam dan cita-cita. Apakah sepanjang tahun kemudian sudah terlaksana segala azam dan harapan itu ataukah masih banyak bersifat angan-angan kosong belaka. Ini kerena, berkat keazaman dari Rasulullah SAW melaksanakan hijrah, maka kita menerima kebaikannya hingga kini.
Di samping itu, hijrah juga memperlihatkan Islam bisa menyatukan semua umat walaupun berbeda keturunan. Siapakah yang sanggup menyangkal, hijrah telah menyatukan kaum Anshar dan Muhajirin:
"Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi daerah kediaman dan memberi pemberian (kepada orang-orang muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benar-benar beriman. mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia," (al-Anfal: 74)
Jelaslah, hijrah bisa memperlihatkan pedoman buat kita sepanjang zaman sebagai momentum kebangkitan Islam. Syaratnya, kalau kita mau menggali makna hijrah yang hakiki. Jika tidak, hijrah hanya tinggal catatan sejarah belaka, tanpa memperlihatkan perubahan yang signifikan dalam hidup dan kehidupan kita. Wallahu A’lamu bishowab. Sejarah Hijrah Nabi ke Madinah
0 Response to "Sejarah Hijrah Nabi Ke Madinah"
Post a Comment