Definisi Penyesuaian Sosial - Remaja sebagai makhluk sosial dituntut mempunyai kemampuan penyesuaian sosial yang baik. Kegagalan remaja dalam menguasai kemampuan sosial akan mengakibatkan remaja sulit beradaptasi dengan lingkungannya.
Schneiders (1964: 460) mendefinisikan penyesuaian sosial sebagai ”the capacity to react efectively and wholesomely to social realities, situation, and relation”.
Schneiders (1964: 460) mendefinisikan penyesuaian sosial sebagai ”the capacity to react efectively and wholesomely to social realities, situation, and relation”.
Penyesuaian sosial menandakan kemampuan atau kapasitas yang dimiliki individu untuk bereaksi secara efektif dan masuk akal pada realitas sosial, situasi, dan kekerabatan sosial.
Lebih jelasnya, Schneiders (1964: 454-455) menyatakan ”Social adjustment signifies the capacity to react efectively and wholesomely to social realities, situation, and relation so that the requirements for social living are fulfilled in acceptable and satisfactory manner”.
Penyesuaian sosial membuktikan kemampuan atau kapasitas yang dimiliki individu untuk bereaksi secara efektif dan masuk akal pada realitas sosial, situasi, dan kekerabatan sosial dengan cara yang sanggup diterima dan memuaskan sesuai ketentuan dalam kehidupan sosial.
Selain itu, penyesuaian didefinisikan juga sebagai proses yang meliputi respon mental dan sikap di dalam mengatasi tuntutan sosial yang membebani dirinya dan dialami dalam relasinya dengan lingkungan sosial (Schneiders, 1964: 455).
Selanjutnya, Callhoun dan Accocella (Fauziah: 2004: 30) mendefinisikan bahwa penyesuaian sosial sebagai interaksi yang kontinyu dengan diri sendiri, orang lain, dan dunia atau lingkungan sekitar. Sedangkan berdasarkan Mu’tadin (2002: 3), penyesuaian sosial yaitu kemampuan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan.
Berdasarkan beberapa definisi penyesusian sosial di atas, sanggup dipahami bahwa yang dimaksud penyesuaian sosial yaitu kemampuan individu dalam mereaksi tuntutan-tuntutan sosial secara sempurna dan wajar.
Schneiders (1964: 451) membagi penyesuaian sosial menjadi tiga bentuk, diantaranya sebagai berikut:
- Penyesuaian sosial di lingkungan rumah dan keluarga
- Penyesuaian sosial di lingkungan sekolah
- Penyesuaian sosial di lingkungan masyarakat.
4. Karakteristik Penyesuaian Sosial yang Sehat
Scheneiders (1964: 51) mengemukakan beberapa kriteria penyesuaian yang tergolong baik (good adjusment) ditandai dengan:
- Pengetahuan dan tilikan terhadap diri sendiri dan orang lain,
- Obyektivitas dan penerimaan sosial,
- Pengendalian diri dan perkembangan diri,
- Tujuan dan arah yang jelas,
- Perspektif, skala nilai dan filsafat hidup memadai,
- Rasa humor
- Rasa tanggung jawab sosial,
- Kecakapan bekerja sama dan menaruh minat kepada orang lain,
- Memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain,
- Perkembangan kebiasaan yang baik,
- Adaptabilitas, kepuasan dalam bekerja dan bermain,
- dan orientasi yang menandai terhadap realitas sosial.
Syamsu Yusuf (2000: 130) menyatakan penyesuaian yang sehat sebagai berikut:
- Mampu menilai diri secara realistik, yaitu bisa menilai diri sebgaimana adanya, baik kelebihan maupun kelemahan.
- Mampu menilai situasi secara realistik, yaitu bisa menghadapi situasi atau kondisi kehidupan secara realistik dan bisa menerimanya secara wajar.
- Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik, yaitu beraksi secara rasional.
- Menerima tanggung jawab, yaitu mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapi.
- Kemandirian, yaitu mempunyai sikap berdikari dalam cara berpikir dan bertindak, bisa mengambil keputusan, mengarahkan dan membuatkan diri serta beradaptasi secara konstruktif dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
- Dapat mengontrol emosi, yaitu merasa aman dengan emosinya, sanggup menghadapi situasi frustasi, depresi atau stress secara positif atau konstruktif.
- Berorientasi tujuan, yaitu bisa merumuskan tujuan berdasarkan pertimbangan secara matang, tidak atas paksaan dari orang lain.
- Berorientasi keluar, yaitu bersifat respek, tenggang rasa terhadap orang lain, mempunyai kepedulian terhadap situasi, masalah-masalah lingkungan.
- Penerimaan sosial, dinilai positif oleh orang lain, berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial dan mempunyai sifat bersahabat.
- Memiliki filsafat hidup, yaitu mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama.
- Berbahagia.
Sejalan dengan pendapat Syamsu Yusuf, Schneiders (1964: 51) mengemukakan ciri penyesuaian sosial yang baik sebagai berikut:
- Memiliki pengendalian diri yang tinggi dalam menghadapi situasi atau persoalan, dengan kata lain tidak menunjukan ketegangan emosi yang berlebihan.
- Tidak menunjukan prosedur psikologis yang berlebihan, bertindak masuk akal dalam memperlihatkan reaksi terhadap kasus dan konflik yang dihadapi. ampu mengolah pikiran dan perasaan dengan baik, sehingga menemukan cara-cara yang sempurna untuk menuntaskan masalahnya.
- Memiliki pertimbangan rasional dan pengendalian diri, mempunyai kemampuan dasar berfikir serta sanggup memperlihatkan pertimbangan terhadap tingkah laris yang diperbuat untuk mengatasi kasus yag dihadapinya.
- Mampu berguru sehingga sanggup membuatkan kualitas dirinya terutama dalam bersedia berguru dari pengalaman dan memanfaatkan pengelaman tersebut dengan baik.
- Mempunyai sikap realistik, objektif, sanggup menilai situasi, kasus dan kekurangan dirinya secara objektif.
Ketidakmampuan beradaptasi terhadap lingkungan sosial terlihat dari ketidakpuasan terhadap diri sendiri dan lingkungan sosial serta mempunyai sikap-sikap yang menolak realitas dan lingkungan sosial. Siswa yang mengalami perasan ini merasa terasing dari lingkungannya, risikonya ia tidak mengalami kebahagiaan dalam berinteraksi dengan teman-teman sebaya atau keluarganya.
Ketidakbahagiaan siswa adakala lebih lantaran masalah-masalah pribadi daripada masalah-masalah lingkungan, namun mempunyai dampak yang signifikan terhadap kemampuan sosialnya, dalam hal ini penyesuaian sosial. Memiliki perasaan rendah diri, tidak mau mendapatkan kondisi fisik, tidak memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri, maka ini pun sanggup menimbulkan remaja menolak diri, sehingga proses interaksi sosialnya pun akan terhambat. Jika siswa realistis ihwal segala kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki, dan merasa senang pada orang-orang yang mendapatkan mereka serta bisa mencurahkan perhatian dan kasih sayang pada orang-orang tersebut, kemungkinan untuk merasa senang akan meningkat. Artinya bahwa siswa memiliki penyesuaian sosial yang sehat.
Siswa pada penelitian berada pada rentang usia 15-17 tahun, rentang usia tersebut termasuk pada masa remaja madya. Pada masa ini berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain (Yusuf, 2007: 198). Siswa memahami orang lain di sekitarnya sebagai individu yang unik, baik yang menyangkut fisik, sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai, maupun perasaannya. Pemahaman ini mendorong siswa untuk menjalin korelasi sosial yang lebih bersahabat dengan mereka (terutama sahabat sebaya), baik melalui jalinan persahabatan maupun percintaan (pacaran) (Yusuf, 2007: 198).
5. Aspek-Aspek Penyesuaian Sosial Siswa di Lingkungan Sekolah
Penyesuaian sosial siswa di sekolah diartikan sebagai kemampuan siswa mereaksi secara sempurna realitas sosial, situasi, dan kekerabatan sosial, sehingga bisa berinteraksi secara masuk akal dan sehat, serta sanggup memperlihatkan kepuasan bagi dirinya dan lingkungannya (Schneiders, 1964: 454).
Sekolah merupakan miniatur sosial bagi siswa, maka sekolah mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk membentuk suatu lingkungan sosial yang konstruktif dan aman bagi siswa, sehingga sekolah bisa mengantisipasi penyimpangan sosial-psikologis siswa. Di sekolah siswa tidak hanya mengalami perkembangan fisik dan intelektualnya saja, tetapi juga membutuhkan lingkungan yang aman untuk bersosialisasi supaya mencapai kematangan sosial dalam mempersiapkan dirinya menjadi orang remaja yang mempunyai kemampuan penyesuaian sosial yang memadai.
Yusuf (2007: 95) mengungkapkan bahwa sekolah sebagai salah satu lingkungan sosial daerah individu berinteraksi, harus bisa membuat dan memperlihatkan suasana psikologis yang sanggup mencapai perkembangan sosial secara matang, dalam arti beliau mempunyai kemampuan penyesuaian sosial (social adjustment) yang tepat.
Tuntutan dan realitas kehidupan sosial di sekolah akan direaksi secara berbeda-beda oleh masing-masing siswa, tergantung kemampuan penyesuaian sosial yang dimilikinya. Schneiders (1964: 454) mengemukakan bahwa penyesuaian sosial yang dituntut dalam kehidupan sekolah, dengan tidak mempertimbangkan kebutuhan akademik, tidak jauh berbeda dengan penyesuaian sosial di lingkungan rumah dan keluarga, walaupun setiap individu akan bereaksi secara berbeda terhadap keduanya. Selain itu, Schneiders (1964: 454) telah menyusun tuntutan lingkungan atau sikap yang dibutuhkan dan yang berkaitan dengan realitas, situasi, dan kekerabatan sosial, serta dihadapi oleh siswa di lingkungan sekolah, yang meliputi aspek-aspek dan indikator-indikator berikut:
a. Kemampuan siswa menjalin korelasi persahabatan dengan sahabat di sekolah.
Dalam aspek ini terdapat enam indikator, yaitu:
- Siswa bisa mendapatkan sahabat apa adanya
- Kemampuan siswa mengendalikan emosi.
- Kemampuan siswa bertanya terlebih dahulu.
- Kemampuan siswa bersikap realistis.
- Kemampuan siswa melaksanakan pertimbangan dalam mengambil keputusan.
- Siswa bisa melaksanakan tindakan yang sempurna sesuai norma.
- Kemampuan siswa mempertahankan korelasi persahabatan.
b. Kemampuan siswa bersikap hormat terhadap guru, kepala sekolah, dan staf sekolah lainnya. Dalam aspek ini terdapat empat indikator, yaitu:
- Siswa berbicara dengan volume bunyi yang lebih rendah daripada guru, kepala sekolah, dan staf sekolah yang lain.
- Kemampuan siswa bertuturkata dengan sopan dan santun dikala berkomunikasi dengan guru, kepala sekolah, dan staf sekolah yang lain.
- Kemampuan siswa dalam menjaga sikap dikala bertemu dengan guru, kepala sekolah, dan staf sekolah yang lain.
c. Partisipasi aktif siswa dalam mengikuti kegiatan sekolah. Dalam aspek ini, terdapat dua indikator, yaitu:
- Partisipasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas.
- Partisipasi siswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.
d. Bersikap respek dan mau mendapatkan peraturan sekolah. Dalam aspek ini terdapat dua indikator, yaitu:
- Memiliki kesadaran akan pentingnya peraturan di sekolah.
- Mematuhi dan menaati peraturan yang berlaku di sekolah.
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri dan Sosial
Kemampuan penyesuaian diri dan sosial setiap individu berbeda-beda, adapun yang membedakan hal tersebut sanggup dikarenakan faktor-faktor berikut ini (Schneiders, 1964: 122):
a. Kondisi Fisik
Meliputi faktor keturunan (hereditas), kesehatan fisik, dan sistem fisiologis tubuh. Individu yang berada dalam kondisi yang baik akan lebih gampang melaksanakan penyesuaian dibandingkan dengan individu yang sedang sakit, mengalami atau mempunyai cacat tubuh, kelemahan fisik, dan kekurangan-kekurangan lainnya. Individu yang mempunyai kekurangan yang berkaitan dengan fisik sanggup mengalami perasaan-perasaan yang tidak adekuat, tertutup (inferiority), atau justru perhatian yang berlebihan terhadap fisiknya. Hal-hal tersebut seringkali menjadi penghambat dalam melaksanakan penyesuaian diri maupun penyesuaian sosial.
b. Perkembangan dan Kematangan
Meliputi faktor kematangan intelektual, sosial, moral, dan kematangan emosional. Individu yang lebih matang secara emosional akan lebih gampang melaksanakan penyesuaian dibandingkan dengan individu yang kurang matang, lantaran ia bisa mengendalikan diri dan bereaksi lebih sempurna dan sesuai situasi yang dihadapi.
c. Faktor Psikologis
Meliputi pengalaman, proses belajar, pengkondisian, self-determination, frustasi, dan konflik. Selain itu, pengalaman pada individu yang menjadikan proses berguru sanggup mempengaruhi penyesuaian individu tersebut. Individu menjadi tahu dan mencicipi apa yang telah dialami dan dijadikan pembelajaran agar sanggup melaksanakan penyesuaian diri maupun sosial yang tepat.
d. Kondisi Lingkungan
Meliputi kondisi rumah, keluarga, dan sekolah. Pengaruh lingkungan rumah dan keluarga sangat penting lantaran keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dan utama untuk individu. Posisi dalam keluarga, jumlah anggota keluarga, tugas dalam keluarga, dan kekerabatan dengan anggota keluarga lain akan mempengaruhi kebiasaan, sikap, dan teladan sikap individu. Begitupun halnya dengan sekolah yang juga memperlihatkan dampak yang berpengaruh pada kehidupan intelektual, sosial, dan watak individu.
e. Faktor Budaya
Meliputi juga ada istiadat dan agama yang turut mempengaruhi penyesuaian diri dan sosial seseorang. Karakteristik budaya yang diturunkan kepada individu melalui keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat turut mempengaruhi teladan sikap individu yang bersangkutan.
7. Masalah-Masalah Penyesuaian Sosial Siswa
Mappiare (1982: 92-93) mengemukakan hal-hal penting dalam perkembangan pribadi, sosial dan watak remaja yaitu sebagai berikut.
Pertama; masa remaja merupakan masa yang kritis bagi pembentukan kepribadiannya. Kritis, disebabkan lantaran sikap, kebiasaan dan teladan perlakuan sedang dimapankan, dan ada atau tidak adanya kemapanan itu menjadi penentu apakah remaja yang bersangkutan sanggup menjadi remaja dalam artian mempunyai keutuhan atau tidak. Kedua; penerimaan dan penghargaan secara baik orang-orang sekitar terhadap diri remaja, mendasari adanya pribadi yang sehat, gambaran diri positif dan adanya rasa percaya diri remaja. Demikian pula, pribadi sehat, gambaran diri positif dan rasa percaya diri yang mantap bagi remaja menimbulkan pandangan (persepsi) positif terhadap masyarakatnya, sehingga remaja lebih berpartisipasi dalam kehidupan sosial. Ketiga; kemampuan mengenal diri sendiri disertai dengan adanya perjuangan memperoleh gambaran diri yang stabil, mencegah timbulnya tingkah laris yang over kompensasi ataupun proyeksi, sekaligus sanggup menanamkan watak positif dalam diri remaja.
Siswa harus bisa beradaptasi dengan segala kondisi dirinya sendiri dan lingkungan sosialnya. Tetapi, tidak semua siswa selalu berhasil dalam proses penyesuaian sosial. Banyak masalah-masalah yang muncul dihadapi siswa seiring dengan proses perkembangannya yang berlangsung sepanjang hayat.
Abin Syamsuddin (2000:137) mengemukakan mengenai masalah-masalah yang dihadapi remaja berkaitan dengan segala aspek perkembangannya yaitu sebagai berikut.
Pertama; masa remaja merupakan masa yang kritis bagi pembentukan kepribadiannya. Kritis, disebabkan lantaran sikap, kebiasaan dan teladan perlakuan sedang dimapankan, dan ada atau tidak adanya kemapanan itu menjadi penentu apakah remaja yang bersangkutan sanggup menjadi remaja dalam artian mempunyai keutuhan atau tidak. Kedua; penerimaan dan penghargaan secara baik orang-orang sekitar terhadap diri remaja, mendasari adanya pribadi yang sehat, gambaran diri positif dan adanya rasa percaya diri remaja. Demikian pula, pribadi sehat, gambaran diri positif dan rasa percaya diri yang mantap bagi remaja menimbulkan pandangan (persepsi) positif terhadap masyarakatnya, sehingga remaja lebih berpartisipasi dalam kehidupan sosial. Ketiga; kemampuan mengenal diri sendiri disertai dengan adanya perjuangan memperoleh gambaran diri yang stabil, mencegah timbulnya tingkah laris yang over kompensasi ataupun proyeksi, sekaligus sanggup menanamkan watak positif dalam diri remaja.
Siswa harus bisa beradaptasi dengan segala kondisi dirinya sendiri dan lingkungan sosialnya. Tetapi, tidak semua siswa selalu berhasil dalam proses penyesuaian sosial. Banyak masalah-masalah yang muncul dihadapi siswa seiring dengan proses perkembangannya yang berlangsung sepanjang hayat.
Abin Syamsuddin (2000:137) mengemukakan mengenai masalah-masalah yang dihadapi remaja berkaitan dengan segala aspek perkembangannya yaitu sebagai berikut.
- Munculnya kecanggungan-kecanggungan dalam pergaulan jawaban adanya perbedaan dalam perkembangan fisik; munculnya sikap penolakan diri (self rejection) akibat body imagenya tidak sesuai dengan gambaran diri yangsesungguhnya; timbulnya gejala-gejala emosional tertentu menyerupai perasaan malu lantaran adanya perubahan bunyi (laki-laki) dan insiden menstruasi (perempuan); munculnya prilaku-prilaku seksual yang menyimpang pada remaja yang tidak terbimbing oleh norma.
- Munculnya sikap negatif terhadap pelajaran dan guru bahasa abnormal tertentu pada remaja yang mengalami kesulitan dan kelemahan dalam mempelajari bahasa asing; timbulnya kasus underachiever (remaja yang mempunyai prestasi di bawah kapasitasnya) atau inferiority complex (rasa rendah diri) pada remaja yang tidak pernah tuntas.
- Timbulnya masalah juvenile delinquency dikala keterikatan hidup dalam gang (peers group) tidak terbimbing; tidak senang di rumah bahkan minggat dikala terjadi konflik dengan orang tua.
- Mudah sekali digerakkan untuk melaksanakan kegiatan destruktif yang impulsif untuk melampiaskan ketegangan emosionalnya; ketidakmampuan menegakkan kata hatinya membawa jawaban sukar menemukan identitas pribadinya.
Daftar Pustaka
Fauziah, H. (2004). Pengembangan Program Bimbingan Penyesuaian Sosial. Skripsi Jurusan PPB FIP UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Mappiare, A. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Rinehart & Winston.
Mappiare, A. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Rinehart & Winston.
Syamsuddin, A. (2000). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yusuf, S. (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Yusuf, S. (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Pengertian Penyesuaian Sosial Definisi dan Karakteristiknya
0 Response to "Pengertian Pembiasaan Sosial Definisi Dan Karakteristiknya"
Post a Comment