Kedudukan Sanad Dan Matan Hadits

Kedudukan  Sanad dan Matan Hadits - Para andal hadis sangat hati-hati dalam mendapatkan suatu hadis kecuali apabila mengenal dari siapa mereka mendapatkan setelah benar-benar sanggup dipercaya. Pada umumnya riwayat dari golongan sobat tidak disyaratkan apa-apa untuk diterima periwayatannya. Akan tetapi mereka pun sangat hati-hati dalam mendapatkan hadis .

Kedudukan  Sanad dan Matan Hadits - Pada masa Abu bakar r.a. dan Umar r.a. periwayatan hadis diawasi secara hati-hati dan tidak akan diterima kalau tidak disaksikan kebenarannya oleh seorang lain. Ali bin Abu Thalib tidak mendapatkan hadis sebelum yang meriwayatkannya disumpah.

Meminta seorang saksi kepada perawi, bukanlah merupakan keharusan dan hanya merupakan jalan untuk menguatkan hati dalam mendapatkan yang berisikan itu. Jika dirasa tak perlu meminta saksi atau sumpah para perawi, mereka pun mendapatkan periwayatannya.

Adapun meminta seseorang saksi atau menyeluruh perawi untuk bersumpah untuk membenarkan riwayatnya, tidak dipandang sebagai suatu undang-undang umum diterima atau tidaknya periwayatan hadis. Yang diharapkan dalam mendapatkan hadis ialah adanya kepercayaan penuh kepada perawi. Jika sewaktu-waktu ragu wacana riwayatnya, maka perlu didatangkan saksi/keterangan.

Kedudukan sanad dalam hadis sangat penting, lantaran hadis yang diperoleh/ diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan hadis sanggup diketahui mana yang sanggup diterima atau ditolak dan mana hadis yang sahih atau tidak, untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum Islam. Ada beberapa hadis dan atsar yang membuktikan keutamaan sanad, di antaranya yaitu: 
Diriwayatkan oleh muslim dari Ibnu Sirin, bahwa dia berkata:
Artinya:

Ilmu ini (hadis ini), idlah agama, lantaran itu telitilah orang-orang yang kau mengambil agamamu dari mereka,” 
Abdullah lbnu Mubarak berkata:
  Artinya:
“Menerangkan sanad hadis, termasuk kiprah agama Andaikata tidak diharapkan sanad, tentu siapa saja sanggup menyampaikan apa yang dikehendakinya. Antara kami dengan mereka, ialah sanad. Perumpamaan orang yang mencari hukum-hukum agamanya, tanpa memerlukan sanad, ialah menyerupai orang yang menaiki loteng tanpa tangga.”

Asy-Syafii berkata.
Artinya:
Perumpamaan orang yang mencari (menerima) hadis tanpa sanad, sama dengan orang yang mengumpulkan kayu api di malam hari.

Perhatian terhadap sanad di masa sobat yaitu dengan menghapal sanad-sanad itu dan mereka mempuyai daya ingat yang luar biasa. Dengan adanya perhatian mereka maka terpelihara sunnah Rasul dari tangan-tangan andal bid’ah dan para pendusta. Karenanya pula imam- imam hadis berusaha pergi dan melawat ke banyak sekali kota untuk memperoleh sanad yang terdekat dengan Rasul yang dilakukan sanad ‘aali

Ibn Hazm menyampaikan bahwa nukilan orang kepercayaan dari Orang yang dipercaya hingga hingga kepada Nabi SAW. dengan bersambung-sambung perawi-perawinya ialah suatu keistimewaan dari Allah khususnya kepada orang-orang Islam.

Memperhatikan sanad riwayat ialah suatu keistimewaan dari ketentuan-ketentuan umat Islam.
Pengertian beberapa istilah dalam Ulumul Hadist
Secara garis besar ilmu-ilmu hadits sanggup dibagi menjadi dua, yaitu ilmu hadits riwayat (riwayah) dan ilmu hadits diroyat (diroyah).

Secara garis besar ilmu-ilmu hadis sanggup dikaji menjadi dua, yaitu Ilmu hadis riwayat (riwayah) dan ilmu hadis diroyat (diroyah).
Ilmu hadis riwayah ialah ilmu yang membahas perkembangan hadis kepada Sahiburillah, Nabi Muhammad SAW. dari segi kelakuan para perawinya, mengenai kekuatan hapalan dan keadilan mereka dan dari segi keadaan sanad.

Ilmu hadis riwayah ini berkisar pada bagaimana cara-cara penukilan hadis yang dilakukan oleh para andal hadis, bagaimana cara memberikan kepada orang lain dan membukukan hadis dalam suatu kitab. Dari dua pokok asasi ini, terbitlah berbagai- bagai seperti:

A. IImu Rijalil Hadis

llmu Rijalil Hadis ialah:
Artinya:
Ilmu yang membahas wacana para perawi hadis, baik dari sahabat, tabi’in, maupun dari angkatan sesudahnya .”

Dengan ilmu ini dapatlah kita mengetahui keadaan para perawi mendapatkan hadis dari Rasulullah dan keadaan para perawi yang mendapatkan hadis dari sobat dan seterusnya. Di dalam ilmu ini diterangkan tarikh ringkas dari riwayat hidup para perawi, mazhab yang dipegang oleh para perawi dan keadaan-keadaan para perawi itu dalam mendapatkan hadis.

Sungguh penting sekali ilmu ini dipelajari dengan seksama, lantaran hadis itu terdiri dari sanad dan matan. Maka mengetahui keadaan para perawi yang menjadi sanad merupakan separuh dari pengetahuan. Kitab-kitab yang disusun dalam ilmu ini banyak ragamnya. Ada yang hanya membuktikan riwayat-riwayat ringkas dari para sobat saja. Ada yang membuktikan riwayat-riwayat umum para perawi-perawi, Ada yang membuktikan perawi-perawi yang dipercayai saja, Ada yang membuktikan riwayat- riwayat para perawi yang lemah-lemah, atau para mudallis, atau para pemuat hadis maudu’. Dan ada yang membuktikan sebab-sebab dianggap cacat dan sebab-sebab dipandang adil dengan menyebut kata -kata yang digunakan untuk itu serta martabat perkataan.

Ada yang membuktikan nama-nama yang serupa goresan pena berlainan sebutan yang di dalam ilmu hadis disebut Mu’talif dan Mukhtalif. Dan ada yang membuktikan nama- nama perawi yang sama namanya, lain orangnya, Umpamanya Khalil ibnu Ahmad. Nama ini banyak orangnya. lni dinamai Muttafiq dan Muftariq. Dan ada yang membuktikan nama- nama yang serupa goresan pena dan sebutan, tetapi berlainan keturunan dalam sebutan, sedang dalam goresan pena serupa. Seumpama Muhammad ibnu Aqil dan Muhammad ibnu Uqail. Ini dinamai Musytabah. Dan ada juga yang hanya menyebut tanggal wafat.

Di samping itu ada pula yang hanya membuktikan nama-nama yang terdapat dalam satu-satu kitab saja, atau: beberapa kitab saja. Dalam semua itu para ulama telah berjerih payah menyusun kitab-kitab yang dihajati.
Kitab yang diriwayatkan keadaan para perawi dari golongan sobat ”

Permulaan ulama yang menyusun kitab riwayat ringkas para sahabat, ialah Al-Bukhari (256 H). Kemudian perjuangan itu dilaksanakan oleh Muhammad Ibnu Saad, sehabis itu terdapat beberapa andal lagi, di antaranya, yang penting diterangkan ialah Ibnu Abdil Barr (463 H). Kitabnya berjulukan AI-Istiab.

Pada permulaan era ketujuh Hijrah, Izzuddin ibnul Atsir (630 H) mengumpulkan kitab-kitab yang telah disusun sebelum masanya dalam sebuah kitab besar yang dinamai Usdul Gabah. Ibnu Atsir ini ialah saudara dari Majdudin Ibnu Atsir pengarang An-Nihayah fi GaribiI Hadis. Kitab Izzuddin diperbaiki oleh Ai-Dzahabi (747 H) dalam kitab At-Tajrid.

Sesudah itu pada era kesembilan Hijrah, Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqali menyusun kitabnya yang populer dengan nama AI-Ishabah. Dalam kitab ini dikumpulkan Al- Istiab dengan Usdul Gabah dan ditambah dengan yang tidak terdapat dalam kitab- kitab tersebut. Kitab ini telah diringkaskan oleh As-Sayuti dalam kitab Ainul Ishabah.

Al-Bukhori dan muslim telah, menulis juga kitab yang membuktikan nama-nama sahabi yang hanya meriwayatkan suatu hadis saja yang dinamai Wuzdan.

Kemudian, dalam penggalan ini Yahya ibnu abdul Wahab ibnu Mandah Al-Asbahani (551 H) menulis sebuah kitab yang membuktikan nama-nama sobat yang hidup 120 tahun.

B. Ilmul Jarhi Wat Takdil

Ilmu Jarhi Wat Takdir, pada hakekatnya merupakan suatu penggalan dari ilmu rijalil hadis. Akan tetapi, lantaran penggalan ini dipandang sebagai yang terpenting maka ilmu ini dijadikan sebagai ilmu yang bangkit sendiri. Yang dimaksud dengan ilmul jarhi wat takdil ialah:
Artinya:
Ilmu yang membuktikan wacana catatan-catatan yang dihadapkan pada para perawi dan wacana penakdilannya (memandang adil para perawi) dengan menggunakan kata-kata yang khusus dan wacana martabat-martabat kata-kata itu.

Mencacat para perawi (yakni membuktikan keadaannya yang tidak baik, biar orang tidak terpedaya dengan riwayat-riwayatnya), telah tumbuh semenjak zaman sahabat.

Menurut keterangan Ibnu Adi (365 H) dalam Muqaddimah kitab AI-Kamil, para andal telah menyebutkan keadaan-keadaan para perawi semenjak zaman sahabat. Di antara para sobat yang menyebutkan keadaan perawi-perawi hadis ialah Ibnu Abbas (68 H), Ubadah ibnu Shamit (34 H), dan Anas ibnu Malik (93 H).

Di antara tabi’in ialah Asy Syabi(103 H), Ibnu Sirin (110H), Said Ibnu AI-Musaiyab (94 H). Dalam masa mereka itu, masih sedikit orang yang dipandang cacat. Mulai era kedua Hijrah gres ditemukan banyak orang-orang yang lemah. Kelemahan itu adakalanya lantaran meng-irsal-kan hadis, adakalanya lantaran me- rafa-kan ltadis yang bekerjsama mauquf dan adakalanya lantaran beberapa kesalahan yang tidak disengaja, menyerupai Abu Harun AI-Abdari (143 H).

Sesudah berakhir masa tabi’in, yaitu pada kira-kira tahun 150 Hijrah, para andal mulai menyebutkan keadaan-keadaan perawi, menakdil dan menajrihkan mereka. Di antara ulama besar yang menunjukkan perhatian pada urusan ini, ialah Yahya. ibnu Said Al- Qattan (189H), Abdur Rachman ibnu Mahdi (198 H)”, sehabis itu, Yazid Ibnu Harun(189 H), Abu Daud At-Tahyalisi (204 H), Abdur Razaq bin Human (211 H).Sesudah itu, barulah para andal menyusun kitab-kitab jarah dan takdil. Di dalamnya diterangkan keadaan para perawi, yang boleh diterima riwayatnya dan yang ditolak.

Di antara pemuka-pemuka jarah dan takdil ialah Yahya ibnu Main (233 H), Ahmad ibnu Hanbal (241 H), MUhammad ibnu Saad (230 H),Ali Ibnul Madini (234 H), Abu Bakar ibnu Syaibah (235 H), Ishaq ibnu Rahawaih (237 H). Sesudah itu, Ad-Darimi (255 H),Al-Bukhari (256 H), Al-Ajali(261 H), Muslim (251 H), Abu Zurah (264 H), Baqi ibnu Makhlad (276 H), Abu Zurah Ad-Dimasyqi (281 H).

Kemudian pada tiap-tiap masa terdapat ulama-ulama yang memperhatikan keadaan perawi, hingga hingga pada ibnu Hajar Asqalani (852 H).

Kitab-kitab yang disusun mengenai jarah dan taqdil, ada beberapa macam. Ada yang membuktikan orang-orang yang dipercayai saja, ada yang membuktikan orang-orang yang lemah saja, atau orang-orang yang menadlieskan hadis. dan ada pula yang melengkapi semuanya. Di samping itu, ada yang membuktikan perawi-perawi suatu kitab saja atau beberapa kitab dan ada yang melengkapi segala kitab.

Di antara kitab yang melengkapi semua itu ialah: Kitab Tabaqat Muhammad ibnu Saad Az-Zuhri Al-Basari (23Q H). Kitab ini sangat besar. Di dalamnya terdapat nama-nama sobat nama-nama tabi’in dan orang-orang sesudahnya. Kemudian berusaha pula beberapa ulama besar lain, di antaranya Ali ibnul Madini(234 H), Al-Bukhari, Muslim; Al-Hariwi (301 H) dan ibnu Hatim (327 H). Dan yang sangat mempunyai kegunaan bagi andal hadis dan fiqih ialah At-Takmil susunan Al-Imam ibnu Katsir.

Diantara kitab-kitab yang membuktikan orang-orang yang sanggup dipercayai saja ialah Kitab As-Siqat, karangan Al-Ajaly (261 H) dan kitab As-Siqat karangan Abu Hatim ibnu Hibban Al-Busty. Masuk dalam penggalan ini ialah kitab-kitab yang membuktikan tingkatan penghapal-penghapal hadis. Banyak pula ulama yang menyusun kitab ini, di antaranya, Az-Zahabi, Ibnu Hajar Al-Asqalani dan As-Sayuti.

Diantara kitab-kitab yang membuktikan orang-orang yang lemah-lemah saja ialah: Kitab Ad-Duafa, karangan Al-Bukhari dan kitab Ad- Duafa karangan ibnul Jauzi (587 H)

C. IImu Illail Hadis

Ilmu Illial Hadis, ialah:

Artinya:
Ilmu yang membuktikan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang sanggup mencacatkan hadis.

Yakni menyambung yang munqati, merafakan yang mauqu memasukkan satu hadis ke dalam hadis yang lain dan yang serupa itu Semuanya ini, bila diketahui, sanggup merusakkan kesahihan hadis.

Ilmu ini merupakan semulia-mulia ilmu yang berpautan dengan hadis, dan sehalus- halusnya. Tak sanggup diketahui penyakit-penyakit hadis melainkan oleh ulama yang mempunyai pengetahuan yang tepat wacana martabat-martabat perawi dan mempunyai malakah yang berpengaruh terhadap sanad dan matan-matan hadis.

Di antara para ulama yang menulis ilmu ini, ialah Ibnul Madini (23 H), Ibnu Abi Hatim (327 H), kitab dia sangat baik dan dinamai Kitab Illial Hadis. Selain itu, ulama yang menulis kitab ini ialah AI-lmam Muslim (261 H), Ad-Daruqutni (357 H) dan Muhammad ibnu Abdillah AI-Hakim.

D. Ilmun nasil wal mansuh

Ilmun nasih wal Mansuh, ialah:

Artinya:
ilmu yang membuktikan hadis-hadis yang sudah dimansuhkan dan yang menasihkannya.

Apabila didapati suatu hadis yang maqbul, tidak ada yang menunjukkan perlawanan maka hadis tersebut dinamai Muhkam. Namun kalau dilawan oleh hadis yang sederajatnya, tetapi dikumpulkan dengan gampang maka hadis itu dinamai Mukhatakiful Hadis. Jika tak mungkin dikumpul dan diketahui mana yang terkemudian, maka yang terkemudian itu, dinamai Nasih dan yang terdahulu dinamai Mansuh.

Banyak para andal yang menyusun kitab-kitab nasih dan mam’uh ini, di antaranya Ahmad ibnu Ishaq Ad-Dillary (318 H), Muhammad ibnu Bahar AI-Asbahani (322 H), Alunad ibnu Muhaminad An-Nah-has (338 H) Dan sehabis itu terdapat beberapa ulama lagi yang menyusunnya, yaitu Muhammad ibnu Musa Al-Hazimi (584 H) menyusun kitabnya, yang dinamai Al-lktibar. Kitab AI-Iktibar itu telah diringkaskan oleh Ibnu Abdil Haq (744 H) .

E. Ilmu Asbabi Wuruddil Hadis, ialah:

Ilmu Asbabi Wuruddil Hadis, ialah:

Artinya:
Ilmu yang membuktikan sebab-sebab Nabi yang menurunkan sabdanya dan masa- masanya Nabi menurunkan itu.

Penting diketahui, lantaran ilmu itu menolong kita dalam memahami hadis, sebagaimana ilmu Ashabin Nuzul menolong kita dalam memahami Al-Quran.

UIama yang mula-mula menyusun kitab ini dan kitabnya ada dalam masyarakat iaIah Abu Hafas ibnu Umar Muhammad ibnu Raja Al-Ukbari, dari murid Ahmad (309 H), Dan lalu dituliskan pula oleh Ibrahim ibhu Muhammad, yang populer dengan nama Ibnu Hamzah Al Husaini (1120 H), dalam kitabnya AI-Bayan Wat Tarif yang telah dicetak pada tahun 1329 H

F. Ilmu Talfiqil Hadis

Ilmu Talfiqil Hadis, ialah:

Artinya:Ilmu yang membahas wacana cara mengumpulkan hadis-hadis yang isinya berlawanan.

Cara mengumpulkannya adakalanya dengan menakhsiskan yang ‘amm, atau menaqyidkan yang mutlak, atau dengan memandang banyaknya yangterjadi.

ilmu ini dinamai juga dengan ilmu Mukhtaliful Hadis. Di antara para ulama besar yang telah berusaha menyusun, ilmu ini ialah Al-Imamusy Syafii (204 H), Ibnu Qurtaibah (276 H), At-Tahawi (321 H) dan ibnu Jauzi (597 H). Kitabnya berjulukan At-Tahqiq, kitab ini sudah disyarahkan oleh Al-Ustaz Ahmad Muhammad Syakir dan baik sekali nilainya

• Pembagian Hadits Secara Umum

Hadits yang sanggup dijadikan pegangan ialah hadits yang sanggup diyakini kebenarannya. Untuk mendapatkan hadits tersebut tidaklah gampang lantaran hadits yang ada sangatlah banyak dan sumbernya pun berasal dari banyak sekali kalangan.
Kedudukan  Sanad dan Matan Hadits

0 Response to "Kedudukan Sanad Dan Matan Hadits"

Post a Comment