Sistem Pembuktian Teori dalam Hukum Acara Pidana dan Teori
Ada beberapa sistem atau teori pembuktian, yaitu antara lain:
1) Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Semata (Conviction In Time)Sistem ini menganut aliran bahwa bersalah tidaknya terdakwa terhadap perbuatan yang didakwakan, sepenuhnya tergantung pada evaluasi “keyakinan” hakim semata-mata. Makara bersalah tidaknya terdakwa atau dipidana tidaknya terdakwa sepenuhnya tergantung pada doktrin hakim. Dan doktrin hakim tidak harus timbul atau didasarkan pada alat bukti yang ada.
Ada beberapa sistem atau teori pembuktian, yaitu antara lain:
1) Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Semata (Conviction In Time)Sistem ini menganut aliran bahwa bersalah tidaknya terdakwa terhadap perbuatan yang didakwakan, sepenuhnya tergantung pada evaluasi “keyakinan” hakim semata-mata. Makara bersalah tidaknya terdakwa atau dipidana tidaknya terdakwa sepenuhnya tergantung pada doktrin hakim. Dan doktrin hakim tidak harus timbul atau didasarkan pada alat bukti yang ada.
Sekalipun alat bukti sudah cukup bila hakim tidak yakin, hakim dihentikan menjatuhkan pidana, sebaliknya meskipun alat bukti tidak ada tapi bila hakim sudah yakin, maka terdakwa sanggup dinyatakan bersalah. Akibatnya dalam menetapkan kasus hakim menjadi subyektif sekali.
Sistem pembuktian conviction in time banyak digunakan oleh negara-negara yang memakai sistem peradilan juri (jury rechtspraak) contohnya di Inggris dan Amerika Serikat (Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003: 15).
2) Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasan Yang Logis (Conviction In Raisone)
Sistem pembuktian Convition In Raisone masih juga mengutamakan evaluasi doktrin hakim sebagai dasar satu-satunya alasan untuk menghukum terdakwa, akan tetapi doktrin hakim disini harus disertai pertimbangan hakim yang aktual dan logis, diterima oleh kebijaksanaan pikiran yang sehat.
Keyakinan hakim tidak perlu didukung alat bukti sah lantaran memang tidak diisyaratkan, meskipun alat-alat bukti telah ditetapkan oleh undang-undang tetapi hakim sanggup memakai alat-alat bukti di luar ketentuan undang-undang. Yang perlu menerima klarifikasi ialah bahwa doktrin hakim tersebut harus sanggup dijelaskan dengan alasan yang logis.
Keyakinan hakim dalam sistem pembuktian convition in raisone harus dilandasi oleh “reasoning” atau alasan-alasan. Dan reasoning itu sendiri harus pula “reasonable” yakni berdasarkan alasan-alasan yang sanggup diterima oleh kebijaksanaan dan nalar, tidak semata-mata berdasarkan doktrin yang tanpa batas. Sistem pembuktian ini sering disebut dengan sistem pembuktian bebas.
Sistem pembuktian Convition In Raisone masih juga mengutamakan evaluasi doktrin hakim sebagai dasar satu-satunya alasan untuk menghukum terdakwa, akan tetapi doktrin hakim disini harus disertai pertimbangan hakim yang aktual dan logis, diterima oleh kebijaksanaan pikiran yang sehat.
Keyakinan hakim tidak perlu didukung alat bukti sah lantaran memang tidak diisyaratkan, meskipun alat-alat bukti telah ditetapkan oleh undang-undang tetapi hakim sanggup memakai alat-alat bukti di luar ketentuan undang-undang. Yang perlu menerima klarifikasi ialah bahwa doktrin hakim tersebut harus sanggup dijelaskan dengan alasan yang logis.
Keyakinan hakim dalam sistem pembuktian convition in raisone harus dilandasi oleh “reasoning” atau alasan-alasan. Dan reasoning itu sendiri harus pula “reasonable” yakni berdasarkan alasan-alasan yang sanggup diterima oleh kebijaksanaan dan nalar, tidak semata-mata berdasarkan doktrin yang tanpa batas. Sistem pembuktian ini sering disebut dengan sistem pembuktian bebas.
(Judul artikel ini ialah Sistem Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana dan Teori)
3) Sistem Atau Teori Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif (Positief Wettelijk)
Sistem ini ditempatkan berhadap-hadapan dengan sistem pembuktian conviction in time, lantaran sistem ini menganut aliran bahwa bersalah tidaknya terdakwa didasarkan kepada ada tiadanya alat-alat bukti sah berdasarkan undang-undang yang sanggup digunakan mengambarkan kesalahan terdakwa.
Teori positif wetteljik sangat mengabaikan dan sama sekali tidak mempertimbangkan doktrin hakim. Makara sekalipun hakim yakin akan kesalahan yang dilakukan kepada terdakwa, akan tetapi dalam investigasi di persidangan pengadilan perbuatan terdakwa tidak didukung alat bukti yang sah berdasarkan undang-undang maka terdakwa harus dibebaskan.
Pada pokoknya apabila seorang terdakwa sudah memenuhi cara-cara pembuktian dan alat bukti yang sah berdasarkan undang-undang maka terdakwatersebut sanggup dinyatakan bersalah dan harus dipidana. Kebaikan sistem pembuktian ini, yakni hakim akan berusaha mengambarkan kesalahan terdakwa tanpa dipengaruhi oleh nuraninya sehingga benar-benar obyektif lantaran berdasarkan cara-cara dan alat bukti yang di tentukan oleh undang-undang.
Sistem pembuktian positif yang dicari ialah kebenaran formal, oleh lantaran itu sistem pembuktian ini digunakan dalam aturan program perdata.
Sistem ini ditempatkan berhadap-hadapan dengan sistem pembuktian conviction in time, lantaran sistem ini menganut aliran bahwa bersalah tidaknya terdakwa didasarkan kepada ada tiadanya alat-alat bukti sah berdasarkan undang-undang yang sanggup digunakan mengambarkan kesalahan terdakwa.
Teori positif wetteljik sangat mengabaikan dan sama sekali tidak mempertimbangkan doktrin hakim. Makara sekalipun hakim yakin akan kesalahan yang dilakukan kepada terdakwa, akan tetapi dalam investigasi di persidangan pengadilan perbuatan terdakwa tidak didukung alat bukti yang sah berdasarkan undang-undang maka terdakwa harus dibebaskan.
Pada pokoknya apabila seorang terdakwa sudah memenuhi cara-cara pembuktian dan alat bukti yang sah berdasarkan undang-undang maka terdakwatersebut sanggup dinyatakan bersalah dan harus dipidana. Kebaikan sistem pembuktian ini, yakni hakim akan berusaha mengambarkan kesalahan terdakwa tanpa dipengaruhi oleh nuraninya sehingga benar-benar obyektif lantaran berdasarkan cara-cara dan alat bukti yang di tentukan oleh undang-undang.
Sistem pembuktian positif yang dicari ialah kebenaran formal, oleh lantaran itu sistem pembuktian ini digunakan dalam aturan program perdata.
4) Sistem Atau Teori Pembuktian Menurut Undang-undang Secara Negatif (Negatief Wettelijk Stelsel)
Sistem pembuktian negatief wettelijk terletak antara dua sistem yang berhadap-hadapan, yaitu antara sistem pembuktian positif wettelijk dan sistem pembuktian conviction intime. Artinya hakim hanya boleh menyatakan terdakwa bersalah melaksanakan tindak pidana yang didakwakan apabila dia yakin dan keyakinannya tersebut didasarkan kepada alat-alat bukti yang sah berdasarkan undang-undang.
Dalam sistem negatif wetteljik ada dua hal yang merupakan syarat untuk mengambarkan kesalahan terdakwa, yakni: pertama, Wettelijk yaitu adanya alat-alat bukti yang sah dan ditetapkan oleh undang-undang dan kedua, Negatif, yaitu adanya doktrin (nurani) dari hakim, sehingga berdasarkan bukti-bukti tersebut hakim meyakini kesalahan terdakwa. Antara alat-alat bukti dengan doktrin diharuskan adanya kekerabatan causal (sebab akibat).
Sistem pembuktian negatief wettelijk terletak antara dua sistem yang berhadap-hadapan, yaitu antara sistem pembuktian positif wettelijk dan sistem pembuktian conviction intime. Artinya hakim hanya boleh menyatakan terdakwa bersalah melaksanakan tindak pidana yang didakwakan apabila dia yakin dan keyakinannya tersebut didasarkan kepada alat-alat bukti yang sah berdasarkan undang-undang.
Dalam sistem negatif wetteljik ada dua hal yang merupakan syarat untuk mengambarkan kesalahan terdakwa, yakni: pertama, Wettelijk yaitu adanya alat-alat bukti yang sah dan ditetapkan oleh undang-undang dan kedua, Negatif, yaitu adanya doktrin (nurani) dari hakim, sehingga berdasarkan bukti-bukti tersebut hakim meyakini kesalahan terdakwa. Antara alat-alat bukti dengan doktrin diharuskan adanya kekerabatan causal (sebab akibat).
Daftar Pustaka - Sistem Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana dan Teori
Subekti. 2001. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramita.
Hari Sasangka dan Lily Rosita.2003. Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana. Bandung: Mandar Maju.
Adnan Paslyadja. 1997. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pusat Diktat Kejaksaan Republik Indonesia.
0 Response to "Sistem Pembuktian Teori Dalam Aturan Program Pidana Dan Teori"
Post a Comment