Pengertian Komunikasi Politik Definisi, Makalah, Teori Menurut Para Ahli Nimno - Politik berasal dari kata “polis” yang berarti negara, kota, yaitu secara totalitas merupakan kesatuan antara negara (kota) dan masyarakatnya. Kata “polis” ini bermetamorfosis “politicos” yang artinya kewarganegaraan. Dari kata “politicos” menjadi ”politera” yang berarti hak-hak kewarganegaraan (Sumarno, 1989:8). (Teori Komunikasi Politik Menurut Para Ahli)
Definisi Komunikasi Politik - Secara definitif, ada beberapa pendapat sarjana politik, diantaranya Nimmo (2000:8) mengartikan politik sebagai aktivitas orang secara kolektif yang mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial. Dalam aneka macam hal orang berbeda satu sama lain – jasmani, bakat, emosi, kebutuhan, cita-cita, inisiatif , perilaku, dan sebagainya. Lebih lanjut Nimmo menjelaskan, kadang kala perbedaan ini merangsang argumen, perselisihan, dan percekcokan. Jika mereka menganggap perselisihan itu serius, perhatian mereka dengan memperkenalkan persoalan yang bertentangan itu, dan selesaikan; inilah aktivitas politik.
Bagi Lasswell (dalam Varma, 1995:258), ilmu politik adalah ilmu perihal kekuasaan. Berbeda dengan David Easton dalam Sumarno (1989:8), mendefinisikan politik sebagai berikut:
“Political as a process those developmental processes through which person acquire political orientation and patterns of behavior”
Dalam definisi ini David Easton menitikberatkan bahwa politik itu sebagai suatu proses di mana dalam perkembangan proses tersebut seseorang mendapatkan orientasi politik tertentu dan teladan tingkah laku.
Apabila definisi komunikasi dan definisi politik itu kita kaitkan dengan komunikasi politik, maka akan terdapat suatu rumusan sebagai berikut: Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu imbas sedemikian rupa, sehingga persoalan yang dibahas oleh jenis aktivitas komunikasi ini, sanggup mengikat semua warganya melalui suatu hukuman yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik (Astrid, S. Soesanto, 1980:2).
Mengenai komunikasi politik ini (political communication) Kantaprawira (1983:25) memfokuskan pada kegunaanya, yaitu untuk menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik pikiran intra golongan, institusi, asosiasi, ataupun sektor kehidupan politik masyarakat dengan sektor kehidupan politik pemerintah.
Dengan demikian segala teladan pemikiran, inspirasi atau upaya untuk mencapai pengaruh, hanya dengan komunikasi sanggup tercapainya segala sesuatu yang diharapkan, alasannya ialah pada hakikatnya segala pikiran atau inspirasi dan kebijakan (policy) harus ada yang memberikan dan ada yang menerimanya, proses tersebut ialah proses komunikasi.
Dilihat dari tujuan politik “an sich”, maka hakikat komunikasi politik adalah upaya kelompok insan yang mempunyai orientasi ajaran politik atau ideology tertentu dalam rangka menguasai dan atau memperoleh kekuasaan, dengan kekuatan mana tujuan ajaran politik dan ideology tersebut sanggup diwujudkan.
Lasswell (dalam Varma, 1995:258) memandang orientasi komunikasi politik telah menyebabkan dua hal sangat jelas: pertama, bahwa komunikasi politik selalu berorientasi pada nilai atau berusaha mencapai tujuan; nilai-nilai dan tujuan itu sendiri dibuat di dalam dan oleh proses sikap yang bekerjsama merupakan suatu bagian; dan kedua, bahwa komunikai politik bertujuan menjangkau masa depan dan bersifat mengantisipasi serta berafiliasi dengan masa lampau dan senantiasa memperhatikan bencana masa lalu.
Dalam hal ini, R.S. Sigel (dalam Sumarno, 1989:10) memperlihatkan pandangan sebagai berikut:
“Political socialization refers to the learning process, by which the political norms and behavior acceptable to an ongoing political system are transmitted from generation to generation.”
Dari batasan Sigel ini memperlihatkan bahwa sosialisasi politik bukan hanya menitikberatkan pada penerimaan norma-norma politik dan tingkah laris pada sistem politik yang sedang berlangsung, tapi juga bagaimana merwariskan atau mengalihkan nilai-nilai dari suatu generasi kenegaraan berikutnya.
a. Komunikator politik
Menurut Nimmo, salah satu ciri komunikasi ialah bahwa orang jarang sanggup menghindari dan keturutsertaan. Hanya dihadiri dan diperhitungkan oleh seorang lain pun mempunyai nilai pesan. Dalam arti yang paling umum kita semua ialah komunikator, begitu pula siapa pun yang dalam setting politik ialah komunikator politik (2000:28). Meskipun mengakui bahwa setiap orang boleh berkomunikasi perihal politik, kita mengakui bahwa relatif sedikit yang berbuat demikian, setidak-tidaknya yang melakukannya serta tetap dan sinambung. Mereka yang relatif sedikit ini tidak hanya bertukar pesan politik; mereka ialah pemimpin dalam proses opini. Para komunikator politik ini, dibandingkan dengan warga negara pada umumnya, ditanggapi dengan lebih bersungguh-sungguh bila mereka berbicara dan berbuat.
Sebagai pendukung pengertian yang lebih besar terhadap tugas komunikator politik dalam proses opini, Leonard W. Dood dalam Nimmo (2000:30) menyarankan jenis-jenis hal yang patut diketahui mengenai mereka: ”Komunikator sanggup dianalisis sebagai dirinya sendiri. Sikapnya terhadap khalayak potensialnya, martabat yang diberikannya kepada mereka sebagai manusia, sanggup mempengaruhi komunikasi yang dihasilkannya; jadi kalau ia mengira mereka itu bodoh, ia akan menyesuaikan nada pesannya dengan tingkat yang sama rendahnya. Ia sendiri memiki kemampuan-kemampuan tertentu yang sanggup dikonseptualkan sesuai dengan kemampuan akalnya, pengalamannya sebagai komunikator dengan khalayak yang serupa atau yang tak serupa, dan tugas yang dimainkan di dalam kepribadiannya oleh motif untuk berkomukasi.
Berdasar pada tawaran Doob, terang bahwa komukator atau para komunikator harus diidentifikasi dan kedudukan mereka di dalam masyarakat harus ditetapkan. Untuk keperluan ini Nimmo (2000:30) mengidentifikasi tiga kategori politikus, yaitu yang bertindak sebagai komunikator pilitik, komunikator profesional dalam politik, dan pencetus atau komunikator paruh waktu (part time)
b. Politikus sebagai komunikator Politik
Kelompok pertama ini ialah orang yang bercita-cita untuk memegang jabatan pemerintah dan memegang pemerintah yang harus berkomunikasi perihal politik dan disebut dengan politikus, tak peduli apakah mereka dipilih, ditunjuk, atau jabatan karier, baik jabatan eksekutif, legislatif, atau yudikatif. Pekerjaan mereka ialah aspek aspek utama dalam aktivitas ini. Meskipun politikus melayani beraneka tujuan dengan berkomunkasi, ada dua hal yang menonjol. Daniel katz (dalam Nimmo,2000:30) memperlihatkan bahwa pemimpin politik mengarahkan pengaruhnya ke dua arah, yaitu mempengaruhi alokasi ganjaran dan mengubah struktur sosial yang ada atau mencegah perubahan demikian.
Dalam kewenangannya yang pertama politikus itu berkomunikasi sebagai wakil suatu kelompok; pesan-pesan politikus itu mengajukan dan melindungi tujuan kepentingan politik, artinya komunikator politik mewakili kepentingan kelompoknya. Sebaliknya, politikus yang bertindak sebagai ideologi tidak begitu terpusat perhatiannya kepada mendesakkan tuntutan kelompoknya, ia lebih menyibukkan diri untuk memutuskan tujuan kebijakan yang lebih luas, mengusahakan reformasi dan bahkan mendukung perubahan revolusioner.
Termasuk dalam kelompok ini, politikus yang tidak memegang jabatan dalam pemerintah, mereka juga komunikator politik mengenai persoalan yang lingkupnya nasional dan internasional, persoalan yang jangkauannya berganda dan sempit.
Makara banyak jenis politikus yang bertindak sebagai komunikator politik, namun untuk mudahnya kita klasifikasikan mereka sebagai politikus (1) berada di dalam atau di luar jabatan pemerintah, (2) berpandangan nasional atau sub nasional, dan (3) berurusan dengan persoalan berganda atau persoalan tunggal.
c. Profesional sebagai komunikator politik
Komunikator profesional ialah peranan sosial yang relatif baru, suatu hasil sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya mempunyai dua dimensi utama: munculnya media massa yang melintasi batas-batas rasial, etnis, pekerjaan, wilayah, dan kelas untuk meningkatkan kesadaran identitas nasional; dan perkembangan serta-merta media khusus yang membuat publik gres untuk menjadi konsumen gosip dan hiburan (Nimmo, 2002:33).
Seorang komunikator profesional, berdasarkan James Carey (dalam Nimmo, 2000:33) ialah seorang makelar simbol, orang yang menerjemahkan sikap, pengetahuan, dan minat suatu komunitas bahasa ke dalam istilah-istilah komunitas bahasa yang lain dan berbeda tetapi menarik dan sanggup dimengerti. Komunikator profesional menghubungkan golongan elit dalam organisasi atau kominitas mana pun dengan khalayak umum; secara horizontal ia menghubungkan dua komunitas bahasa yang dibedakan pada tingkat struktur sosial yang sama.
Bagaimanapun, alasannya ialah menjadi komunikator profesional, bukan politikus, profesional yang berkomunikasi menempatkan dirinya terpisah dari tipe-tipe komunikator politik yang lain, terutama pencetus politik.
Daftar Pustaka - Pengertian Komunikasi Politik Definisi, Makalah, Teori Menurut Para Ahli Nimno
Sumarno, A.P. 1989. Dimensi-Dimensi Komunikasi Politik. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Nimmo, Dan. 2000. Komunikasi Politik (Komunikator, Pesan, dan Media). Terjemahan: Tjun Surjaman. Cetakan III, Remadja Rosdakarya, Bandung.
Varma, S.P. 1995. Teori Politik Modern, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Astrid, S. Soesanto. 1980. Komunikasi Sosial di Indonesia. Bina Cipta, Jakarta.
Kantaprawira, Rusadi, 1983. Sistem Politik di Indonesia, Sinar Baru, Bandung
Nimmo, Dan. 2000. Komunikasi Politik (Komunikator, Pesan, dan Media). Terjemahan: Tjun Surjaman. Cetakan III, Remadja Rosdakarya, Bandung.
Varma, S.P. 1995. Teori Politik Modern, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Astrid, S. Soesanto. 1980. Komunikasi Sosial di Indonesia. Bina Cipta, Jakarta.
Kantaprawira, Rusadi, 1983. Sistem Politik di Indonesia, Sinar Baru, Bandung
0 Response to "Pengertian Komunikasi Politik Definisi, Makalah, Teori Berdasarkan Para Mahir Nimno"
Post a Comment