Pengertian Komunikasi Pembangunan, Definisi, Makalah, Artikel, Teori, Latar Belakang - Komunikasi Pembangunan - Dalam ilmu komunikasi telah berkembang suatu spesialisasi mengenai penerapan teori dan konsep komunikasi secara khusus untuk keperluan acara pembangunan yang dikenal dengan sebutan Komunikasi Pembangunan.
Komunikasi pembangunan meliputi studi, analisa, promosi, dan penilaian teknologi komunikasi untuk seluruh sektor pembangunan.
Dalam pengertian yang sempit, komunikasi pembangunan merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan, dan keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas, dengan tujuan semoga masyarakat memahami, menerima, dan berpartisipasi dalam melaksanakan gagasan-gagasan yang disampaikan. Sedangkan dalam arti yang luas, komunikasi pembangunann meliputi kiprah dan fungsi komunikasi (sebagai suatu acara pertukaran pesan secara timbal balik) di antara semua pihak yang terlibat dalam perjuangan pembangunan, terutama antara masyarakat dengan pemerintah, semenjak dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembangunan (Nasution, 1996:92).
Secara pragmatis, Quebral (dalam Nasution, 1996:128) merumuskan bahwa “Komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan planning pembangunan suatu negara”. Dikemukakannya pula bahwa komunikasi pembangunan merupakan salah satu terobosan (break-through) di lingkungan ilmu-ilmu sosial, dan merupakan penemuan yang harus diusahakan semoga diketahui orang dan diterima sebelum ia digunakan.
Selanjutnya Gomez (dalam Nasution, 1996:128) merumuskan komunikasi pembangunan sebagai berikut:
Komunikasi pembangunan merupakan disiplin ilmu dan praktikum komunikasi dalam konteks negara-negara sedang berkembang, terutama kegiatan komunikasi untuk perubahan sosial yang berencana. Komunikasi pembangunan dimaksudkan untuk secara sadar meningkatkan pembangunan manusiawi, dan itu berarti komunikasi yang akan menghapuskan kemiskinan, pengangguran, ketidakadilan.
Bahasan lain wacana konsep teoritis komunikasi pembangunan juga telah dikemukakan oleh beberapa jago lainnya melalui beberapa studi mereka, diantaranya adalah:
1. Studi Daniel Lerner
Lerner dipandang sebagai orang pertama yang melaksanakan studi mengupas wacana hubungan komunikasi dengan pembangunan. Studinya tersebut diterbitkan dengan judul The Passing of Traditional Society pada tahun 1957. Lerner melaksanakan studi di enam negara daerah Timur Tengah, yaitu Turki, Libanon, Mesir, Syria, Yordania, dan Iran. Inti dari studi Lerner yakni menganalisis hubungan antara tingkat urbanisasi dengan tingkat melek huruf, dengan penggunaan media massa dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik. Menurutnya modernisasi suatu bangsa dimulai dari terjadinya urbanisasi, kemudian urbanisasi akan meningkatkan melek huruf, kemudian meningakatkan penggunaan media, yang selanjutnya meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Sebagai patokan bila suatu negara mencapai tingkat urbanisasi 10% maka tingkat melek aksara akan sama-sama meningkat bahkan hingga mencapai 25 % dan demikian hubungan tertinggi dari konsumsi media yakni dengan tingkat melek huruf.
Dalam pengertian yang sempit, komunikasi pembangunan merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan, dan keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas, dengan tujuan semoga masyarakat memahami, menerima, dan berpartisipasi dalam melaksanakan gagasan-gagasan yang disampaikan. Sedangkan dalam arti yang luas, komunikasi pembangunann meliputi kiprah dan fungsi komunikasi (sebagai suatu acara pertukaran pesan secara timbal balik) di antara semua pihak yang terlibat dalam perjuangan pembangunan, terutama antara masyarakat dengan pemerintah, semenjak dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembangunan (Nasution, 1996:92).
Secara pragmatis, Quebral (dalam Nasution, 1996:128) merumuskan bahwa “Komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan planning pembangunan suatu negara”. Dikemukakannya pula bahwa komunikasi pembangunan merupakan salah satu terobosan (break-through) di lingkungan ilmu-ilmu sosial, dan merupakan penemuan yang harus diusahakan semoga diketahui orang dan diterima sebelum ia digunakan.
Selanjutnya Gomez (dalam Nasution, 1996:128) merumuskan komunikasi pembangunan sebagai berikut:
Komunikasi pembangunan merupakan disiplin ilmu dan praktikum komunikasi dalam konteks negara-negara sedang berkembang, terutama kegiatan komunikasi untuk perubahan sosial yang berencana. Komunikasi pembangunan dimaksudkan untuk secara sadar meningkatkan pembangunan manusiawi, dan itu berarti komunikasi yang akan menghapuskan kemiskinan, pengangguran, ketidakadilan.
Bahasan lain wacana konsep teoritis komunikasi pembangunan juga telah dikemukakan oleh beberapa jago lainnya melalui beberapa studi mereka, diantaranya adalah:
1. Studi Daniel Lerner
Lerner dipandang sebagai orang pertama yang melaksanakan studi mengupas wacana hubungan komunikasi dengan pembangunan. Studinya tersebut diterbitkan dengan judul The Passing of Traditional Society pada tahun 1957. Lerner melaksanakan studi di enam negara daerah Timur Tengah, yaitu Turki, Libanon, Mesir, Syria, Yordania, dan Iran. Inti dari studi Lerner yakni menganalisis hubungan antara tingkat urbanisasi dengan tingkat melek huruf, dengan penggunaan media massa dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik. Menurutnya modernisasi suatu bangsa dimulai dari terjadinya urbanisasi, kemudian urbanisasi akan meningkatkan melek huruf, kemudian meningakatkan penggunaan media, yang selanjutnya meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Sebagai patokan bila suatu negara mencapai tingkat urbanisasi 10% maka tingkat melek aksara akan sama-sama meningkat bahkan hingga mencapai 25 % dan demikian hubungan tertinggi dari konsumsi media yakni dengan tingkat melek huruf.
Dikemukakannya pula bahwa sistem komunikasi merupakan indikasi sekaligus biro dari proses perubahan sosial. Perubahan sistem komunikasi masyarakat selalu berjalan satu arah, yaitu dari sistem komunikasi oral (mulut ke mulut) ke media (yang memakai media). Sistem komunikasi oral cocok digunakan masyarakat tradisional sedangkan sistem komunikasi media cocok digunakan masyarakat modern.
2. Studi Mc. Clelland
Studi Mc Clelland berjudul The Achieving Society, yakni wacana dorongan psikologis yang memotivasi suatu masyarakat untuk mencapai kemajuan. Dari hasil studi tersebut Mc Clelland memperoleh beberapa kesimpulan, diantaranya adalah:
2. Studi Mc. Clelland
Studi Mc Clelland berjudul The Achieving Society, yakni wacana dorongan psikologis yang memotivasi suatu masyarakat untuk mencapai kemajuan. Dari hasil studi tersebut Mc Clelland memperoleh beberapa kesimpulan, diantaranya adalah:
- Untuk memajukan suatu masyarakat harus dimulai dengan mengubah sikap mental (attitude) para anggotanya.
- Masyarakat yang membangun dan telah maju didorong oleh kebutuhan untuk pencapaian sesuatu atau need for achievement (n/Ach) melalui banyak sekali susukan komunikasi yang ada di tengah masyarakat.
- Pembangunan ekonomi dipengaruhi oleh percaya diri, berorientasi ke depan, berkopentensi, menyukai risiko, dan lain-lain.
3. Studi Wilbur Schramm
Studi Schramm terfokus pada kedudukan media massa sebagai komunikasi yang terkait peranannya dengan pembangunan. Dalam laporannya yang berjudul Mass Media and National Development: The Role of Information in Developing Countries pada tahun 1964, yang pada pokoknya mengemukakan bahwa media massa sanggup membantu dalam hal:
- Menyebarluaskan gosip wacana pembangunan, yakni perlunya keterangan mengenai pembangunan ke seluruh penjuru masyarat, lantaran pada pokoknya untuk mengubah kehidupan seluruh lapisan masyarakat.
- Mengajarkan melek aksara serta keterampilan lainnya, yakni melaksanakan cara-cara atau kegiatan yang lebih modern dibanding cara-cara dahulu serta bisa melakukannya sendiri.
- Masyarakat berkesempatan turut ambil cuilan dalam pembuatan keputusan di negaranya, yakni masyarakat perlu dimotivai untuk mengubah nasibnya dan mencapai kehidupan yang lebih baik.
Dari pendapat ini memperlihatkan bahwa bagi masyarakat yang ingin maju memerlukan wawasan yang luas sebagai titik tolak untuk mendorong dan menyebarkan hasrat mengubah kehidupan ke arah kemajuan. Perhatian masyarakat perlu difokuskan pada upaya pembangunan sehingga diharapkan kreasi, aspirasi dan keikutsertaan masyarakat sanggup didayagunakan secara lebih bermanfaat.
4. Studi Inkeles dan Smith
Studi kedua jago ini berjudul Becoming Modern: Individual Change in Six Developing Countries pada tahun 1962 hingga tahun 1964, yang memusatkan perhatiannya pada tingkat individual. Temuan studi mereka tersebut mengemukan bahwa ciri-ciri insan modern diantaranya adalah:
4. Studi Inkeles dan Smith
Studi kedua jago ini berjudul Becoming Modern: Individual Change in Six Developing Countries pada tahun 1962 hingga tahun 1964, yang memusatkan perhatiannya pada tingkat individual. Temuan studi mereka tersebut mengemukan bahwa ciri-ciri insan modern diantaranya adalah:
- Terbuka kepada pengalaman baru, artinya selalu berkeinginan untuk mencari atau menemukan sesuatu yang baru.
- Semakin tidak tergantung (independen) kepada banyak sekali bentuk kekuasaan tradisional ibarat suku, raja, dan sebagainya.
- Percaya terhadap ilmu pengetahuan dan kemampuannya menaklukkan alam.
- Berorientasi mobilitas dan ambisi hidup yang lebih tinggi serta mempunyai hasrat untuk meniti tangga karir dan prestasi.
- Memiliki planning jangka panjang dan selalu merencanakan sesuatu jauh ke depan dan memikirkan apa yang akan dicapai.
- Berperan aktif dalam percaturan politik, yang ditandai dengan bergabungnya dalam banyak sekali organisasi, baik yang bersifat kekeluargaan maupun yang lebih luas serta berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat setempat di mana ia berada.
Kesimpulan dari studi Inkeles dan Smith terkait pula dengan pertumbuhan ekonomi, yakni bahwa institusi permodernan ibarat media massa dan sekolah telah membuat insan modern yang sanggup mengisi kiprah karir di banyak sekali institusi modern yang diharapkan untuk pertumbuhan ekonomi. Meskipun pendidikan merupakan variabel yang paling bersahabat korelasinya dengan kemodernan di tingkat individual, makna yang sama juga berlaku pada media massa.
5. Studi Rogers dan Shoemaker
Rogers dan Shoemaker mengemukakan Teori Difusi Inovasi. Teori ini mengkaji pesan-pesan berupa ide-ide ataupun gagasan-gagasan yang baru, yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial.
Difusi penemuan sebagai suatu tanda-tanda kemasyarakatan berlangsung seiring dengan perubahan sosial yang terjadi, dan perubahan sosial pun memotivasi orang untuk menemukan dan menyebarluaskan hal-hal yang baru.
Kehadiran penemuan ke tengah suatu sistem sosial terutama lantaran terjadinya komunikasi antar anggota suatu masyarakat ataupun antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Melalui saluran-saluran komunikasilah terjadi pengenalan, pemahaman, penilaian, yang kelak akan menghasilkan penerimaan ataupun penolakan terhadap suatu inovasi.
Masyarakat yang mendapatkan suatu penemuan tidak terjadi secara serempak. Ada yang memang sudah menanti kedatangannya, lantaran menyadari adanya kebutuhan dan ada yang gres mendapatkan sehabis meyakini benar keuntungan-keuntungan penemuan bahkan ada pula yang tetap bertahan atau menolak penemuan yang bersangkutan.
Menurut Roger dan Shoemaker (dalam Nasution, 1996:112), masyarakat yang mendapatkan penemuan dikelompokkan ke dalam beberapa golongan, sebagai berikut:
5. Studi Rogers dan Shoemaker
Rogers dan Shoemaker mengemukakan Teori Difusi Inovasi. Teori ini mengkaji pesan-pesan berupa ide-ide ataupun gagasan-gagasan yang baru, yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial.
Difusi penemuan sebagai suatu tanda-tanda kemasyarakatan berlangsung seiring dengan perubahan sosial yang terjadi, dan perubahan sosial pun memotivasi orang untuk menemukan dan menyebarluaskan hal-hal yang baru.
Kehadiran penemuan ke tengah suatu sistem sosial terutama lantaran terjadinya komunikasi antar anggota suatu masyarakat ataupun antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Melalui saluran-saluran komunikasilah terjadi pengenalan, pemahaman, penilaian, yang kelak akan menghasilkan penerimaan ataupun penolakan terhadap suatu inovasi.
Masyarakat yang mendapatkan suatu penemuan tidak terjadi secara serempak. Ada yang memang sudah menanti kedatangannya, lantaran menyadari adanya kebutuhan dan ada yang gres mendapatkan sehabis meyakini benar keuntungan-keuntungan penemuan bahkan ada pula yang tetap bertahan atau menolak penemuan yang bersangkutan.
Menurut Roger dan Shoemaker (dalam Nasution, 1996:112), masyarakat yang mendapatkan penemuan dikelompokkan ke dalam beberapa golongan, sebagai berikut:
- Inovator, yaitu mereka yang memang sudah intinya menyenangi hal-hal yang baru, dan rajin melaksanakan percobaan-percobaan.
- Penerima dini (early adopters), yaitu orang-orang yang berpengaruh, tempat teman-teman sekelilingnya memperoleh informasi, dan merupakan orang-orang yang lebih maju dibanding orang sekitarnya.
- Mayoritas dini (early majority), yaitu orang-orang mendapatkan suatu penemuan selangkah lebih dahulu dari rata-rata kebanyakan orang lainnya.
- Mayoritas belakangan (late majority), yakni orang-orang yang gres bersedia mendapatkan suatu penemuan apabila berdasarkan penilaiannya semua orang sekelilingnya sudah menerima.
- Leggards, yaitu lapisan yang paling tamat mendapatkan suatu inovasi.
Dikemukannya pula bahwa dalam mendapatkan suatu inovasi, biasanya seseorang akan melalui sejumlah tahapan, sebagai berikut:
- Tahap Pengetahuan. Tahap dikala seseorang sadar, tahu, bahwa ada sesuatu inovasi.
- Tahap Bujukan.Tahap dikala seseorang sedang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap penemuan yang telah diketahuinya tadi, apakah ia menyukainya atau tidak.
- Tahap Putusan. Tahap dikala seseorang membuat putusan apakah mendapatkan atau menolak penemuan yang dimaksud.
- Tahap Implementasi. Tahap dikala seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya mengenai sesuatu inovasi.
- Tahap Pemastian. Tahap dikala seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang telah diambilnya tersebut.
Suatu penemuan biasanya terdiri dari dua komponen, yakni komponen wangsit dan komponen objek (aspek material atau produk fisik dari wangsit tadi). Setiap penemuan mempunyai komponen ide, namun banyak juga yang tidak mempunyai referensi fisik. Penerimaan terhadap suatu penemuan yang mempunyai kedua komponen tersebut memerlukan adopsi berupa tindakan (action), sedangkan untuk penemuan yang hanya mempunyai komponen ide, pada hakikatnya penerimaannya lebih merupakan suatu putusan simbolik.
b. Peranan Komunikasi dalam Pembangunan
Anggapan masyarakat selama ini yakni bahwa komunikasi tidaklah terlalu penting dalam proses pembangunan. Hal ini disebabkan lantaran teori-teori pembangunan yang dikemukakan para pemikir ekonomi secara umum hanya dikembangkan dalam tradisi teori pertumbuhan ekonomi, yaitu berisi citra mengenai proses perubahan ekonomi yang telah berlangsung di negara-negara maju. Titik tolak teori-teori tersebut selalu bermula dari pemberdayaan faktor-faktor utama produksi, yakni tanah, modal, dan tenaga kerja. Dengan kata lain amat jarang pembahasan yang secara eksplisit mencantumkan wacana komunikasi. Pada beberapa kasus pembahasan komunikasi dalam rangka pembangunan hanya ditempatkan sebagai “hiasan bibir” namun pernyataan-pernyataan tersebut lantas beralih ke teori pertumbuhan ekonomi melulu, seolah-olah itulah klarifikasi yang lengkap dan memadai bahkan ironisnya komunikasi tampak justru ditempatkan sebagai sambungan dari uraian wacana “transportasi”.
Padahal, berdasarkan Frey (dalam Nasution, 1996:81) “kalau diamati dengan teliti, sebetulnya banyak fase dari pertumbuhan ekonomi berdasarkan teori-teori pembangunan tersebut yang merupakan tempat komunikasi memainkan peranan penting”.
Frey memperlihatkan contoh mengenai sistem harga (pricing system) yang sanggup dilihat sebagai suatu sistem komunikasi yang terspesialisasikan, yang menyediakan gosip esensial bagi perhitungan yang rasional untuk perencanaan maupun pola bagi para pembuat keputusan ekonomi di semua tingkatan.
Frey mengusulkan semoga dalam pembahasan wacana pembangunan perlu dihubungkan dengan analisa yang lebih mendalam pada imbas komunikasi yang mempunyai relevansi dengan pembangunan. Dikemukan frey (dalam Nasution, 1996:83) “bahwa sementara ongkos modernisasi boleh jadi demikian besarnya, namun hingga tingkat tertentu sanggup diatasi melalui sistem komunikasi”.
Berkatian dengan tingkat analisanya, Hedebro (dalam Nasution, 1996:79) mengidentifikasi tiga aspek komunikasi dan pembangunan, yakni:
1. Pendekatan yang berfokus pada pembangunan suatu bangsa, dan bagaimana media massa sanggup menyumbang dalam upaya tersebut.
Di sini, politik dan fungsi-fungsi media massa dalam pengertian yang umum merupakan objek studi, sekaligus masalah-masalah yang menyangkut struktur organisasional dan pemilikan, serta kontrol terhadap media. Untuk studi-studi jenis ini, kini digunakan istilah kebijakan komunikasi, dan merupakan pendekatan yang paling luas dan bersifat general (umum).
2. Pendekatan yang juga dimaksudkan untuk memahami peranan media massa dalam pembangunan nasional, namun jauh lebih spesifik.
Media dilihat sebagai pendidik atau guru, idenya yakni bagaimana media massa sanggup dimanfaatkan untuk mengajarkan kepada masyarakat bermacam keterampilan, dan dalam kondisi tertentu mempengaruhi sikap mental dan sikap mereka. Persoalan utama dalam studi jenis ini adalah, bagaimana media massa sanggup digunakan secara paling efisien untuk mengajarkan pengetahuan tertentu bagi masyarakat suatu bangsa.
3. Pendekatan yang berorientasi kepada perubahan yang terjadi pada suatu komunitas lokal atau desa.
Konsentrasinya yakni pada memperkenalkan ide-ide baru, produk dan cara-cara baru, dan penyebarannya di suatu desa atau wilayah. Studi jenis ini mendalami bagaimna acara komunikasi sanggup digunakan untuk mempromosikan penerimaan yang luas akan ide-ide dan produk baru.
Lebih lanjut Hedebro mengemukakan 12 (dua belas ) kiprah yang sanggup dilakukan komunikasi dalam pembangunan, sebagai berikut:
Di sini, politik dan fungsi-fungsi media massa dalam pengertian yang umum merupakan objek studi, sekaligus masalah-masalah yang menyangkut struktur organisasional dan pemilikan, serta kontrol terhadap media. Untuk studi-studi jenis ini, kini digunakan istilah kebijakan komunikasi, dan merupakan pendekatan yang paling luas dan bersifat general (umum).
2. Pendekatan yang juga dimaksudkan untuk memahami peranan media massa dalam pembangunan nasional, namun jauh lebih spesifik.
Media dilihat sebagai pendidik atau guru, idenya yakni bagaimana media massa sanggup dimanfaatkan untuk mengajarkan kepada masyarakat bermacam keterampilan, dan dalam kondisi tertentu mempengaruhi sikap mental dan sikap mereka. Persoalan utama dalam studi jenis ini adalah, bagaimana media massa sanggup digunakan secara paling efisien untuk mengajarkan pengetahuan tertentu bagi masyarakat suatu bangsa.
3. Pendekatan yang berorientasi kepada perubahan yang terjadi pada suatu komunitas lokal atau desa.
Konsentrasinya yakni pada memperkenalkan ide-ide baru, produk dan cara-cara baru, dan penyebarannya di suatu desa atau wilayah. Studi jenis ini mendalami bagaimna acara komunikasi sanggup digunakan untuk mempromosikan penerimaan yang luas akan ide-ide dan produk baru.
Lebih lanjut Hedebro mengemukakan 12 (dua belas ) kiprah yang sanggup dilakukan komunikasi dalam pembangunan, sebagai berikut:
- Komunikasi sanggup membuat iklim bagi perubahan dengan membujukkan nilai-nilai, sikap mental, dan bentuk sikap yang menunjang modernisasi.
- Komunikasi sanggup mengajarkan keterampilan-keterampilan baru, mulai dari baca-tulis ke pertanian, hingga kepada keberhasilan lingkungan, hingga reparasi mobil.
- Media massa sanggup bertindak sebagai pengganda sumber-sumber daya pengetahuan.
- Media massa sanggup mengantarkan pengalaman-pengalaman yang seolah-oleh dialami sendiri, sehingga mengurangi biaya psikis dan hemat untuk membuat kepribadian yang mobile.
- Komunikasi sanggup meningkatkan aspirasi yang merupakan perangsang untuk bertindak nyata.
- Komunikasi sanggup membantu masyarakat menemukan norma-norma gres dan keharmonisan di tengah kehidupan.
- Komunikasi sanggup membuat orang lebih condong untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di tengah kehidupan bermasyarakat.
- Komunikasi sanggup mengubah struktur kekuasaan pada masyarakat yang bercirikan tradisional, dengan membawakan pengetahuan kepada massa. Mereka yang memperoleh infomasi akan menjadi orang yang berarti dan para pemimpin tradisional akan tertantang oleh kenyataan bahwa ada orang-orang lain yang juga mempunyai kelebihan dalam hal mempunyai komunikasi.
- Komunikasi sanggup membuat rasa kebangsaan sebagai sesuatu yang mengatasi kesetiaan-kesetiaan lokal.
- Komunikasi sanggup membantu dominan populasi untuk menyadari pentingnya arti mereka sebagai warga negara, sehingga sanggup membantu meningkatkan acara politik.
- Komunikasi sanggup memudahkan perencanaan dan implementasi program-program pembangunan yang berkaitan dengan kebutuhan penduduk.Komunikasi sanggup membuat pembangunan ekonomi, sosial, dan politik menjadi suatu proses yang berlangsung sendiri (self-perpectuating).
Dalam kaitannya dengan pembangunan nasional suatu bangsa, Schramm (dalam Nasution, 1996:85) merumuskan kiprah pokok komunikasi sebagai berikut:
- Menyampaikan kepada masyarakat, gosip wacana pembangunan nasional, semoga mereka memusatkan perhatian pada kebutuhan akan perubahan, kesempatan dan cara mengadakan perubahan, sarana-sarana perubahan, dan membangkitkan aspirasi nasional.
- Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil cuilan secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, memperluas obrolan semoga melibatkan semua pihak yang akan membuat keputusan mengenai perubahan, memperlihatkan kesempatan kepada para pimpinan masyarakat untuk memimpin dan mendengarkan pendapat rakyat kecil, dan membuat arus gosip yang berjalan lancar dari bawah ke atas.
- Mendidik tenaga kerja yang diharapkan pembangunan, semenjak orang dewasa, hingga anak-anak, semenjak pelajaran baca tulis, hingga keterampilan teknis yang mengubah hidup masyarakat.
Analisa yang paling orisinal dan provokatif yakni komentar Mc Clelland yang mengaitkan komunikasi dengan pembangunan ekonomi, yakni perihal pentingnya opini publik bagi pembangunan. Menurut Mc Clelland (dalam Nasution, 1996:84) bahwa:
Dalam pembangunan ekonomi kekuatan yang merangkum masyarakat yakni bergerak dari tradisi yang melembaga, ke opini publik, yang sanggup mengakomodir perubahan, dan hubungan interpersonal yang spesifik serta fungsional.
Dari pengertian tersebut sanggup dikemukakan bahwa cara-cara yang kaku dan telah tertentu dalam bekerjasama dengan orang lain, diganti dengan pola-pola yang lebih luwes yang diubahsuaikan dengan kebutuhan khusus. Masyarakat kemudian menjadi lebih terbuka dan efektif, lantaran individu-individu sebagai anggota masyarakat sanggup berkomunikasi dengan orang lain untuk keperluan yang spesifik. Keadaan ibarat ini membuat orang berpartisipasi dengan yakin lantaran hubungan atau komuniasi tersebut dikendalikan oleh opini-opini dan impian “orang lain” .
Daftar Pustaka - Pengertian Komunikasi Pembangunan, Definisi, Makalah, Artikel, Teori, Latar Belakang
Nasution, Z. 1996. Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan Penerapannya. Raja Grafika Persada, Jakarta.
0 Response to "Pengertian Komunikasi Pembangunan, Definisi, Makalah, Artikel, Teori, Latar Belakang"
Post a Comment