Pengertian Demokrasi Di Indonesia Makalah, Sejarah, Macam Demokrasi Liberal, Parlementer, Terpimpin, Pancasila

Demokrasi di Indonesia,  Makalah, Sejarah, Macam Demokrasi Liberal, Parlementer ,Terpimpin, Pancasila - Dalam ilmu politik, dikenal dua macam pemahaman wacana demokrasi: pemahaman secara normatif dan pemahaman secara empirik. Untuk pemahaman yang terakhir ini disebut juga sebagai procedural democracy. Dalam pemahaman secara normatif, demokrasi merupakan sesuatu yang secara idiil hendaknya dilakukan atau diselenggarakan oleh sebuah negara, ibarat ungkapan Presiden Amerika Lincoln dalam pidatonya “Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Ungkapan normatif tersebut, biasanya diterjemahkan dalam konstitusi pada masing-masing negara, contohnya Undang-Undang dasar 1945 bagi Pemerintah Republik Indonesia. (Demokrasi di Indonesia)

Pengertian Demokrasi di Indonesia
“Kedaulatan yakni di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat” (Pasal 1 ayat 2).

“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan mulut dan goresan pena dan sebagainya, ditetapkan dengan Undang-Undang” (Pasal 28).


Kutipan pasal-pasal dan ayat-ayat Undang-Undang dasar 1945 di atas merupakan definisi normatif dari demokrasi. Tetapi apa yang normatif belum tentu sanggup dilihat dalam konteks kehidupan politik sehari-hari suatu negara. Oleh sebab itu sangat perlu melihat makna demokrasi secara empirik, yakni demokrasi dalam perwujudannya dalam kehidupan politik praktis.

Kalangan ilmuwan politik telah merumuskan definisi demokrasi secara empirik dengan memakai sejumlah indikator tertentu.  Deliar (dalam Mahfud MD, 2000:19) menganggap demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memperlihatkan pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memperlihatkan ketentuan dalam masalah-masalah pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan negara, oleh sebab kebijakan tersebut menentukan kehidupan rakyat. Pemahaman demokrasi dalam konteks ibarat ini mengizinkan kita untuk mengamati: apakah dalam suatu sistem politik pemerintah memperlihatkan ruang gerak yang cukup bagi warga masyarakatnya untuk melaksanakan partisipasi guna memformulasikan preferensi politik mereka melalui organisasi politik yang ada (Gaffar, 2004:5).

Demokrasi  bisa dipahami sebagai suatu “polity”  di mana semua warga negara menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, mempunyai hak yang sama di depan hukum, dan kebebasan untuk menjalankan agama yang dipeluknya (Sundaussen dalam  Murod, 1999:59).

Sementara Robert Dahl (dalam  Murod, 1999:60) beropini bahwa untuk mencapai demokrasi yang ideal, setidaknya harus terpenuhi lima hal. Pertama, dalam menciptakan keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat, hak istimewa setiap warga negara seharusnya diperhatikan secara seimbang dalam menentukan keputusan terakhir. Kedua, dalam seluruh proses pembuatan keputusan secara kolektif, maka setiap warga negara harus mempunyai kesempatan sama untuk menyatakan hak-hak politiknya. Ketiga, adanya pembeberan kebenaran. Di sini setiap warga negara harus mempunyai peluang yang sama melaksanakan evaluasi yang logis demi mencapai hasil yang diinginkan.

Keempat, adanya kontrol terakhir terhadap agenda. Di sini masyarakat juga harus mempunyai kekuasaan direktur untuk menentukan mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses yang memenuhi tiga hal di atas. Ini untuk menghindari adanya keputusan-keputusan yang dibuat lewat cara-cara yang tidak demokratis. Kelima, pencakupan atas semua elemen masyarakat yang mencakup semua orang cendekia balig cukup akal dalam kaitan dengan penegakan hukum.

Gaffar (2004:7-9) mengemukakan beberapa indikator apakah sebuah political order merupakan sistem yang demokratik atau tidak, yaitu : Pertama Akuntabilitas, dalam demokrasi setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus sanggup mempertanggungjawabkan kebijakan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga harus sanggup mempertanggungjawabkan ucapan atau kata-katanya. Dan yang tidak kalah pentingnya yakni sikap dalam kehidupannya sehari-hari. Kedua rotasi kekuasaan, dalam demokrasi peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai. Jadi, tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup sama sekali. Ketiga rekruitmen politik yang terbuka,  untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, dibutuhkan satu sistem rekruitmen politik terbuka. Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melaksanakan kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut.

Keempat pemilihan Umum, dalam suatu negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara teratur. Setiap warga negara yang sudah cendekia balig cukup akal mempunyai hak untuk menentukan dan dipilih serta bebas memakai haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Kelima menikmati hak-hak dasar, dalam suatu negara yang demokratis, setiap warga masyarakat sanggup menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas, termasuk di dalamnya yakni hak untuk menyatakan pendapat (freedom of expression), hak untuk berkumpul dan beserikat (freedom of assembly), dan hak untuk menikmati pers yang bebas (freedom of the press).

Menurut Urofsky (2001:2-5), ada 11 prinsif yang telah dikenal dan diyakini sebagai kunci untuk memahami bagaimana demokrasi bertumbuh kembang, yaitu :
  1. Prinsif pemerintahan menurut Konstitusi: proses pembuatan undang-undang harus dilakukan dengan aturan-aturan tertetu; harus ada cara yang telah disepakati untuk pembuatan dan pengubahan undang-undang, dan area-area tertentu yang disebut sebagai hak-hak individu yang tidak bisa disentuh oleh kehendak mayoritas. Konstitusi yakni sebuah produk hukum, namun pada dikala yang bersamaan ia harus lebih sekedar hal itu. Ia yakni dokumen organik dari pemerintahan, yang mengatur kekuasaan dari pilar-pilar pemerintahan yang berbeda sekaligus pola batasan kewenangan pemerintah.
  2. Pemilihan Umum yang Demokratis: sebagus apapun sebuah pemerintahan dirancang, ia tak bisa dianggap demokratis kecuali para pejabat yang memimpin pemerintahan itu dipilih secara bebas oleh warga negara dalam cara yang terbuka dan jujur untuk semuanya.
  3. Federalisme, Pemerintahan Negara Bagian dan Lokal: sebuah negara federal mempunyai sebuah keunikan, dimana kekuasaan dan kewenangan dibagi dan dijalankan oleh pemerintahan lokal, negara bagian, dan nasional. Namun bila model ini tak cocok untuk sebuah negara, tetap ada pelajaran yang bisa dipetik. Semakin jauh suatu pemerintahan dari rakyatnya, maka ia semakin kurang efektif dan semakin kurang menerima kepercayaan.
  4. Pembuatan Undang-undang : Kunci pembuatan aturan (undang-undang) yang demokratis tidak terletak pada tata cara atau bagaimana atau bahkan lembaga di mana peraturan itu dihasilkan, melainkan pada sifat keterbukaan prosesnya bagi penduduk dan perlunya pemahaman terhadap keinginan rakyat. 
  5. Sistem peradilan yang independen : Pengadilan bisa menjadi sangat besar lengan berkuasa dalam demokrasi, dan melalui banyak cara ia yakni tangan yang menafsirkan dan memberlakukan aturan-aturan yang ada di konstitusi.
  6. Kekuasaan lembaga kepresidenan : Semua masyarakat modern harus mempunyai pimpinan direktur yang bisa memikul tanggung jawab pemerintahan, mulai dari manajemen sederhana sebuah jadwal hingga menggerakkan angkatan bersenjata untuk membela negara semasa perang.
  7. Peran media yang bebas : Yang terkait dekat dengan hak publik untuk tahu yakni media yang bebas surat kabar, jaringan radio dan televisi yang bisa menginvestigasi jalannya pemerintahan dan melaporkannya tanpa takut adanya penuntutan.
  8. Peran kelompok-kelompok kepentingan : Pemerintah harus memperhatikan dan memberdayakan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat baik itu partai politik maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan guna memberikan kehendak dan tuntutan rakyat.
  9. Hak masyarakat untuk tahu : Dalam demokrasi, pemerintah seharusnya  bersikap terbuka, yang artinya gagasan dan keputusannya harus terbuka bagi pengujian publik secara seksama. Sudah barang tentu tidak semua langkah pemerintah harus dipublikasikan, namun rakyat punya hak untuk mengetahui bagaimana uang pajak  mereka dibelanjakan, apakah penegakan aturan efisien dan efektif, dan apakah wakil-wakil terpilih mereka bertindak secara bertanggungjawab.   
  10. Melindungi hak-hak minoritas : Jika ”demokrasi” diartikan sebagai kehendak mayoritas, maka salah satu duduk kasus besar yakni bagaimana minoritas diperlakukan. Minoritas tidak diartikan sebagai orang-orang yang menentukan lawan dari partai yang memenangkan pemilihan umum, melainkan pada mereka yang jelas-jelas berbeda dengan mayoritas sebab alasan ras, agama, atau ke-etnisan. 
  11. Kontrol sipil atas militer : Dalam demokrasi, militer bukan hanya harus berada di bawah kontrol kewenangan sipil sepenuhnya, namun ia juga harus mempunyai budaya yang menegaskan bahwa tugas tentara yakni sebagai abdi dan bukannya penguasa masyarakat.

Demokrasi di Indonesia
Dalam sejarah politik Indonesia, kita setidaknya mengenal empat macam demokrasi, yaitu demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan, demokrasi  parlementer (repsentatif democracy) , demokrasi terpimpin (guided democracy), dan demokrasi Pancasila (Pancasila democracy) (Gaffar, 2004:10).

a.    Demokrasi Liberal (pemerintahan masa revolusi kemerdekaan) (1945-1949)
Para penyelenggara negara pada awal periode kemerdekaan mempunyai janji yang sangat besar dalam mewujudkan demokrasi politik di Indonesia. Demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan berlangsung dari tahun 1945 hingga tahun 1949, ada beberapa hal yang fundemental yang merupakan peletakan dasar bagi demokrasi di Indonesia periode ini, yaitu :
  1. Political franchise yang menyeluruh. Para pembentuk negara, sudah semenjak semula mempunyai janji yang sangat besar terhadap demokrasi, sehingga ketika kemerdekaan direbut, semua warga negara yang sudah dianggap cendekia balig cukup akal memiliki  hak-hak politik yang sama, tanpa ada diskriminasi yang bersumber dari ras, agama, suku, dan kedaerahan.
  2. Presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi seorang diktator, dibatasi kekuasaannya ketika Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dibuat untuk menggantikan parlementer.
  3. Dengan  maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik, yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah politik kita.  


b.    Demokrasi parlementer
Periode kedua pemerintahan negara Indonesia yakni tahun 1950 hingga 1959, dengan memakai Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Periode pemerintahan dalam masa ini disebut sebagai pemerintahan parlementer, sebab pada masa ini merupakan kejayaan tubuh legislatif dalam sejarah politik Indonesia sebelum masa repormasi. Periode itu sanggup disebut juga sebagai “Representative/Participatory Democracy”.

Masa Demokrasi Parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, hampir semua elemen demokrasi sanggup kita temukan dalam perwujudannya dalam kehidupan politik di Indonesia.
  1. lembaga perwakilan rakyat atau tubuh legislatif memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan.  Perwujudan kekuasaan tubuh legislatif ini  diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepada pihak pemerintah yang menyebabkan kabinet harus meletakkan jabatan.
  2. akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi pada umumnya sangat tinggi. Hal ini sanggup terjadi sebab berfungsinya tubuh legislatif dan juga sejumlah media massa sebagai alat kontrol sosial.
  3. kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sangat besar untuk berkembang secara maksimal. Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem banyak partai (multy patry system). Ada hampir 40 partai politik yang terbentuk dengan tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses rekruitmen, baik pengurus atau pimpinan partainya maupun para pendukungnya.
  4. sekalipun Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali pada tahun 1955, tetapi Pemilihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi.
  5. masyarakat pada umumnya sanggup mencicipi bahwa hak-hak dasar mereka tidak berkurang sama sekali, sekalipun tidak semua warga negara sanggup memanfaatkannya dengan maksimal.
  6. dalam masa pemerintahan parlemeter, daerah-daerah memperoleh otonomi yang cukup, bahkan otonomi yang seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak dalam mengatur kekerabatan kekuasaan antara pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah.


c.    Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Sejak berakhirnya Pemilihan Umum 1955, Presiden Soekarno sudah memperlihatkan tanda-tanda ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu terjadi sebab partai politik sangat berorientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan kurang memperhatikan kepentingan politik nasional secara menyeluruh.

Demokrasi  terpimpin merupakan pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi parlementer. Apa yang disebut dengan demokrasi tidak lain merupakan perwujudan kehendak presiden dalam rangka menempatkan dirinya sebagai satu-satunya institusi yang paling berkuasa di Indonesia. Adapun karakteristik yang utama dari perpolitikan pada kala Demokrasi Terpimpin yakni :
  1. Mengaburnya sistem kepartaian. Kehadiran partai-partai politik, bukan untuk mempersiapkan diri dalam kerangka kontestasi politik untuk mengisi jabatan politik di pemerintahan  (karena Pemilihan Umum tidak pernah dijalankan), tetapi lebih merupakan elemen penopang dari tarik menarik anatara Presiden Soekarno, Angkatan Darat, dan Partai Komunis Indonesia.
  2. Dengan terbentuk DPR-GR, peranan lembaga legislatif dalam sistem politik nasional menjadi semakin lemah. Sebab DPR-GR kemudian lebih merupakan instrumen politik Presiden Soekarno.
  3. Basic human rights menjadi sangat lemah. Soekarno dengan gampang menyingkirkan lawan-lawan politiknya yang tidak sesuai dengan kebijakannya atau yang mempunyai keberanian untuk menentangnya.
  4. Masa Demokrasi Terpimpin yakni masa puncak dari semangat anti-kebebasan pers. Sejumlah surat kabar dan majalah diberangus oleh Soekarno.
  5. Sentralisasi kekuasaan semakin lebih banyak didominasi dalam proses kekerabatan antara pemerintah Pusat dengan pemerintah Daerah. Daerah-daerah mempunyai otonomi yang terbatas.
 dikenal dua macam pemahaman wacana demokrasi Pengertian Demokrasi di Indonesia Makalah, Sejarah, Macam Demokrasi Liberal, Parlementer, Terpimpin, Pancasila


d.     Demokrasi Pancasila (demokrasi dalam Pemerintahan Orde Baru)
Era gres dalam pemerintahan dimulai sehabis melalui masa transisi yang singkat, yaitu antara tahun 1965 samapai 1968, ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Era yang kemudian dikenal sebagai Orde baru.

Orde Baru memperlihatkan pengharapan baru, terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik, dari yang bersifat absolut pada masa Demokrasi Terpimpin di bawah Soekarno menjadi lebih demokratik. Namun kenyataannya tidak ibarat yang diharapkan, pengganti presiden yang absolut ternyata seorang absolut juga.

Ada beberapa indikator demokrasi yang dipakai pada masa demokrasi yang berlabel pancasila ini, yaitu :
  1. Rotasi kekuasaan direktur boleh dikatakan hampir tidak pernah terjadi. Kecuali yang terdapat pada jajaran yang lebih rendah, seperti: gubernur, bupati/ walikota, camat dan kepala desa. Kalaupun ada perubahan, selama pemerintahan Orde Baru hanya terjadi pada jabatan wakil presiden, sementara pemerintahan secara esensial masih tetap sama.
  2. Rekruitmen politik tertutup. Political recruitment merupakan proses pengisian jabatan politik dalam penyelewengan pemerintahan negara. Termasuk di dalamnya yakni jabatan direktur (Presiden disertai dengan para menteri kabinet), legislatif (MPR, DPR, DPRD, Tingkat I, DPRD Tingkat II), dan jabatan lembaga tinggi lainnya.
  3. Pemilihan Umum. Pada masa pemerintahan Orde Baru, Pemilihan Umum telah dilangsungkan sebanyak enam kali, dengan frekwensi yang teratur, yaitu setiap lima tahun sekali. Tetapi, kalau kita mengamati kualitas penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia bisa disimpulkan amat jauh dari semangat demokrasi.  
  4. Basic human rights. Persoalan ini juga masih merupakan hal yang sangat rumit. Sudah bukan menjadi diam-diam umum lagi, bahwa dunia internasional seringkali menyoroti politik berkaitan dekat dengan implementasi duduk kasus hak-hak asasi manusia. Seperti duduk kasus kebebasan pers dan kebebasan menyatakan pendapat.
Daftar Pustaka - Pengertian Demokrasi di Indonesia,  Makalah, Sejarah, Macam Demokrasi Liberal, Parlementer ,Terpimpin, Pancasila

Mahfud MD, Moh. 2003. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia (Studi wacana Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan). Cetakan II, Rineka Cipta, Jakarta.

Gaffar, Afan. 2004. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Cetakan IV, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Murod, Ma’mun. 1999. Menyingkap Pemikiran Politik Gus Dur dan Amien Rais wacana Negara. Raja Grafindo Persada, Jakarta

 Urofsky, M. I. 2001. Jurnal Demokrasi. Office of international Information Program, U.S. Department of State

0 Response to "Pengertian Demokrasi Di Indonesia Makalah, Sejarah, Macam Demokrasi Liberal, Parlementer, Terpimpin, Pancasila"

Post a Comment