Penyebab Anak Putus Sekolah - Hampir di setiap tempat banyak bawah umur yang tidak bisa melanjutkan pendidikan. Pendidikan putus di tengah jalan disebabkan lantaran aneka macam kondisi yang terjadi dalam kehidupan, salah satunya disebabkan oleh kondisi ekonomi orang bau tanah yang memprihatinkan. Disadari bahwa kondisi ekonomi menyerupai ini menjadi penghambat bagi seseorang untuk memenuhi keinginannya dalam melanjutkan pendidikan dan menyelesaikan. Kondisi ekonomi menyerupai ini disebabkan aneka macam faktor, di antaranya orang bau tanah tidak mempunyai pekerjaan tetap, tidak mempunyai keterampilan khusus, keterbatasan kemampuan dan faktor lainnya. (Abuddin Nata, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, ed. 1, cet. 1 (Jakarta: Kencana, 2003), hal. 127)
Pada perspektif lain, kondisi ekonomi masyarakat tentu saja berbeda, tidak semua keluarga mempunyai kemampuan ekonomi yang memadai dan bisa memenuhi segala kebutuhan anggota keluarga. Salah satu efek yang ditimbulkan oleh kondisi ekonomi menyerupai ini ialah orang bau tanah tidak sanggup menyekolahkan anaknya pada jenjang yang lebih tinggi walaupun mereka bisa membiayainya di tingkat sekolah dasar.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya anak putus sekolah (drop out) antara lain adalah:
1. Keadaan Kehidupan Keluarga
Kita ketahui bahwa pendidikan itu tidak hanya berlangsung di sekolah (pendidikan formal), akan tetapi sanggup juga berlangsung di dalam keluarga (pendidikan informal). Keluarga sangat memilih berhasil tidaknya anak dalam pendidikan, lantaran pendidikan yang pertama dan utama diterima oleh anak ialah di dalam keluarga. Begitu anak dilahirkan ke dunia masih dalam keadaan yang sangat lemah dan tidak berdaya, pada ketika ini sangat membutuhkan sumbangan terutama dari kedua orang bau tanah dan anggota keluarga yang lainnya hingga anak menjadi dewasa. Di sinilah anak memperoleh majemuk pengetahuan dan pengalaman, baik yang berupa susah, gembira dan kebiasaan-kebiasaan lain, menyerupai larangan, celaan, kebanggaan dan juga perilaku kepemimpinan orang tuanya, kesemuanya ini ikut mensugesti jiwa anak, baik secara pribadi ataupun tidak langsung. (Farmadi, Selamatkan Anak-Anak dari Putusnya Pendidikan (Semarang: Mujahid Press, 2004), hal. 59)
Jika orang bau tanah selalu memperlihatkan perilaku keras terhadap anak-anaknya, maka anak akan menjadi bimbangan atau ragu-raguan di dalam dirinya, sehingga bagi mereka merupakan malapetaka yang bakal membawanya ke arah kehancuran.
Kehidupan keluarga yang serasi dan penuh dengan rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga sanggup memperlihatkan ketenangan dan kebahagiaan, terutama bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak serta sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pendidikan anak.
Dalam hal ini Winarno Surachmad mengemukakan sebagai berikut:
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama yang memperlihatkan efek terhadap perkembangan anak, keluarga besar atau kecil, keluarga miskin atau berada. Situasi keluarga tenang, hening gembira atau keluarga yang sering cekcok, bersikap keras, ini akan mewarnai perilaku anak, jumlah orang yang tinggal di dalam keluarga tersebut, nenek, paman, bibi, ini juga turut mensugesti perkembangan anak, efek baik tetapi juga jelek sanggup dipelajari anak dalam keluarga. (Winarno Surachmad, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: Departemen P dan K, 1977) hal. 31
)
Dari kutipan di atas sanggup diketahui bahwa keadaan sebuah rumah tangga sangat besar pengaruhnya terhadap proses pendidikan anak, lantaran di dalam keluargalah anak mendapatkan kesan-kesan yang merupakan pengalaman pertama setelah seorang anak dilahirkan. Kalau di dalam rumah tangga sering terjadi pertengkaran antara ibu dan ayah, maka ini akan berakibat pada mentalnya si anak dan akan mengakibatkan keminderannya dalam pergaulan, sehingga anak akan malas pergi ke sekolah bahkan bisa mengakibatkan anak meninggalkan dingklik sekolahnya.
Dalam pendidikan agama, peranan keluarga, terutama ibu ialah sangat dominan. Dalam pepatah Arab disebutkan:
الأُمُّ الْمَدْرَسَةُ الْكُبْرَا وَاْلأَفْضَالَ
Seorang ibu ialah sekolah yang besar dan utama. (Manajemen PT. Arun, Pernik-Pernik…, hal. 130)
Dari pepatah di atas sanggup disimpulkan bahwa ibulah fondasi utama dalam pendidikan anak. Jika ibu berhasil dalam mendidik dan mengasuh anak, berarti beliau telah berhasil membuat bangsa yang baik.
Dari sinilah keluarga sangat memilih pendidikan yang akan memilih corak kehidupan anak. Selanjutnya juga tingkat pendidikan orang bau tanah ikut mempengaruhinya. Hal ini menyerupai sering kita lihat keluarga yang bisa ekonominya dan tidak mempunyai pendidikan, belum tentu bisa berhasil dalam masalah pendidikan bagi anak-anaknya. Sebaliknya keadaan keluarga yang ekonominya kurang tetapi banyaknya pengetahuan yang dimiliki maka sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam bidang pendidikan.
Kemudian dari pada itu kehidupan seorang anak dalam keluarga sangat mendambakan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Disini orang bau tanah dituntut sangat hati-hati dalam memperlihatkan kasih sayang kepada anak-anaknya, biar tidak terlalu dimanjakan.
Dalam hal ini St. Vembriarto mengemukakan bahwa:
Anak yang dimanjakan sering berwatak tidak patuh, tidak sanggup menahan emosinya dan menuntut orang lain secara berlebih-lebihan. Faktor manja dibiasakan dengan hal yang sifatnya tidak mendidik dengan kekhawatiran orang bau tanah terhadap anak yang berlebihan, akan mengantarkan anak tidak suka pergi sekolah. (Vembriarto, Pendidikan Sosial, Jilid II (Yogyakarta Paramita, 1975), hal. 85)
Berdasarkan kutipan di atas sanggup disimpulkan bahwa dalam memperlihatkan kasih sayang kepada anak tidak perlu berlebih-lebihan, lantaran hal itu sanggup menghilangkan rasa tanggung jawab yang ada pada diri anak dan memungkinkan si anak sanggup memperlihatkan sikap-sikap dan cara bertingkah laris yang tidak baik.
Apabila seorang anak yang menerima kasih sayang secara berlebih-lebihan dari keluarganya, maka dalam tindakan mereka sering menuruti kata hatinya sendiri (menurut kehendaknya). Dengan demikian setiap perbuatan yang mereka lakukan kebanyakan cenderung ke arah yang tidak baik, yang sanggup menjadikan dirinya sebagai penjahat, pemalas dan sebagainya. Hal ini sanggup mengakibatkan anak putus sekolah serta terbengkalai pendidikannya lantaran terlalu lalai dengan uang.
2. Keadaan Ekonomi Orang Tua
Lemahnya keadaan ekonomi orang ialah salah satu penyebab terjadinya anak putus sekolah. Apabila keadaan ekonomi orang bau tanah kurang mampu, maka kebutuhan anak dalam bidang pendidikan tidak sanggup terpenuhi dengan baik. Sebaliknya kebutuhan yang cukup bagi anak hanyalah didasarkan kepada kemampuan ekonomi dari orang tuanya, yang sanggup terpenuhinya segala keperluan kepentingan anak terutama dalam bidang pendidikan.
Sayyidina Ali Kw. berkata yang artinya: “Dalam menuntut ilmu ada tiga Al yang harus diperhatikan: 1) Panjang masa dalam menuntut ilmu, 2) Ekonomi yang mendukung, 3) Ada keinginan. Ketiga hal tersebut ialah sejalan”. (Tim Penyusun Peace Education Program, Pendidikan Damai Dalam Perspektif Ulama Aceh (Banda Aceh: PPD, 2005), hal. 208)
Dari perkataan Sayyidina Ali Kw di atas sanggup diambil kesimpulan bahwa, dalam menuntut ilmu masa harus panjang (bukan cuma sebentar dalam menuntut ilmu), kemudian ada harapan dari penerima didik, supaya dalam beliau menuntut ilmu tidak lalai dan tidak mengingat yang lain selain belajar, serta ekonomi yang mendukung, yaitu dalam menuntut ilmu tersebut ekonomilah yang memilih sukses tidaknya pendidikan seseorang serta tinggi rendahnya pendidikan.
Jelas bahwa kondisi ekonomi merupakan faktor pendukung yang paling besar untuk kelanjutan pendidikan anak-anak, lantaran pendidikan juga membutuhkan biaya besar. Selanjutnya Baharuddin M juga menyampaikan bahwa: “Nampaknya di negara kita faktor dana merupakan penghambat utama, untuk mengejar ketinggalan kita dalam dunia pendidikan. Sudah tidak sanggup dipungkiri bahwa tanpa dana yang cukup, tidak akan sanggup diharapkan pendidikan yang sempurna. (Baharuddin M, Putus Sekolah dan Masalah Penanggulangannya (Jakarta: Yayasan Kesejahteraan Keluarga Pemuda 66, 1982), hal 320) Jadi, kurangnya biaya pendidikan, maka akan mengakibatkan pendidikan tertunda.
Bila dilihat dari segi perkembangan zaman kini ini, yaitu biaya pendidikan yang setiap tahun terus meningkat, kebutuhan pokok masyarakat terus meningkatkan harganya sedangkan mata pencahariannya semakin merosot, sehingga keadaan kehidupan semakin sulit dan melarat. Keadaan semacam ini bisa kita lihat secara pribadi di negara kita sendiri Indonesia. Hal menyerupai ini akan mengakibatkan antara lain: anak tidak sanggup melanjutkan pendidikannya lantaran terpaksa membantu orang bau tanah dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh lantaran itulah pendidikan anak terhambat akhir kesibukan-kesibukannya dalam bekerja. (Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan…, hal. 122)
Hal yang menyerupai ini sering terjadi di kalangan keluarga yang kurang bisa dan alhasil pendidikan anak terhambat. Dalam hal ini faktor dana dalam dunia pendidikan sangat menentukan. Jika tanpa adanya dana yang cukup, tidak bisa diharapkan untuk mendapatkan pendidikan yang sempurna. Hal-hal menyerupai inilah yang sanggup menjadikan seorang anak menjadi putus.
3. Keadaan Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan suatu situasi yang sangat erat kaitannya dengan anak putus sekolah. Di mana sekolah itu merupakan suatu forum atau tempat anak memperoleh atau mendapatkan pendidikan dan pengetahuan kepada anak serta berusaha supaya anak sanggup beradaptasi dengan lingkungannya. Di sekolah guru mengajarkan seorang anak untuk bisa bertanggung jawab baik untuk dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat.
Dalam upaya untuk tercapainya tujuan pendidikan faktor-faktor sarana dan prasarana sangat di butuhkan, menyerupai kemudahan gedung, ruangan serta alat-alat sekolah lainnya.
Baharuddin M, mengemukakan bahwa:
Apabila faktor sarana ini tidak terpenuhi, maka banyak murid usia sekolah, maupun mengembangkan tingkat pendidikan yang tidak bisa bersekolah, atau tidak bisa melanjutkan sekolahnya. Bila hal tersebut terjadi berarti “putus sekolah” pun terciptalah dikarenakan faktor tersebut. Yang vital ialah kurangnya pengadaan sarana tempat berguru dan pengadaan guru. (Baharuddin M, Putus Sekolah…, hal. 320)
Berdasarkan kutipan di atas sanggup disimpulkan bahwa sarana ialah penunjang utama dalam hal pendidikan bagi anak, tanpa sarana yang memadai, maka pendidikan anak akan terbengkalai. Sedangkan di negara Republik Indonesia sarana baik gedung sekolah maupun ruangan sekolah masih adanya kekurangan, jumlah gedung atau ruangan yang ada tidak sanggup menampung seluruh aspek usia sekolah, sehingga masih ada anak yang ada lowongan untuk sekolah dan akhirnya si anak terpaksa meninggalkan masa sekolahnya.
Selanjutnya di samping kekurangan masalah sarana dan alat-alat sekolah tersebut di atas, juga masih ada masalah tenaga pengajar, yaitu kurangnya tenaga guru.
Dalam hal ini Baharuddin M mengemukakan bahwa:
Apalagi di kawasan telah di berdiri kemudahan sekolah (sarana).Lalu guru tidak ada, tentu saja sekolah tadi tidak akan terjadi. Dan para murid yang akan bersekolah, terpaksa tidak bersekolah. Kalau saja hal ini terjadi di jenjang lanjutan sekolah, ini berarti mereka disebut sebagai “putus sekolah sebelum bersekolah, dikarenakan oleh kekurangan tenaga guru tadi”. (Baharuddin M, Putus Sekolah…, hal. 322.)
Dari kutipan di atas guru sangat memilih untuk terhindarinya bawah umur putus sekolah. Di samping perlu banyaknya jumlah tenaga pengajar juga sangat diharapkan kemampuan dan sifat-sifat seorang guru yang baik. Guru harus sanggup membuat suasana yang harmonis. Di sekolah para guru sanggup memperlihatkan contoh-contoh yang baik dalam proses pendidikan dan pengajaran pada murid, biar mereka menjadi generasi yang handal dan utuh, beriman, berpegang teguh kepada agama, membela dan bertanggung jawab kepada tanah airnya, berwawasan luas, mempunyai kepribadian yang kuat, senang berguru dan menyayangi orang menyerupai menyayangi dirinya sendiri dan mempunyai semangat gotong-royong.
Dalam hal ini, Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa:
Bagi anak didik, guru ialah referensi teladan yang sangat penting dalam pertumbuhannya, guru ialah orang yang pertama setelah orang bau tanah yang mensugesti training kepribadian anak didik. Apa saja yang dilakukan oleh guru dinilai baik oleh anak dan sebaliknya apa saja yang tidak baik berdasarkan guru juga tidak baik berdasarkan anak. Kaprikornus guru memegang tanggung jawab dan peranan yang amat penting terhadap pendidikan anak dalam rangka pembentukan kepribadiannya menjadi seorang yang bertakwa dan berintelektual. (Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, cet. II (Jakarta: Bulan Bintang, 1980) hal. 18)
Dari pendapat di atas sanggup disimpulkan bahwa guru juga mempunyai peranan sangat penting dalam pendidikan anak. Jika guru tidak ada maka bisa mengakibatkan anak putus sekolah. Jika diperhatikan perihal masalah-masalah tersebut, maka akan tampak persoalannya walaupun masalah itu kelihatannya banyak dan bermacam-macam, tetapi bergotong-royong sanggup dikembalikan kepada sebab-sebab yang sedikit saja.
4. Keadaan Masyarakat
Masalah kehidupan anak bukan saja berlangsung di dalam rumah tangga dan sekolah, tetapi sebahagian besar kehidupannya berada dalam masyarakat yang lebih luas. Kehidupan dalam masyarakat merupakan lingkungan yang ketiga bagi anak yang juga salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan mereka. Karena dalam lingkungan masyarakat inilah anak mendapatkan majemuk pengalaman baik yang sifatnya nyata maupun yang sifatnya negatif. Hal ini memperlihatkan bahwa anak akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain.
A.H. Harahap mengemukakan bahwa:
Lingkungan masyarakat merupakan faktor yang cukup besar lengan berkuasa dalam mensugesti perkembangan anak remaja yang sulit dikontrol pengaruhnya. Orang bau tanah dan sekolah ialah forum yang khusus, mempunyai anggota tertentu, serta mempunyai tujuan dan tanggung jawab yang niscaya dalam mendidik anak. Berbeda dengan masyarakat, di mana di dalamnya terdapat aneka macam macam kegiatan. Berlaku untuk segala tingkatan umur dan ruang lingkup yang sangat luas. (A.H. Harahap, Bina Remaja (Medan: Yayasan Bina Pembangunan Indonesia, 1981), hal. 143 )
Dari kutipan di atas, masyarakat sangat mensugesti perkembangan anak, lantaran di lingkungan masyarakat terdapat aneka macam pengaruh. Pengaruh tersebut ada yang nyata dan ada yang negatif. yang ditimbulkan dari lingkungan masyarakat
Keadaan anak semenjak ia dibesarkan di tengah-tengah masyarakat, maka apa saja yang ditemukan di dalamnya itulah menjadi pedoman yang bakal dicontohinya. Sebagaimana diketahui bahwa insting pada anak cukup kuat, sehingga anak akan sangat gampang terpengaruh oleh tindakan-tindakan yang ada di lingkungan di mana ia berada.
Dalam hal ini Singgih D.Gunarsa dan Ny.Y.Singgih D.Gunarsa mengemukakan bahwa: “Masyarakat sebagai ruang gerak di mana para remaja dalam pengembangan diri, menemukan diri dan tetapkan diri, turut berperan dalam memperlihatkan corak khusus sesuai dengan yang masyarakat”. (Singgih D.Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja (Jakarta: Gunung Mulia, 1985), hal. 87) Namun masyarakat itu sanggup untuk membentuk anak sebagai seorang pilihan dalam masyarakat.
Kaprikornus kehidupan insan di dalam masyarakat adanya korelasi timbal balik dalam mengembangkan, tetapkan dirinya serta turut berperan dalam memperlihatkan corak yang sesuai dengan kehidupan masyarakat yang ada di lingkungannya. di sinilah peranan orang bau tanah sangat diharapkan oleh anak. Sebagai mana yang dikemukakan oleh Sunardi, bahwa:
Dalam pergaulan anak perlu di bekali dan didorong untuk bergaul dan bermasyarakat. Jika ada hal-hal yang membahayakan diri akhir pergaulan dengan teman-teman, maka sebagai orang bau tanah kita harus mengadakan pendekatan dengan memperlihatkan pengertian lantaran akhir dari suatu perbuatan, sehingga anak sanggup menganalisa dengan kemampuan daya nalarnya. (Manajemen PT. Arun, Pernik-Pernik…, hal. 159)
Sejalan dengan hal tersebut di atas, jikalau orang bau tanah kurang memperhatikan perihal kehidupan anak dalam masyarakat, maka segala tindak tanduk dan perilaku serta perbuatan masyarakat yang tidak baik dengan gampang akan diterima oleh anak begitu saja. Hal ini disebabkan lantaran bentuk-bentuk pergaulan dan perbuatan dari suatu masyarakat sanggup mengakibatkan terjadinya kendala dan jawaban terhadap pendidikan anak, dan perkataan dari suatu masyarakat sanggup mengakibatkan terjadinya kendala dan tantangan terhadap pendidikan anak, dengan demikian cepat atau lambatnya hal tersebut sanggup mengakibatkan seorang anak putus sekolahnya.
Dari keterangan di atas sanggup diambil kesimpulan bahwa terjadinya anak putus sekolah disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain keadaan ekonomi orang bau tanah yang tidak stabil, juga sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana ialah salah satu penunjang bagi anak untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Kemudian masyarakat merupakan lingkungan yang ketiga bagi anak yang juga salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan mereka. Karena dalam lingkungan masyarakat inilah anak mendapatkan majemuk pengalaman baik yang sifatnya nyata maupun yang sifatnya negatif. Penyebab Anak Putus Sekolah Makalah, Pengertian
Pada perspektif lain, kondisi ekonomi masyarakat tentu saja berbeda, tidak semua keluarga mempunyai kemampuan ekonomi yang memadai dan bisa memenuhi segala kebutuhan anggota keluarga. Salah satu efek yang ditimbulkan oleh kondisi ekonomi menyerupai ini ialah orang bau tanah tidak sanggup menyekolahkan anaknya pada jenjang yang lebih tinggi walaupun mereka bisa membiayainya di tingkat sekolah dasar.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya anak putus sekolah (drop out) antara lain adalah:
1. Keadaan Kehidupan Keluarga
Kita ketahui bahwa pendidikan itu tidak hanya berlangsung di sekolah (pendidikan formal), akan tetapi sanggup juga berlangsung di dalam keluarga (pendidikan informal). Keluarga sangat memilih berhasil tidaknya anak dalam pendidikan, lantaran pendidikan yang pertama dan utama diterima oleh anak ialah di dalam keluarga. Begitu anak dilahirkan ke dunia masih dalam keadaan yang sangat lemah dan tidak berdaya, pada ketika ini sangat membutuhkan sumbangan terutama dari kedua orang bau tanah dan anggota keluarga yang lainnya hingga anak menjadi dewasa. Di sinilah anak memperoleh majemuk pengetahuan dan pengalaman, baik yang berupa susah, gembira dan kebiasaan-kebiasaan lain, menyerupai larangan, celaan, kebanggaan dan juga perilaku kepemimpinan orang tuanya, kesemuanya ini ikut mensugesti jiwa anak, baik secara pribadi ataupun tidak langsung. (Farmadi, Selamatkan Anak-Anak dari Putusnya Pendidikan (Semarang: Mujahid Press, 2004), hal. 59)
Jika orang bau tanah selalu memperlihatkan perilaku keras terhadap anak-anaknya, maka anak akan menjadi bimbangan atau ragu-raguan di dalam dirinya, sehingga bagi mereka merupakan malapetaka yang bakal membawanya ke arah kehancuran.
Kehidupan keluarga yang serasi dan penuh dengan rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga sanggup memperlihatkan ketenangan dan kebahagiaan, terutama bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak serta sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pendidikan anak.
Dalam hal ini Winarno Surachmad mengemukakan sebagai berikut:
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama yang memperlihatkan efek terhadap perkembangan anak, keluarga besar atau kecil, keluarga miskin atau berada. Situasi keluarga tenang, hening gembira atau keluarga yang sering cekcok, bersikap keras, ini akan mewarnai perilaku anak, jumlah orang yang tinggal di dalam keluarga tersebut, nenek, paman, bibi, ini juga turut mensugesti perkembangan anak, efek baik tetapi juga jelek sanggup dipelajari anak dalam keluarga. (Winarno Surachmad, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: Departemen P dan K, 1977) hal. 31
)
Dari kutipan di atas sanggup diketahui bahwa keadaan sebuah rumah tangga sangat besar pengaruhnya terhadap proses pendidikan anak, lantaran di dalam keluargalah anak mendapatkan kesan-kesan yang merupakan pengalaman pertama setelah seorang anak dilahirkan. Kalau di dalam rumah tangga sering terjadi pertengkaran antara ibu dan ayah, maka ini akan berakibat pada mentalnya si anak dan akan mengakibatkan keminderannya dalam pergaulan, sehingga anak akan malas pergi ke sekolah bahkan bisa mengakibatkan anak meninggalkan dingklik sekolahnya.
Dalam pendidikan agama, peranan keluarga, terutama ibu ialah sangat dominan. Dalam pepatah Arab disebutkan:
الأُمُّ الْمَدْرَسَةُ الْكُبْرَا وَاْلأَفْضَالَ
Seorang ibu ialah sekolah yang besar dan utama. (Manajemen PT. Arun, Pernik-Pernik…, hal. 130)
Dari pepatah di atas sanggup disimpulkan bahwa ibulah fondasi utama dalam pendidikan anak. Jika ibu berhasil dalam mendidik dan mengasuh anak, berarti beliau telah berhasil membuat bangsa yang baik.
Dari sinilah keluarga sangat memilih pendidikan yang akan memilih corak kehidupan anak. Selanjutnya juga tingkat pendidikan orang bau tanah ikut mempengaruhinya. Hal ini menyerupai sering kita lihat keluarga yang bisa ekonominya dan tidak mempunyai pendidikan, belum tentu bisa berhasil dalam masalah pendidikan bagi anak-anaknya. Sebaliknya keadaan keluarga yang ekonominya kurang tetapi banyaknya pengetahuan yang dimiliki maka sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam bidang pendidikan.
Kemudian dari pada itu kehidupan seorang anak dalam keluarga sangat mendambakan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Disini orang bau tanah dituntut sangat hati-hati dalam memperlihatkan kasih sayang kepada anak-anaknya, biar tidak terlalu dimanjakan.
Dalam hal ini St. Vembriarto mengemukakan bahwa:
Anak yang dimanjakan sering berwatak tidak patuh, tidak sanggup menahan emosinya dan menuntut orang lain secara berlebih-lebihan. Faktor manja dibiasakan dengan hal yang sifatnya tidak mendidik dengan kekhawatiran orang bau tanah terhadap anak yang berlebihan, akan mengantarkan anak tidak suka pergi sekolah. (Vembriarto, Pendidikan Sosial, Jilid II (Yogyakarta Paramita, 1975), hal. 85)
Berdasarkan kutipan di atas sanggup disimpulkan bahwa dalam memperlihatkan kasih sayang kepada anak tidak perlu berlebih-lebihan, lantaran hal itu sanggup menghilangkan rasa tanggung jawab yang ada pada diri anak dan memungkinkan si anak sanggup memperlihatkan sikap-sikap dan cara bertingkah laris yang tidak baik.
Apabila seorang anak yang menerima kasih sayang secara berlebih-lebihan dari keluarganya, maka dalam tindakan mereka sering menuruti kata hatinya sendiri (menurut kehendaknya). Dengan demikian setiap perbuatan yang mereka lakukan kebanyakan cenderung ke arah yang tidak baik, yang sanggup menjadikan dirinya sebagai penjahat, pemalas dan sebagainya. Hal ini sanggup mengakibatkan anak putus sekolah serta terbengkalai pendidikannya lantaran terlalu lalai dengan uang.
2. Keadaan Ekonomi Orang Tua
Lemahnya keadaan ekonomi orang ialah salah satu penyebab terjadinya anak putus sekolah. Apabila keadaan ekonomi orang bau tanah kurang mampu, maka kebutuhan anak dalam bidang pendidikan tidak sanggup terpenuhi dengan baik. Sebaliknya kebutuhan yang cukup bagi anak hanyalah didasarkan kepada kemampuan ekonomi dari orang tuanya, yang sanggup terpenuhinya segala keperluan kepentingan anak terutama dalam bidang pendidikan.
Sayyidina Ali Kw. berkata yang artinya: “Dalam menuntut ilmu ada tiga Al yang harus diperhatikan: 1) Panjang masa dalam menuntut ilmu, 2) Ekonomi yang mendukung, 3) Ada keinginan. Ketiga hal tersebut ialah sejalan”. (Tim Penyusun Peace Education Program, Pendidikan Damai Dalam Perspektif Ulama Aceh (Banda Aceh: PPD, 2005), hal. 208)
Dari perkataan Sayyidina Ali Kw di atas sanggup diambil kesimpulan bahwa, dalam menuntut ilmu masa harus panjang (bukan cuma sebentar dalam menuntut ilmu), kemudian ada harapan dari penerima didik, supaya dalam beliau menuntut ilmu tidak lalai dan tidak mengingat yang lain selain belajar, serta ekonomi yang mendukung, yaitu dalam menuntut ilmu tersebut ekonomilah yang memilih sukses tidaknya pendidikan seseorang serta tinggi rendahnya pendidikan.
Jelas bahwa kondisi ekonomi merupakan faktor pendukung yang paling besar untuk kelanjutan pendidikan anak-anak, lantaran pendidikan juga membutuhkan biaya besar. Selanjutnya Baharuddin M juga menyampaikan bahwa: “Nampaknya di negara kita faktor dana merupakan penghambat utama, untuk mengejar ketinggalan kita dalam dunia pendidikan. Sudah tidak sanggup dipungkiri bahwa tanpa dana yang cukup, tidak akan sanggup diharapkan pendidikan yang sempurna. (Baharuddin M, Putus Sekolah dan Masalah Penanggulangannya (Jakarta: Yayasan Kesejahteraan Keluarga Pemuda 66, 1982), hal 320) Jadi, kurangnya biaya pendidikan, maka akan mengakibatkan pendidikan tertunda.
Bila dilihat dari segi perkembangan zaman kini ini, yaitu biaya pendidikan yang setiap tahun terus meningkat, kebutuhan pokok masyarakat terus meningkatkan harganya sedangkan mata pencahariannya semakin merosot, sehingga keadaan kehidupan semakin sulit dan melarat. Keadaan semacam ini bisa kita lihat secara pribadi di negara kita sendiri Indonesia. Hal menyerupai ini akan mengakibatkan antara lain: anak tidak sanggup melanjutkan pendidikannya lantaran terpaksa membantu orang bau tanah dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh lantaran itulah pendidikan anak terhambat akhir kesibukan-kesibukannya dalam bekerja. (Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan…, hal. 122)
Hal yang menyerupai ini sering terjadi di kalangan keluarga yang kurang bisa dan alhasil pendidikan anak terhambat. Dalam hal ini faktor dana dalam dunia pendidikan sangat menentukan. Jika tanpa adanya dana yang cukup, tidak bisa diharapkan untuk mendapatkan pendidikan yang sempurna. Hal-hal menyerupai inilah yang sanggup menjadikan seorang anak menjadi putus.
3. Keadaan Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan suatu situasi yang sangat erat kaitannya dengan anak putus sekolah. Di mana sekolah itu merupakan suatu forum atau tempat anak memperoleh atau mendapatkan pendidikan dan pengetahuan kepada anak serta berusaha supaya anak sanggup beradaptasi dengan lingkungannya. Di sekolah guru mengajarkan seorang anak untuk bisa bertanggung jawab baik untuk dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat.
Dalam upaya untuk tercapainya tujuan pendidikan faktor-faktor sarana dan prasarana sangat di butuhkan, menyerupai kemudahan gedung, ruangan serta alat-alat sekolah lainnya.
Baharuddin M, mengemukakan bahwa:
Apabila faktor sarana ini tidak terpenuhi, maka banyak murid usia sekolah, maupun mengembangkan tingkat pendidikan yang tidak bisa bersekolah, atau tidak bisa melanjutkan sekolahnya. Bila hal tersebut terjadi berarti “putus sekolah” pun terciptalah dikarenakan faktor tersebut. Yang vital ialah kurangnya pengadaan sarana tempat berguru dan pengadaan guru. (Baharuddin M, Putus Sekolah…, hal. 320)
Berdasarkan kutipan di atas sanggup disimpulkan bahwa sarana ialah penunjang utama dalam hal pendidikan bagi anak, tanpa sarana yang memadai, maka pendidikan anak akan terbengkalai. Sedangkan di negara Republik Indonesia sarana baik gedung sekolah maupun ruangan sekolah masih adanya kekurangan, jumlah gedung atau ruangan yang ada tidak sanggup menampung seluruh aspek usia sekolah, sehingga masih ada anak yang ada lowongan untuk sekolah dan akhirnya si anak terpaksa meninggalkan masa sekolahnya.
Selanjutnya di samping kekurangan masalah sarana dan alat-alat sekolah tersebut di atas, juga masih ada masalah tenaga pengajar, yaitu kurangnya tenaga guru.
Dalam hal ini Baharuddin M mengemukakan bahwa:
Apalagi di kawasan telah di berdiri kemudahan sekolah (sarana).Lalu guru tidak ada, tentu saja sekolah tadi tidak akan terjadi. Dan para murid yang akan bersekolah, terpaksa tidak bersekolah. Kalau saja hal ini terjadi di jenjang lanjutan sekolah, ini berarti mereka disebut sebagai “putus sekolah sebelum bersekolah, dikarenakan oleh kekurangan tenaga guru tadi”. (Baharuddin M, Putus Sekolah…, hal. 322.)
Dari kutipan di atas guru sangat memilih untuk terhindarinya bawah umur putus sekolah. Di samping perlu banyaknya jumlah tenaga pengajar juga sangat diharapkan kemampuan dan sifat-sifat seorang guru yang baik. Guru harus sanggup membuat suasana yang harmonis. Di sekolah para guru sanggup memperlihatkan contoh-contoh yang baik dalam proses pendidikan dan pengajaran pada murid, biar mereka menjadi generasi yang handal dan utuh, beriman, berpegang teguh kepada agama, membela dan bertanggung jawab kepada tanah airnya, berwawasan luas, mempunyai kepribadian yang kuat, senang berguru dan menyayangi orang menyerupai menyayangi dirinya sendiri dan mempunyai semangat gotong-royong.
Dalam hal ini, Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa:
Bagi anak didik, guru ialah referensi teladan yang sangat penting dalam pertumbuhannya, guru ialah orang yang pertama setelah orang bau tanah yang mensugesti training kepribadian anak didik. Apa saja yang dilakukan oleh guru dinilai baik oleh anak dan sebaliknya apa saja yang tidak baik berdasarkan guru juga tidak baik berdasarkan anak. Kaprikornus guru memegang tanggung jawab dan peranan yang amat penting terhadap pendidikan anak dalam rangka pembentukan kepribadiannya menjadi seorang yang bertakwa dan berintelektual. (Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, cet. II (Jakarta: Bulan Bintang, 1980) hal. 18)
Dari pendapat di atas sanggup disimpulkan bahwa guru juga mempunyai peranan sangat penting dalam pendidikan anak. Jika guru tidak ada maka bisa mengakibatkan anak putus sekolah. Jika diperhatikan perihal masalah-masalah tersebut, maka akan tampak persoalannya walaupun masalah itu kelihatannya banyak dan bermacam-macam, tetapi bergotong-royong sanggup dikembalikan kepada sebab-sebab yang sedikit saja.
4. Keadaan Masyarakat
Masalah kehidupan anak bukan saja berlangsung di dalam rumah tangga dan sekolah, tetapi sebahagian besar kehidupannya berada dalam masyarakat yang lebih luas. Kehidupan dalam masyarakat merupakan lingkungan yang ketiga bagi anak yang juga salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan mereka. Karena dalam lingkungan masyarakat inilah anak mendapatkan majemuk pengalaman baik yang sifatnya nyata maupun yang sifatnya negatif. Hal ini memperlihatkan bahwa anak akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain.
A.H. Harahap mengemukakan bahwa:
Lingkungan masyarakat merupakan faktor yang cukup besar lengan berkuasa dalam mensugesti perkembangan anak remaja yang sulit dikontrol pengaruhnya. Orang bau tanah dan sekolah ialah forum yang khusus, mempunyai anggota tertentu, serta mempunyai tujuan dan tanggung jawab yang niscaya dalam mendidik anak. Berbeda dengan masyarakat, di mana di dalamnya terdapat aneka macam macam kegiatan. Berlaku untuk segala tingkatan umur dan ruang lingkup yang sangat luas. (A.H. Harahap, Bina Remaja (Medan: Yayasan Bina Pembangunan Indonesia, 1981), hal. 143 )
Dari kutipan di atas, masyarakat sangat mensugesti perkembangan anak, lantaran di lingkungan masyarakat terdapat aneka macam pengaruh. Pengaruh tersebut ada yang nyata dan ada yang negatif. yang ditimbulkan dari lingkungan masyarakat
Keadaan anak semenjak ia dibesarkan di tengah-tengah masyarakat, maka apa saja yang ditemukan di dalamnya itulah menjadi pedoman yang bakal dicontohinya. Sebagaimana diketahui bahwa insting pada anak cukup kuat, sehingga anak akan sangat gampang terpengaruh oleh tindakan-tindakan yang ada di lingkungan di mana ia berada.
Dalam hal ini Singgih D.Gunarsa dan Ny.Y.Singgih D.Gunarsa mengemukakan bahwa: “Masyarakat sebagai ruang gerak di mana para remaja dalam pengembangan diri, menemukan diri dan tetapkan diri, turut berperan dalam memperlihatkan corak khusus sesuai dengan yang masyarakat”. (Singgih D.Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja (Jakarta: Gunung Mulia, 1985), hal. 87) Namun masyarakat itu sanggup untuk membentuk anak sebagai seorang pilihan dalam masyarakat.
Kaprikornus kehidupan insan di dalam masyarakat adanya korelasi timbal balik dalam mengembangkan, tetapkan dirinya serta turut berperan dalam memperlihatkan corak yang sesuai dengan kehidupan masyarakat yang ada di lingkungannya. di sinilah peranan orang bau tanah sangat diharapkan oleh anak. Sebagai mana yang dikemukakan oleh Sunardi, bahwa:
Dalam pergaulan anak perlu di bekali dan didorong untuk bergaul dan bermasyarakat. Jika ada hal-hal yang membahayakan diri akhir pergaulan dengan teman-teman, maka sebagai orang bau tanah kita harus mengadakan pendekatan dengan memperlihatkan pengertian lantaran akhir dari suatu perbuatan, sehingga anak sanggup menganalisa dengan kemampuan daya nalarnya. (Manajemen PT. Arun, Pernik-Pernik…, hal. 159)
Sejalan dengan hal tersebut di atas, jikalau orang bau tanah kurang memperhatikan perihal kehidupan anak dalam masyarakat, maka segala tindak tanduk dan perilaku serta perbuatan masyarakat yang tidak baik dengan gampang akan diterima oleh anak begitu saja. Hal ini disebabkan lantaran bentuk-bentuk pergaulan dan perbuatan dari suatu masyarakat sanggup mengakibatkan terjadinya kendala dan jawaban terhadap pendidikan anak, dan perkataan dari suatu masyarakat sanggup mengakibatkan terjadinya kendala dan tantangan terhadap pendidikan anak, dengan demikian cepat atau lambatnya hal tersebut sanggup mengakibatkan seorang anak putus sekolahnya.
Dari keterangan di atas sanggup diambil kesimpulan bahwa terjadinya anak putus sekolah disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain keadaan ekonomi orang bau tanah yang tidak stabil, juga sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana ialah salah satu penunjang bagi anak untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Kemudian masyarakat merupakan lingkungan yang ketiga bagi anak yang juga salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan mereka. Karena dalam lingkungan masyarakat inilah anak mendapatkan majemuk pengalaman baik yang sifatnya nyata maupun yang sifatnya negatif. Penyebab Anak Putus Sekolah Makalah, Pengertian
0 Response to "Penyebab Anak Putus Sekolah Makalah, Pengertian"
Post a Comment