Perkembangan Manajemen Publik, Artikel, Teori, Sejarah

Perkembangan Administrasi Publik - Perubahan paradigma manajemen pemerintahan telah mendorong perkembangannya manajemen publik yang sangat dinamis mengikuti dinamika lingkungannya. Perubahan paradigma itu antara lain oleh Savas (1983), Osborne (1992), Effendi (1995), Mustopadidjaja (1997), Mifta Thoha (1997) menyampaikan sebagai berikut : (dalam Artikel ini membahas Perkembangan Administrasi Publik, Artikel, Teori, Sejarah)

  1. Perubahan paradigma dari orientasi manajemen pemerintahan yang serba negara menjadi berorientasi pasar. Selama ini manajemen pemerintahan mengikuti paradigma yang lebih mengutamakan kepentingan negara. Kepentingan negara menjadi pertimbangan pertama dan utama untuk mengatasi segala macam duduk kasus yang timbul dimasyarakat. Pasar (dapat berupa rakyat atau masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Sekarang ini, paradigmanya berubah, orientasi manajemen pemerintahan diarahkan kepada pasar. Segala aspirasi masyarakat menjadi lebih penting artinya untuk menjadi materi pertimbangan pemerintah.
  2. Perubahan paradigma dari orientasi manajemen pemerintahan yang otoritarian menjadi berorientasi kepada egelitarian dan demokrasi.
  3. Perubahan paradigama dari sentralisasi kekuasaan menjadi desentralisasi kewenangan.
  4. Perubahan manajemen pemerintahan yang hanya menekankan pada batas-batas dan aturan yang berlaku untuk satu negara tertentu, mengalami perubahan kerah boundryless organization.
  5. Perubahan dari paradigma yang mengikuti tatanan birokrasi Weberian menjadi tatanan birokrasi yang post bureacracy government, atau perubahan dari manajemen pemerintahan yang mengikuti struktur fisik (phsical structure) ke tatanan manajemen pemerintahan berdasarkan pada logical structure. Dengan kata lain, suatu tatanan manajemen negara yang berorientasi pada paperwork menjadi tatanan manajemen negara yang paperles.

Sebagai dampak dari perubahan global, manajemen publik akan mengalami perubahan fundamental terutama tugas dan orientasi yang ingin dicapai. Dalam abad global kita melihat berkembang dan tumbuhnya sistem manajemen publik dan pemerintahan yang semakin efisien, efektif. Pergeseran tugas telah mulai terjadi dimana fungsi pemerintah dalam banyak sekali segi kehidupan ekonomi, sosial telah bergeser dari tugas pemerintah yang begitu besar ke arah mendorong lembaga-lembaga masyarakat/swasta untuk mengambil bab yang besar dalam menjalankan sebagai fungsi-fungsi pelayanan kepada masyarakat (Osborne 1993, Kartasasmita 1996, Kristiadi 1997). Pemeritnah cukup hanya berfungsi sebagai pengarah tidak lagi berfungsi sebagai pengatur yang dominan. Hal ini berimplikasi pada adanya keinginan pemerintah untuk memberdayakan masyarakat dan meningkatkan partisipasi dalam pembangunan.

Perubahan tugas manajemen publik akan selalu seiring dengan dinamika masyarakat dimana sistem manajemen negara itu berada. Frederickson (1983), efektifitas, rasionalitas dan produktivitas, tetapi yang lebih penting ialah manajemen negara harus membuat keadilan sosial, berdasarkan kebutuhan pada semua lapisan masyarakat. Hal ini berarti manajemen negara berusaha untuk merubah kebijakan-kebijakan maupun struktur-struktur yang secara sistematis merintangi terciptanya keadilan sosial.

Administrasi publik mempunyai fungsi untuk menjalankan budi dan program-program kegiatan pemerintahan untuk mecapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keerangka hirarki budi (Bromley: 1984). Sehubungan dengan hal ini perkembangan manajemen publik akan sangat dipengaruhi oleh kondisi perkembangan tuntutan dan aspirasi dan pelayanan kebutuhan masyarakat yang cenderung selalu dinamis.

Nicholas Henry (1995) telah mengidentifikasi alur perkembangan manajemen publik sebagai kajian akademik ke dalam lima paradigma. Paradigma pertama ialah dikhotomi politik manajemen publik, yang antara lain dipelopori oleh Woodrow Wilson (1887 dengan tulisannya yang berjudul The Study of Administration). Paradigma kedua ialah prinsip-prinsip manajemen yang berkembang antara tahun 1927-1937. paradigma ketiga disebut paradigma manajemen publik sebagai ilmu politik. Paradigma keempat, yang berkembang antara tahun 1956 sampai 1970 memandang manajemen publik sebagai ilmu administrasi. Dalam konteks ini terdapat perkembangan untuk menempatkan locus disiplin manajemen publik secara proposial pada akar keilmuan manajemen dan manajemen yang berkembang semenjak Henry Fayol menulis bukunya yang berjudul Industrial and General Administration (1949). Paradigma kelima yang berkembang semenjak tahun 1970, menempatkan manajemen publik sebagai disiplin akademik manajemen publik. Dalam hal ini bahwa manajemen publik telah berkembang sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri.

Administrasi publik yang berkembang sehabis paradigma kelima yang diidentifikasikan oleh Henry berdasarkan Kristiadi (1997) ialah paradigma manajemen pembangunan. Hal ini didasarkan pada temuan-temuan hasil kajian kelompok studi komparatid manajemen (CAG) yang menyebutkan bahwa ”adminsitrasi publik lebih berorientasi untuk mendukung usaha-usaha pembangunan negara-negara yang belum maju”. Pada umumnya proses kegiatan ini disebut sebagai manajemen pembangunan. Sedangkan di negara-negara maju sampaumur ini, manajemen publik lebih diarahkan kepada upaya pencarian bentuk kelembagaan yang tepat, ketatalaksanaan dan aspek kualitas sumebr daya insan aparatus yang pada pada dasarnya ialah reformasi administrasi. Setelah perkembangan paradigma manajemen publik sebagai manajemen pembangunan, berdasarkan Bintoro (1999), paradigma berikutnya ialah mewirausahakan birokrasi yang dipelopori oleh Osborne, Gaebler (1992) dan perkembangan yang terakhir ialah penyeleggaraan kepemerintahan/administrasi publik yang baik (good governance) yang bercirikan kepastian hukum, keterbukaan, akuntability dan konsistensi.

Sementara beberapa teoritir manajemen beropini bahwa peranan manajemen publik harus makin terfokuskan pada upaya menghasilkan barang dan inilah berdasarkan Kristiadi (1997) efisiensi dalam pelayanan publik melalui pengadaan barang-barang publik (public goog) dan pelayanan jasa publik sama pentingnya dengan mekanisme pasar yang dilaksanakan oleh pemerintah yang bercirikan good governance. Untuk mewujudkan hal tersebut, berdasarkan Osborne dan Gaebler (1992), manajemen publik perlu didukung oleh birokrasi yang mempunyai semangant wirausaha.

Perubahan orientasi dan tugas manajemen publik diharapkan untuk merespon dinamika masyarakat yang tinggi terutama dalam membuat pelayanan yang efisien dan efektif serta membuat keadilan sosial bagi warga masyarakat. Hal ini perlukan alasannya ialah manajemen publik berfungsi sebagai instrumen publik untuk membuat kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian fungsi aparatur sebagai pelayanan masyarakat harus secara umum dikuasai dan diutamakan ketimbang fungsi sebagai abdi negara. Kartasasmita (1996) melaksanakan analisis reposisi terhadap paradigma manajemen pembangunan (birokrasi) yang selama 32 tahun mempunyai tugas yang besar dalam pembangunan bangsa, yaitu : perubahan dalam polarisasi: 
  1. Orientasi birokrasi bergeser dari yang berpengaruh kepada yang lemah dan kurang berdaya, 
  2. Birokrasi harus membangun partisipasi rakyat, 
  3. Peranan birokrasi bergeser dari mengendalikan ke mengarahkan, dan 
  4. Birokrasi harus mengembangakan keterbukaan dan kebertanggungjawaban.

Senada dengan itu, Moestopadijaja (1998) menyampaikan bahwa penyelenggaraan pemerintahan ke depan harus didasarkan pada prinsip-prinsip: pemberdayaan, pelayanan, partisipasi, kemitraan, dan desentralisasi.

Fungsi pemberdayaan, aparatur pemerintah tidak harus berupaya melaksanakan sendiri, tetapi mengarahkan (steering rather then rowing). Sesuatu yang sudah bisa dilakukan oleh masyarakat, jangan dilakukan oleh pemerintah. Apabila masyarakat atau sebagian dari mereka belum bisa atau tidak berdaya, maka harus diberdayakan (empowering). Pemberdayaan berarti pula memberi tugas kepada masyarakat lapisan bawah di dalam keikutsertaannya dalam proses pembangunan.

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat dalam pambangunan, tugas pemerintah sanggup ditingkatkan antara lain melalui (a) pengurangan hambatan dan kendala-kendala bagi kreativitas dan partisipasi masyarakat, (b) ekspansi kanal pelayanan untuk menunjang beerbagai kegiatan sosial ekonomi masyrakat, dan (c) pengembangan proses untuk lebih menunjukkan kesempatan kepada masyarakat berguru dan berperan aktif (social learning process) dalam memamfaatkan dan mendayagunakan sumber daya produktif yang tersedia sehingga mempunyai nilai tamabah guna meningkatkan kesejahteraan mereka.

Upaya pemberdayaan memerlukan semangat untuk melayani (a spirit of public services), dan menjadi kawan masyarakat (partner of society); yaitu melaksanakan kerjasama dengan masyarakat Esman dalam Moestopadidjaja (1997). Hal ini memerlukan perubahan sikap yang antara lain sanggup dilakukan melalui pembudayaan aba-aba etik (code of ethical conducts) yang didasarkan pada sumbangan lingkungan (enabling strategy) yang diterjamahkan dalam standar tingkah laku yang sanggup diterima umum dan dijadikan pola sikap aparatur pemerintah.

Di samping itu, dalam pelaksanaan aba-aba etik tersebut, aparatur dan sistem manajemen publik harus bersikap terbuka, transparan dan accountable, untuk mendorong para pemimpin dan seluruh sumber daya insan aparatur menjadi berwibawa, higienis dan menjadi panutan bagi masyarakat.

Pelayanan berarti pula semangat dedikasi yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan dalam membangun yang dimanifestasikan antara lain dalam sikap melayani, bukan dilayani, mendorong bukan menghambat, mempermudah bukan mempersulit, sederhana bukan berbelit-belit, terbuka untuk setiap orang bukan hanya untuk segelintir orang. Dengan demikian makna manajemen publik sebagai wahana penyelenggaraan pemerintahan negara yang harus melayani publik harus benar-benar dihayati para penyelenggara pemerintahan negara.

Partisipasi masyarakat harus diikutsertakan dalam proses menghasilkan public good atau services dengan membuatkan pola kemitraan dan kebersamaan dan bukan semata-mata dilayani. Untuk itulah kemampuan masyarakat harus diperkuat (empowering rather than serving), kepercayaan masyarakat harus meningkat dan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi harus ditingkatkan.

Upaya pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha, peningkatan partisipasi dan kemitraan sangat memerlukan keterbukan birokrasi pemerintah, juga disamping itu memerlukan langkah-langkah yang tegas dalam mengurangi peraturan dan mekanisme yang menghambat kreativitas dan aktivtas mereka dan memebri kesempatan kepada masyarakat untuk sanggup berperan serta dalam proses penyusunan peraturan kebijaksanaan, pelaksanaan, pengawasan pembangunan.

 Perubahan paradigma manajemen pemerintahan telah mendorong perkembangannya manajemen p Perkembangan Administrasi Publik, Artikel, Teori, Sejarah


Inti dari perubahan tugas dan orientasi manajemen publik ialah bahwa bentuk organisasi birokrasi yang ada kini harus berubah sesuai dengan tuntutan perubahan itu sendiri, yaitu bentuk organisasi yang terbuka, fleksibel, ramping atau pipih (flat), efisiensi dan rasional, terdesentralisasi, kaya fungsi miskin struktur sehingga memungkin organisasi birokrasi lebih cepat mengikuti keadaan dengan perubahan lingkungan. Bahkan berdasarkan Mc Kinsey (Kristiadi:1997) desain organisasi kedepan dicirikan oleh 7 S, yaitu: 
  • (1) system, 
  • (2) structure, 
  • (3) strategy, 
  • (4) staff, 
  • (5) skill, 
  • (6) leadership style, dan 
  • (7) share value. 

Aspek sistem mencakup pemahaman terhadap visi dan misi organisasi berdasarkan tuntutan perubahan lingkungan, nilai dan budaya yang dimiliki organisasi yang menjadi ciri khas organisasi dan sekaligus menjadi perekat dan motivasi anggota organisasi untuk membuatkan banyak sekali acara keorganisasian baik dalam melaksanakan hubungan secara internal maupun dalam melaksanakan hubungan eksternal. Sedangkan aspek taktik mencangkup kemampuan organisasi mengikuti keadaan dengan perubahan lingkungan, pemahaman kemampuan memanfaatkan peluang, tantangan, bahaya dan kelemahan serta kekuatan yang dimiliki organisasi sanggup mengikuti keadaan dengan perubahan tersebut dan pada kesannya sanggup survie dan meraih kemampuan kompetitif. Aspek soft struktur organisasi mencakup staff, skill, style, dan share value menyarakatkan proses pembelajaran yang secara terus menerus untuk mencapainya. Administrasi publik (Birokrasi) ke depan harus menata kembali visi, misi tujuan, sasaran dan taktik pencapaiannya dalam rangka menunjukkan pelayanan publik yang cepat, efisien, terbuka, dan akuntabel.


Daftar Pustaka - Perkembangan Administrasi Publik, Artikel, Teori, Sejarah

Osborne, David, Ted, Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi: Mentransformasikan Semangat Wirausaha ke Dalam Sektor Publik, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1992.

Savas, E. S., Privatization : The Key to Better Government, Chatham House Publisher, Inn., New Jersey, 1987.

Kartasasmita, Ginanjar, Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta, 1997.

Kristiadi, J.B, Persfektif Administrassi Publik Menghadapi Tantangan Abad 21, Jurnal Administrasi dan Pembangunan, Edisi, Khusus, Volume I No. 2, 1997.

Frederickson, H., George, Administrasi Negara Baru, LP3ES, Jakarta, 1984.

Henry, Nicholas, Administrasi Negara dan Masalah-masalah Publik, Rajawali Press, Jakarta 1995.

Mustopadidjaja, AR & Bintoro, Tjokroamodjojo, Administrasi Negara, Demokrasi dan Masyarakat Madani, LAN, Jakarta, 1999

Perkembangan Administrasi Publik, Artikel, Teori, Sejarah

0 Response to "Perkembangan Manajemen Publik, Artikel, Teori, Sejarah"

Post a Comment