PEMBELAJARAN FISIK-MOTORIK ANAK USIA 3 – 6 TAHUN
Masa usia dini yakni masa emas (golden age) dalam rentang perkembangan seorang individu. Pada masa ini, anak mengalami tumbuh kembang yang luar biasa, baik dari segi fisik-motorik, emosi, kognitif, maupun psikososial. Periode ini merupakan masa yang sangat mendasar bagi kehidupan, dimana pada masa ini proses perkembangan berjalan dengan pesat, terutama yang paling menonjol yakni perkembangan aspek fisik-motoriknya.
Tinjauan Teori Perkembangan Fisik MotorikMasa usia dini yakni masa emas (golden age) dalam rentang perkembangan seorang individu. Pada masa ini, anak mengalami tumbuh kembang yang luar biasa, baik dari segi fisik-motorik, emosi, kognitif, maupun psikososial. Periode ini merupakan masa yang sangat mendasar bagi kehidupan, dimana pada masa ini proses perkembangan berjalan dengan pesat, terutama yang paling menonjol yakni perkembangan aspek fisik-motoriknya.
Fisik atau tubuh insan merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode prenatal (dalam kandungan). Kuhlen dan Thompson (dalam Yusuf, 2002), mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu mencakup 4 (empat) aspek, yaitu (1) sistem syaraf yang sangat menghipnotis perkembangan kecerdasan emosi; (2) otot-otot yang menghipnotis perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) kelenjar endokrin, yang menimbulkan munculnya pola-pola tingkah laris baru; dan (4) struktur fisik atau tubuh yang mencakup tinggi, berat, dan proporsi.
Menurut Suyanto (2005), perkembangan fisik ditujukan biar tubuh anak tumbuh dengan baik sehingga sehat dan berpengaruh jasmaninya. Perkembangan fisik juga ditujukan untuk berbagi 5 (lima) aspek yang mencakup (1) kekuatan (strength); (2) ketahanan (endurance); (3) kecepatan (speed); (4) kecekatan (agility); dan (5) keseimbangan (balance). Dengan jasmani yang sehat, dibutuhkan anak bisa berbagi kelima aspek tersebut.
Perkembangan fisik sangat terkait erat dengan perkembangan motorik anak. Perkembangan motorik merupakan perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerakan tubuh yang erat kaitannya dengan perkembangan sentra motorik di otak. Hurlock (2000) menyampaikan bahwa perkembangan motorik yakni perkembangan gerakan jasmaniah melalui aktivitas sentra syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi. Jadi, perkembangan motorik merupakan aktivitas yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord. Perkembangan motorik yakni proses yang sejalan dengan bertambahnya usia secara sedikit demi sedikit dan berkesinambungan, dimana gerakan individu meningkat dari keadaan sederhana, tidak terorganisir, dan tidak terampil, ke arah penguasaan keterampilan motorik yang kompleks dan terorganisasi dengan baik.
Perkembangan motorik mencakup perkembangan otot-otot berangasan (gross muscle) atau motorik berangasan dan perkembangan otot-otot halus (fine muscle) atau motorik halus. Motorik berangasan yakni gerakan tubuh yang memakai otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik turun tangga, dan sebagainya.
Sedangkan motorik halus yakni gerakan yang memakai otot-otot halus. Otot ini berfungsi untuk melaksanakan gerakan-gerakan, bagian-bagian tubuh yang lebih spesifik, ibarat menulis, kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting, dan sebagainya. Keterampilan motorik ini membutuhkan kecermatan dan koordinasi mata dengan tangan. Kedua kemampuan motorik tersebut sangat penting dikembangkan biar anak bisa berkembang dengan optimal.
Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak dan kematangan syaraf. Otaklah yang mengendalikan setiap gerakan yang dilakukan anak. Semakin matangnya perkembangan sistem syaraf otak yang mengatur otot, memungkinkan berkembangnya kompetensi atau kemampuan motorik anak.
Pada ketika anak lahir hanya mempunyai otak seberat 2,5 % dari berat otak orang dewasa. Syaraf-syaraf yang ada di susunan syaraf sentra belum berkembang dan berfungsi sesuai perkembangannya. Sejalan dengan perkembangan fisik dan usia anak, syaraf-syaraf yang berfungsi mengontrol gerakan motorik mengalami proses neurological maturation. Syaraf-syaraf yang berfungsi mengontrol gerakan motorik mencapai kematangannya dan menstimulasi aneka macam aktivitas motorik yang dilakukan anak secara luas. Otot besar yang mengontrol gerakan motorik berangasan ibarat berjalan, berlari, melompat dan berlutut, berkembang lebih cepat apabila dibandingkan dengan otot halus yang mengontrol aktivitas motorik halus, diantaranya memakai jari-jari tangan untuk menyusun puzzle, memegang gunting, atau memegang pensil. Pada waktu bersamaan persepsi visual motorik anak ikut berkembang dengan pesat, ibarat menuang air ke dalam gelas, menggambar, mewarnai dengan tidak keluar garis. Di usia 5 tahun anak telah mempunyai kemampuan motorik yang bersifat kompleks yaitu kemampuan untuk mengkombinasikan gerakan motorik dengan seimbang, ibarat berlari sambil melompat, dan mengendarai sepeda.
Thelen (dalam Vasta, Haith & Miller, 1999), mengemukakan bahwa perkembangan keterampilan motorik anak merupakan hasil dari faktor bawaan (genetik) dan lingkungan. Meskipun berkembangnya keterampilan motorik ini melalui tahapan yang terperinci dan sanggup diprediksikan, namun faktor biologis (kematangan) sangat menghipnotis penguasaan anak terhadap kemampuan motorik tersebut. Demikian pula latihan dan pengalaman yang diperoleh anak dari lingkungan juga menghipnotis perkembangan keterampilan motorik anak. Bayi usia 10 bulan yang mendapat stimulasi lebih banyak dalam berguru berjalan akan lebih cepat menguasai keterampilan tersebut daripada bayi yang tidak mendapat stimulasi pada usia yang sama.
Penjelasan lebih mendalam dan secara detail wacana sistematika penguasaan keterampilan motorik anak dijelaskan pula oleh Thelen dengan memakai pendekatan Dynamic System Theory (dalam Parke & Locke, 1999). Secara lebih luas, Thelen menyatakan bahwa penguasaan keterampilan motorik sangat ditentukan oleh aneka macam macam faktor, yaitu faktor emosi, persepsi, perhatian, motivasi, postur dan anatomi tubuh. Menurutnya, seluruh komponen tersebut harus sudah “siap” (matang) sebelum anak berguru menguasai keterampilan gres (dalam Parke & Locke, 1999). Ketika anak dimotivasi untuk melaksanakan sesuatu, mereka sanggup membuat kemampuan motorik yang baru. Kemampuan gres tersebut merupakan hasil dari banyak faktor, yaitu perkembangan sistem syaraf, kemampuan fisik yang memungkinkannya untuk bergerak, keinginan anak yang memotivasinya untuk bergerak, dan lingkungan yang mendukung pemerolehan kemampuan motorik anak. Misalnya, anak akan mulai berjalan kalau sistem syarafnya sudah matang, proporsi kaki sudah cukup berpengaruh menopang tubuhnya, dan anak sendiri ingin berjalan untuk mengambil mainannya. Ini memperlihatkan bahwa interaksi dari aneka macam macam faktor tersebut menimbulkan munculnya keterampilan motorik yang gres bagi anak.
Teori tersebut juga menjelaskan bahwa untuk membangun kemampuan motorik anak harus mempersepsikan sesuatu di lingkungannya yang memotivasi mereka untuk melaksanakan sesuatu dan memakai persepsi mereka tersebut untuk bergerak. Kemampuan motorik merepresentasikan keinginan anak. Misalnya ketika anak melihat mainan yang beraneka ragam, anak mempersepsikan dalam otaknya bahwa ia ingin memainkannya. Persepsi tersebut memotivasi anak untuk melaksanakan sesuatu, yaitu bergerak untuk mengambilnya. Akibat gerakan tersebut, anak berhasil mendapat apa yang ditujunya yaitu mengambil mainan yang menarik baginya.
0 Response to "Tinjauan Teori Perkembangan Fisik Motorik"
Post a Comment