Hikmah Puasa di Bulan Ramadhan Bersama Keluarga Tercinta di Hampung Halaman
Matahari tanpa dongeng tiba-tiba warna kampungku menjelma warna favourite adikku yaitu warna oranye, membuktikan waktu sudah hampir menjelang magrib, matahari dengan aib malunya menghilang tanpa sepatah kata pun, bisu, meninggalkan gelap, sunyi namun masih memperlihatkan kedamaian serta kesegaran seakan mengajak angin untuk meniup helai demi helai daun sawo yang tumbuh dipekarangan rumah warga kampungku, seakan sore itu Pohon sawo mengajakku menari dengan tarian kolam tarian Dadara Pitu (tarian khas tempat Sumbawa), dengan lihainya angin membisikkan lantunan yang sangat syahdu membawaku kedalam iringan musik Serune (Serenu merupakan alat musik menyerupai bunyi seruling namun dikhususkan untuk musik tarian) yang begitu lembut memecahkan suasana sore itu. Lukisan yang begitu menakjubkan awan yang biasa terlukis putih, langit terlukis biru menjelma kemerah-merahan, hiasan yang sungguh menakjubkan.
Desa yang jauh dari hiruk pikuk keramaian kota yaitu Desa Maronge, Sumbawa, NTB tempatku dibesarkan, berbeda dengan Suasana dimataram tempatku menuntut ilmu. Seperti biasa mahasiswa yang menuntut ilmu diluar kota pada pertengahan puasa pulang untuk berpuasa dengan keluarganya alasannya yakni waktu study sedang libur, di Mataram tak seindah terlihat terbenam menyerupai dikampungku, kos kosan bertingkat menghalangi keindahan sang pencipta yang tidak ada tandingannya itu. Dari sinilah yang membuatku rindu dengan kampung halaman ku yang teristimewa apalagi dibulan Ramadhan menyerupai ini setiap sore semua mushalah dan masjid melantunkan ayat suci al-Quran selepas atraksi gebukan beduk yang dimainkan oleh cukup umur masjid. Saat itulah kerinduan ku bersama keluarga tak dapat dibendung lagi,
Waktu berbuka hampir tiba Terdengar bunyi ditebing sungai menyerupai memanggil namaku “Sanjaya…” Aku pun memalingkan pandangan ke kiri berusaha mendapat darimana sumber bunyi itu berada, “Sanjaya…” sekali lagi bunyi namaku terdengar semakin ingin tau bunyi yang bernada mengkhawatirkan kami dan berusaha melindungi kami dari kejauhan itu dimana?, “Eh dik terdengar bunyi ayah memanggil kita tuh” kataku kepada adik untuk mengajak adik meyakinkan jikalau itu bunyi ayah. Mendengar usul ayah lagi “Sanjaya ayo pulang apakah kamu tak mendengar bunyi beduk? Ajak adikmu dan keponakanmu untuk berbuka puasa” ketika itu saya sedang bermain pasir dipinggir sungai, pasir yang tercampur dengan tanah hitam sangat gampang meresap membentuk menyerupai bangunan di Eropa bangunan yang kami buat kolam kerajaan, bangunan kami buat dari tetes pasir yang jatuh dari jari. Saya dan keponakan berlari untuk mejadi yang nomor satu menuju bunyi ayah dan sambil berteriak “Buka Puasa eeee…” dan ayah pun sudah menunggu kami diruang makan yang sudah dialasi tikar (Sepeti lesehan tanpa meja). Kami pun sudah siap duduk sambil menunggu Ibu membawa sajian buka puasa.
Nah kesudahannya yang kami nanti tiba juga. Emak dia wanita yang super cendekia dalam hal menghidangkan sajian berbuka puasa kesukaan kami, terlihat buah sawo yang segar ditangan ibu dan air Es kesukaan keluarga kami, Es madu segar Sumbawa. Melihat tingkah lucu keponakan yang ikut bebuka dengan kami menciptakan suasana buka puasa jadi penuh gelak tawa, alasannya yakni dialah yang lebih cepat mengambil sawo yang paling besar untuk kami berbuka puasa.
Selesai berbuka puasa saya dan ayah eksklusif beranjak ke masjid untuk shalat magrib berjamaah bersama ayah dan warga kampung yang lainnya sedangkan adik ku membantu Emak untuk menyiapkan kuliner selapas berbuka puasa, kami biasa makan selesai shalat magrib. Sepulang kami dari masjid masakan singang pun sudah tertata dengan rapi diatas tikar.
Masakan Singang (Kuah kuning) merupakan masakan khas tempat kami, menjadi sajian masakan paling saya nanti ketika berada dikampung, alasannya yakni dikota sangat jarang saya mencicipi masakan yang satu ini apalagi buatan Emak (sebutan saya kepada Ibu tercinta). Berkumpul lengkap dengan keluarga ketika berbuka puasa dan sahur merupakan pesan tersirat yang paling besar dibulan ramadhan, bulan yang penuh ampunan, penuh ridha Allah SWT, bulan yang nuh kasih sayang.
Itulah yang membuatku rindu dengan suasana keluarga mungil ku, hikmah puasa dibulan ramadhan ini sungguh tak ternilai harganya dibandingkan dengan materi. Menikmati indahnya kampung kelahiranku, berkumpul dengan teman-teman semasa kecil sambil menunggu sahur, tadurasan, terawih bersama, dan yang paling penting masakan Emak.
Sebagian saudaraku berada diluar tempat termasuk saya yang sedang menuntut ilmu dikota yang lain, menyerupai ramadhan kemudian kami berkumpul untuk berpuasa bersama dikampung halaman bersama orang tua. Dengan berkumpul anak-anaknya ibu dan ayah merasa sangat bahagia menjalankan ibadah puasa alasannya yakni berpuasa bersama keluarga menciptakan keluarga kami menyatu itulah yang menciptakan bulan ramadhan berbeda dengan bulan yang lainnya
Setiap datangnya bulan ramadhan saya berusaha harus berkumpul bersama orang bau tanah alasannya yakni moment ramadhan sangat sempurna untuk mengembangkan kasih sayang dengan orang tua, ramadhan yang kun anti alasannya yakni ramadhan tiba hanya 1 bulan sekali dalam setahun jadi tidak pernah ku sia-sia kan puasa bareng orang tua
Ramadhan 1433 Hijriyah dan Ramadhan 1434 Hijriyah ada yang kurang tak seindah bulan puasa yang lalu. Ayah sang legenda Bagi keluarga kami terlebih dahulu untuk menghadap sang khalik, namun semua itu sudah menjadi hal yang tak tabu alasannya yakni semua yang hidup akan kembali kepada-Nya. Ayah saya rindu usul mu ketika berbuka puasa dan merindukan mu dikala sahur ketika membangunkan kami. Semoga amal ibadah ayah diterima disisi Allah SWT. Amin. Hikmah Puasa di Bulan Ramadhan Bersama Keluarga Tercinta di Hampung Halaman
Desa yang jauh dari hiruk pikuk keramaian kota yaitu Desa Maronge, Sumbawa, NTB tempatku dibesarkan, berbeda dengan Suasana dimataram tempatku menuntut ilmu. Seperti biasa mahasiswa yang menuntut ilmu diluar kota pada pertengahan puasa pulang untuk berpuasa dengan keluarganya alasannya yakni waktu study sedang libur, di Mataram tak seindah terlihat terbenam menyerupai dikampungku, kos kosan bertingkat menghalangi keindahan sang pencipta yang tidak ada tandingannya itu. Dari sinilah yang membuatku rindu dengan kampung halaman ku yang teristimewa apalagi dibulan Ramadhan menyerupai ini setiap sore semua mushalah dan masjid melantunkan ayat suci al-Quran selepas atraksi gebukan beduk yang dimainkan oleh cukup umur masjid. Saat itulah kerinduan ku bersama keluarga tak dapat dibendung lagi,
Waktu berbuka hampir tiba Terdengar bunyi ditebing sungai menyerupai memanggil namaku “Sanjaya…” Aku pun memalingkan pandangan ke kiri berusaha mendapat darimana sumber bunyi itu berada, “Sanjaya…” sekali lagi bunyi namaku terdengar semakin ingin tau bunyi yang bernada mengkhawatirkan kami dan berusaha melindungi kami dari kejauhan itu dimana?, “Eh dik terdengar bunyi ayah memanggil kita tuh” kataku kepada adik untuk mengajak adik meyakinkan jikalau itu bunyi ayah. Mendengar usul ayah lagi “Sanjaya ayo pulang apakah kamu tak mendengar bunyi beduk? Ajak adikmu dan keponakanmu untuk berbuka puasa” ketika itu saya sedang bermain pasir dipinggir sungai, pasir yang tercampur dengan tanah hitam sangat gampang meresap membentuk menyerupai bangunan di Eropa bangunan yang kami buat kolam kerajaan, bangunan kami buat dari tetes pasir yang jatuh dari jari. Saya dan keponakan berlari untuk mejadi yang nomor satu menuju bunyi ayah dan sambil berteriak “Buka Puasa eeee…” dan ayah pun sudah menunggu kami diruang makan yang sudah dialasi tikar (Sepeti lesehan tanpa meja). Kami pun sudah siap duduk sambil menunggu Ibu membawa sajian buka puasa.
Nah kesudahannya yang kami nanti tiba juga. Emak dia wanita yang super cendekia dalam hal menghidangkan sajian berbuka puasa kesukaan kami, terlihat buah sawo yang segar ditangan ibu dan air Es kesukaan keluarga kami, Es madu segar Sumbawa. Melihat tingkah lucu keponakan yang ikut bebuka dengan kami menciptakan suasana buka puasa jadi penuh gelak tawa, alasannya yakni dialah yang lebih cepat mengambil sawo yang paling besar untuk kami berbuka puasa.
Selesai berbuka puasa saya dan ayah eksklusif beranjak ke masjid untuk shalat magrib berjamaah bersama ayah dan warga kampung yang lainnya sedangkan adik ku membantu Emak untuk menyiapkan kuliner selapas berbuka puasa, kami biasa makan selesai shalat magrib. Sepulang kami dari masjid masakan singang pun sudah tertata dengan rapi diatas tikar.
Masakan Singang (Kuah kuning) merupakan masakan khas tempat kami, menjadi sajian masakan paling saya nanti ketika berada dikampung, alasannya yakni dikota sangat jarang saya mencicipi masakan yang satu ini apalagi buatan Emak (sebutan saya kepada Ibu tercinta). Berkumpul lengkap dengan keluarga ketika berbuka puasa dan sahur merupakan pesan tersirat yang paling besar dibulan ramadhan, bulan yang penuh ampunan, penuh ridha Allah SWT, bulan yang nuh kasih sayang.
Itulah yang membuatku rindu dengan suasana keluarga mungil ku, hikmah puasa dibulan ramadhan ini sungguh tak ternilai harganya dibandingkan dengan materi. Menikmati indahnya kampung kelahiranku, berkumpul dengan teman-teman semasa kecil sambil menunggu sahur, tadurasan, terawih bersama, dan yang paling penting masakan Emak.
Sebagian saudaraku berada diluar tempat termasuk saya yang sedang menuntut ilmu dikota yang lain, menyerupai ramadhan kemudian kami berkumpul untuk berpuasa bersama dikampung halaman bersama orang tua. Dengan berkumpul anak-anaknya ibu dan ayah merasa sangat bahagia menjalankan ibadah puasa alasannya yakni berpuasa bersama keluarga menciptakan keluarga kami menyatu itulah yang menciptakan bulan ramadhan berbeda dengan bulan yang lainnya
Setiap datangnya bulan ramadhan saya berusaha harus berkumpul bersama orang bau tanah alasannya yakni moment ramadhan sangat sempurna untuk mengembangkan kasih sayang dengan orang tua, ramadhan yang kun anti alasannya yakni ramadhan tiba hanya 1 bulan sekali dalam setahun jadi tidak pernah ku sia-sia kan puasa bareng orang tua
Hikmah Puasa di Bulan Ramadhan |
0 Response to "Hikmah Puasa Di Bulan Ramadhan Bersama Keluarga Tercinta Di Hampung Halaman"
Post a Comment