Metode Pembelajaran - MIPA dikenal sebagai suatu bidang yang harus dipelajari di sekolah. Memang disadari jika MIPA sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. Kemajuan MIPA akan berdampak bagi kemajuan transformasi masyarakat yang juga bekerjasama dengan ekonomi dan sosial suatu bangsa. Namun kenyataannya, berguru MIPA sebagai sesuatu yang membosankan. Bikin pusing alasannya harus menghafal rumus-rumus yang panjang sedangkan belum tahu gunanya untuk apa.
Memang, acara pembelajaran MIPA beberapa daerah (bahkan beberapa negara) hanya mengajarkan asumsi-asumsi saja yang risikonya melahirkan siswa yang tidak mempunyai pemahaman dan pengertian wacana manfaat MIPA bagi kehidupannya. Siswa hanya menghafal rumus, istilah-istilah tanpa tahu guna dan aplikasinya di lingkungannya. Ruang berguru pun menjadi sempit alasannya hanya pada ruang kelas saja. Sehingga perlu ada sebuah pembelajaran MIPA berbasis budaya dimana siswa didorong untuk sanggup memecahkan masalah yang ada di lingkungan sekitarnya, sebagai titik awal proses penciptaan makna.
Memang, acara pembelajaran MIPA beberapa daerah (bahkan beberapa negara) hanya mengajarkan asumsi-asumsi saja yang risikonya melahirkan siswa yang tidak mempunyai pemahaman dan pengertian wacana manfaat MIPA bagi kehidupannya. Siswa hanya menghafal rumus, istilah-istilah tanpa tahu guna dan aplikasinya di lingkungannya. Ruang berguru pun menjadi sempit alasannya hanya pada ruang kelas saja. Sehingga perlu ada sebuah pembelajaran MIPA berbasis budaya dimana siswa didorong untuk sanggup memecahkan masalah yang ada di lingkungan sekitarnya, sebagai titik awal proses penciptaan makna.
Vygotsky dalam teori kontruktivismenya menjelaskan perlu adanya tugas budaya dan masyarakat sebagai pengalaman awal proses belajar. Selanjutnya, Vygotsky juga menjelaskan penciptaan makna hanya akan terjadi melalui perundingan makna antara siswa dengan guru dan siswa yang lain yang disebut dengan interaksi. Dengan demikian pembelajaran MIPA berdasarkan budaya memerlukan interaksi aktif dari siswa dan guru dengan banyak sekali sumber berguru dalam suatu komunitas budaya.
Akhirnya pembelajaran MIPA berdasarkan budaya mensyaratkan adanya perubahan tradisi pembelajaran yang semula hanya dilakukan dengan satu metode saja yaitu DECAFA (Dengar, Catat, Hafal) menjadi tradisi mengeksplorasi banyak sekali sumber berguru dalam suatu komunitas budaya. Bisa saja contohnya berguru MIPA sambil memasak, atau berguru MIPA dengan memakai metode permainan anak-anak, atau mungkin dengan musik. Metode Pembelajaran
Bergantung dengan konteks dan keberagaman sumber berguru yang ada. Konsep evaluasi hasil berguru pembelajaran MIPA berdasarkan budaya ialah multiple representations yang berarti hasil berguru siswa dinilai melalui bermacam-macam tekhnik dan alat ukur, siswa pun mengekspresikan keberhasilannya dalam banyak sekali bentuk. Misalnya, banyak siswa yang takut menghadapi tes, tetapi sangat baik dalam mengarang atau menulis prosa, atau bahkan dalam menggambar kartun/komik.
Siswa diberi kebebasan dalam mengekspresikan hasil acara belajarnya tersebut. Sebelumnya guru memang harus mengetahui titik awal ketika berguru dan titik final berguru setiap siswa per individu. Sementara itu, upaya siswa mengatakan keberhasilannya dalam proses penciptaan makna tersebut sanggup dilakukan dengan banyak sekali cara wujud media. Misalnya dengan poster, puisi, lukisan, komik strip, catatan harian, laporan ilmiah penelitian pribadi, ukiran, patung, dan lain-lain.
IPA sebagai ilmu terdiri dari produk dan proses. Produk IPA terdiri atas fakta (misalnya: orang menghirup udara dan mengeluarkan udara dari hidungnya, biji kacang hijau muncul hipokotil dan epikotilnya dan akan bertambah panjang ukurannya ketika ditanam pada kapas yang disiram air), konsep ( misalnya: udara yang dihirup ke dalam paru-paru lebih banyak kandungan oksigennya dibandingkan udara yang dikeluarkan dari paru-paru, logam memuai bila dipanaskan), prinsip (misalnya: kehidupan memerlukan energi, benda tak hidup tidak mengalami pertumbuhan), mekanisme (misal, pengamatan, pengukuran, tabulasi data, analisis data) teori, (misalnya: teori evolusi, teori asal mula kehidupan), aturan dan postulat ( misal, aturan Boyle, Archimedes, Postulat Kock). Semua itu merupakan produk yang diperoleh melalui serangkaian proses inovasi ilmiah melalui metoda ilmiah yang didasari oleh perilaku ilmiah.
Ditinjau dari segi proses, maka IPA mempunyai banyak sekali keterampilan IPA, misalnya: Metode Pembelajaran
- Menegidentifikasi dan memilih variabel tetap/bebas dan variabel berubah/tergayut,
- Menentukan apa yang diukur dan diamati,
- Keterampilan mengamati memakai sebanyak mungkin indera (tidak hanya indera penglihat), mengumpulkan fakta yang relevan, mencari kesamaan dan perbedaan, mengklasifikasikan,
- Keterampilan dalam menafsirkan hasil pengamatan menyerupai mencatat secara terpisah setiap jenis pengamatan, dan sanggup menghubung-hubungkan hasil pengamatan,
- Keterampilan menemukan suatu teladan dalam seri pengamatan, dan keterampilan dalam mencari kesimpulan hasil pengamatan,
- Keterampilan dalam meramalkan apa yang akan terjadi berdasarkan hasil-hasil pengamatan, dan
- Keterampilan memakai alat/bahan dan mengapa alat/bahan itu digunakan. Selain itu ialah keterampilan dalam menerapkan konsep, baik penerapan konsep dalam situasi baru, memakai konsep dalam pengalaman gres untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi, maupun dalam menyusun hipotesis.
Keterampilan IPA juga menyangkut keterampilan dalam berkomunikasi menyerupai : Metode Pembelajaran
- Keterampilan menyusun laporan secara sistematis,
- Menjelaskan hasil percobaan atau pengamatan,
- Cara mendiskusikan hasil percobaan,
- Cara membaca grafik atau tabel, dan
- Keterampilan mengajukan pertanyaan, baik bertanya apa, mengapa dan bagaimana,
Maupun bertanya untuk meminta klarifikasi serta keterampilan mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis. Jika aspek-aspek proses ilmiah tersebut disusun dalam suatu urutan tertentu dan dipakai untuk memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi, maka rangkaian proses ilmiah itu berdasarkan Towle menjadi suatu metode ilmiah.
Rezba dkk. Mendeskripsikan keterampilan proses IPA yang harus dikembangkan pada diri akseptor didik meliputi kemampuan yang paling sederhana yaitu mengamati, mengukur hingga dengan kemampuan tertinggi yaitu kemampuan bereksperimen.
Menurut Bryce dkk. keterampilan proses IPA meliputi keterampilan dasar (basic skill) sebagai kemampuan yang terendah, kemudian diikuti dengan keterampilan proses (process skill). Sebagai keterampilan tertinggi ialah keterampilan pemeriksaan (investigation skill).
Keterampilan dasar mencakup:
- Melakukan pengamatan (observational skill),
- Mencatat data (recording skill),
- Melakukan pengukuran (measurement skill),
- Mengimplementasikan mekanisme (procedural skill), dan
- Mengikuti isyarat (following instructions).
Keterampilan proses meliputi: Metode Pembelajaran
- Menginferensi (skill of inference) dan
- Menyeleksi banyak sekali cara/prosedur (selection of procedures).
Keterampilan pemeriksaan berupa keterampilan merencanakan dan melaksanakan serta
melaporkan hasil investigasi. Keterampilan tersebut juga harus didasari oleh perilaku ilmiah menyerupai perilaku antusias, ketekunan, kejujuran, dan sebagainya.
Mengingat dari perkembangan mental akseptor didik SMP/MTs berdasarkan Piaget,Carin dan Sund, sebagian besar pada taraf transisi dari fase konkrit ke fase operasi formal, maka dibutuhkan sudah mulai dilatih untuk mulai bisa berpikir abstrak.
Oleh alasannya itu, pembelajaran IPA di Sekolah Menengah Pertama terutama di kelas III hendaknya sudah mengenalkan akseptor didik kepada kemampuan untuk mulai melaksanakan investigasi/ penyelidikan walaupun sifatnya masih sangat sederhana. Setidaknya, akseptor didik sudah mulai dilatih untuk merencanakan pengamatan/percobaan sederhana, mengidentifikasi variabel, merumuskan hipotesis berdasar pustaka bukan sekedar berdasarkan dugaan yang rasional berdasar logika, bisa melaksanakan dan melaporkan percobaan/pengamatan baik secara tertulis maupun lisan. Metode Pembelajaran
Jika hal menyerupai itu dibiasakan maka hasil berguru yang sanggup dicapai benar-benar akan memuat unsur kognitif, afektif dan psikomotor. Untuk akseptor didik sekolah menengah dalam konteks melaksanakan penyelidikan/investigasi sederhana, akseptor didik seharusnya sudah dilatih bagaimana ia harus mengorganisasi data untuk menjawab pertanyaan, atau bagaimana ia sanggup mengorganisasi kejadian-kejadian untuk dijadikan alasan pembenar yang paling kuat.
Selain itu, proses IPA juga meliputi kemampuan untuk mengkomunikasikan baik secara tertulis berupa pembuatan tulisan/karangan, santunan label, menggambar, melengkapi peta konsep,mengembangkan/ melengkapi petunjuk kerja, menciptakan grafik dan mengkomunikasikan secara mulut kepada orang lain.
Menurut DES (Cavendish, at all) proses IPA untuk sekolah menengah sudah berbeda dengan sekolah dasar, yaitu meliputi:
Kegiatan melaksanakan observasi,
- Memilih acara observasi yang relevan dengan investigasi/penyelidikannya untuk dipelajari lebih lanjut,
- Menemukan dan mengidentifikasi pola-pola gres dan menghubungkannya dengan pola-pola yang sudah ada,
- Menyarankan dan menilai penjelasan-penjelasan dari pola-pola yang ada,
- Mendesain dan melaksanakan percobaan, termasuk melaksanakan banyak sekali pengukuran untuk menguji pola-pola yang ada, mengkomunikasikan (baik secara verbal, dalam bentuk matematika, atau grafik) dan menginterpretasi tulisan-tulisan dan materi bimbing lainnya,
- Memakai peralatan dengan efektif dan hati-hati,
- Menggunakan pengetahuan untuk melaksanakan investigasi,
- Menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan problem-problem yang berkait dengan teknologi.
Mengingat demikian luasnya daerah kajian keilmuan IPA berdasar ragam obyek, ragam tingkat organisasi, dan ragam tema persoalannya, maka dalam membelajarkan akseptor didik untuk menguasai IPA bukan pada banyaknya konsep yang harus dihafal, tetapi lebih kepada bagaimana biar akseptor didik berlatih menemukan konsep-konsep IPA melalui metode ilmiah dan perilaku ilmiah, dan akseptor didik sanggup melaksanakan kerja ilmiah, termasuk dalam hal meningkatkan kreativitas dan mengapresisasi nilai-nilai. Metode Pembelajaran
0 Response to "Pengertian Metode Pembelajaran Mipa"
Post a Comment