Makalah Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia

A.    Pengertian Hukum Dasar

   Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu kenegaraan terkenal disebut sebagai dasar filsafat negara (pilisophisce gronslag). Dalam kedudukan ini Pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, termasuk dalam sumber tertib aturan di Indonesia, sehingga Pancasila merupakan sumber nilai, norma dan kaidah baik moral maupun aturan di Indonesia. Oleh karenanya, Pancasila merupakan sumber aturan negara baik yang tertulis maupun yang tak tertulis atau convensi. Yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Untuk menyelediki aturan dasar suatu negara tidak cukup hanya memeriksa pasal-pasal Undang-Undang Dasar nya saja, akan tetapi harus memeriksa juga bagaimana  prakteknya dan suasana kebatinannya dari Undang-Undang Dasar itu.

    Hukum dasar tertulis (UUD) merupakan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintah suatu negara dalam menentkan prosedur kerja badan-badan tersebut ibarat ekslusif, yudikatif dan legislatif.

    Undang-Undang Dasar 1945 merupakan aturan dasar yang tertulis, kedudukan dan fungsi dari Undang-Undang Dasar 1945 merupakan pengikat bagi pemerintah, forum negara, forum masyarkat, warga negara Indonesia sebagai aturan dasar Undang-Undang Dasar 1945 memuat normat-norma atau aturan-aturan yang harus diataati dan dilaksanakan.

    Indonesia ialah negara demokrasi yang menurut atas hukum, oleh lantaran itu dalam segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam system peraturan perundang – undangan. Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Indonesia

Disini berbeda pendapat wacana permulaan Islam di Indonesia antara lain: Bahwa kedatangan Islam pertama di Indonesia tidak identik dengan berdirinya kerajaan Isalam pertama di Indonesia mengingat bahwa pembawa Islam ke Indonesia ialah para pedagang, bukan missi tentara dan bukan pelarian politik. Mereka tidak ambisi pribadi mendirikan kerajaan Islam.

Lagi pula di Indonesia pada zaman itu sudah ada kerajaan-kerajaan Hindu, Budha yang banyak jumlahnya dan berkekuatan besar. Makara masa tenggang antara kedatangan orang Islam pertama di Indonesia dengan berdirinya kerajaan Islam pertama ialah sangat lama.

Nah disini timbul pertanyaan dibenak kita. Orang Islam dimanakah yang pertama dating dan berdakwah Islam di Indonesia, dan pada kurun berapa?

Ada beberapa teori untuk menjawab pertanyaan tersebut, antara lain sebagai berikut:
  1. Yang dating pertama kaili ialah myballig dari Persi (Iran) pada pertengahan kurun 12 Masehi. Alasanya lantaran kerajaan Islam pertama di Indonesia berjulukan Pase (Pasai) berasal dari Persi. Ditambah dengan kenyataan bahwa orang Islam Indonesia sangat hormat dengan keturunan Sayid atau Habib yaitu keturunan Hasan dan Husen putra Ali Bin Abi Tholib.
  2. Yang dating pertama kali ialah Muballig dari India barat tanah Gujarat. Alasanya lantaran ada persamaan bentuk nisan dan gelar nama dari Muballig yang oleh Belanda dianggap sebagai kuburan orang-orang Islam yang pertama di Indonesia.

Adapun hasil seminar yang diselenggarakan di Medan pada tahun 1936 mengenai masuknya agama Islam di Indonesia menyimpulkan sebagai berikut:

  • Menurut sumebr bukti yang terbaru, Islam pertama kali dating di Indonesia pada kurun ke VII M/1 H di bawa oleh pedagang dan muballig dari negeri Arab.
  • Daerah yang pertama di masuki ialah pantai barat pulau Sumatra yaitu di daerah Baros, tempat kelahiran ulama besar berjulukan Hamzah Fansyuri. Adapun kerajaan Islam yang pertama ialah di Pase.
  • Dalam proses pengislaman selanjutnya orang-orang Islam bangsa Indonesia ikut aktif mengambil cuilan yang berperan, dan proses itu berjalan secara damai.
  • Kedatangan islam di Indonesia ikut mencerdaskan rakyat dan membina abjad bangsa. Karakter tersebut sanggup di buktikan pada perlawanan rakyat melawan penjajahan bangsa abnormal dan daya tahannya mempertahankan abjad tesebut selama dalam zaman penjajahan barat dalam waktu 350 Tahun.

B.    Periode Pada Zaman Belanda

Pada tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan satu peraturan yang mengharuskan para guru agama mempunyai izin khusus untuk mengajar. Banyak perilaku mereka yang sangat merugikan lajunya perkembangan pendidikan agama di Indonesia, misalnya 

  • Setiap sekolah atau Madrasah harus mempunyai izin dari bupati/pejabat pemerintahan belanda
  • Harus ada klarifikasi dari sifat pendidikan yang sedang dijalankan secara terperinci
  • Para guru harus menciptakan daftar murid dalam bentuk tertentu dan mengirimkanya secara periodic kepada daerah yang bersangkutan.

Atas dasar usaha dari organisasi Islam, melalui konggres Al-Islam pada tahun 1926 di Bogor, peraturan wacana penyelenggaraan pendidikan islam yang di buat oleh pihak Belanda pada tahun 1905 dihapuskan dan diganti dengan peraturan yang gres yang terkenal dengan sebutan Ordonansi Guru. Menurut peraturan gres ini, izin Bupati tidak lagi diharapkan untuk menyelenggarakan pendidikan Islam. Guru agama cukup memberitahukan pada pejabat yang bersangkutan wacana maksud mengajar. Disamping itu, guru juga disuruh mengisi formulir yang telah disediakan oleh pejabat pemerintahan Belanda yang isinya berupa persoalan  berupa murid dan kurikulum

Di sekolah-sekolah Umum secara resmi belum diberikan pendidikan agama. Hanya di fakultas-fakultas hokum telah ada matakuliah Ismologi, yang dimaksudkan semoga mahasiswa sanggup mengetahui hokum-hukum dalam Islam. Sedangkan dosen-dosen yang menunjukkan matakuliah Ismologi tersebut pada umumnya bukan orang Islam dengan memakai buku-buku atau literature yang dikarang oleh para orentalis.

C.    Periode Pada Zaman Jepang

Keadaan agak berubah, lantaran ada kemajuan dalam pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah Umum. Hal ini disebabkan lantaran mereka mengetahui bahwa sebagian besar bangsa Indonesia ialah pemeluk agama Islam, maka untuk menarik simpati dari pemeluk agama Islam maka Jepang menaruh perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan agama Islam.

Terlebih lagi pada awalnya, pemerintah Jepang menampakan diri seolah-olah membela kepentingan Islam yang merupakan siasat untuk kepentingan perang Dunia II. Masalahnya Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan agama. Untuk mendekati umat Islam Jepang menempuh beberapa kebijakan diantaranya pada jaman Jepang dibentuknya KUA, didirikanya Masyumi dan pembentukan Hisbullah. Pada masa pendudukan Jepang, ada satu hal istimewa dalam dunia pendidikan, yaitu sekolah-sekolah telah di selenggarakan dan dinegerikan meskipun sekolah-sekolah suasta lain ibarat Muhammadiyah, Taman Siswa dan lain-lain diiziankan terus berkembang dengan pengaturan dan diselenggarakan oleh penduduk Jepang.

Di Sumatra, organisasi-organisasi Islam menggabungkan diri dalam majelis Islam tinggi. Kemudian majelis tersebut mengajukan usul kepada pemerintah Jepang, semoga di sekolah-kolah pemerintah diberikan pendidikan agama semenjak sekolah rakyat tiga tahun dan ternyata usul tersebut disetujui dengan syarat tidak diberikan anggaran biaya untuk guru-guru agama. Mulai dikala itu maka pendidikan agama secara resmi boleh diberikan di sekolah-kolah pemerintah, namun hal ini hanya berlaku di pulau Sumatra saja. Sedangkan di daerah-daerah lain masih belum ada pendidikan agama di sekolah-sekolah pemerintah, yang ada hanya pendidikan kebijaksanaan pekerti yang didasarkan atau bersumber pada agama juga.

D.    Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru

Kalau dirujuk kebelakang, memang semenjak tahun 1966 terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia baik itu menyangkut kehidupan sosial agama maupun politik. Pada Orde Baru tekad yang di embank yaitu kembali pada Undang-Undang Dasar 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konsekwen sehingga pendidikan agama memperoleh tempat yang besar lengan berkuasa dalam struktur pemerintahan.

Pada masa Orde Baru pendidikan Islam dikembangkan masih dalam batas pemahaman dan pengembangan pengetahuan saja, gres sehabis masuk pada kurun 21 maka pendidikan Islam lebih difokuskan pada penerapan atau aktualisasi dari ilmu pengetahuan dan selalu didasrkan oleh keimanan dan ketakwaan. Hal ini sesuai dengan beberapa seni administrasi yang diterapkan di sekolah-sekolah guna peningkatan kualitas akseptor didiknya baik dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai landasan menuju pembaharuan masyarakat islam yang maju.

Pada masa itu juga banyak jalan-jalan yang ditempuh untuk menyetarakan antara pendidikan agama dan pendidikan Umum. Hal ini bias dilihat dari surat keputusan bersama (SKB) 2 mentri wacana sekolah Umum dan Agama. Dengan adanya SKB tersebut, maka belum dewasa yang sekolah agama bias melanjutkan kesekolah yang lebih tinggi. Kemudian untuk mengikis dualisme pendidikan bias dilakukan dengan cara pengintegrasian antara pelajaran umum dan agama, walaupun dualisme itu masalah klasik yang tidak gampang untuk dihapus.

Tehknik pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-kolah umum mengalami perubahan-perubahan tertentu sehubungan dengan perkembangan cabang ilmu pengetahuan dan perubahan system proses mencar ilmu mengajar. Pendidikan Islam dengan pendidikan nasional semakin Nampak dalam rumusan pendidikan nasional yaitu pendidikan nasional ialah usaha sadar untuk membangun insan Indonesia seutuhnya, yaitu insan yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, nilai budaya, pengetahuan, keterampilan, daya estetik, dan jasmaniany sehingga dia sanggup mengembangkan dirinya dan gotong royong dengan sesame insan membangun masyarakatnya serta membudidayakan alam sekitar.

E.    Tokoh-tokoh Pendidikan Islam Di Indonesia

Adapun tokoh-tokoh pendidikan Islam di Indonesia antara lain:

1)    Kyai Haji Ahmad Dahlan (1869-1923)
K.H Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya Muhammad Darwis, putra dari K.H Abu Bakar Bin Kyai Sulaiman, khatib di Masjid besar (Jami’) kesultanan Yogyakarta. Ibunya ialah putri Haji Ibrahim, seorang penghulu Setelah dia menamatkan pendidikan dasarnya di suatu Madrasah dalam bidang Nahwu, Fiqih dan Tafsir di Yogyakarta dia pergi ke Makkah pada tahun 1890 dan dia menuntut ilmu disana selama satu tahun. Salah seorang gurunya Syekh Ahmad Khatib. Sekitar tahun 1903 dia mengunjungi kembali ke Makkah dan kemudian menetap di sana selama dua tahun

Beliau ialah seorang yang alim luas ilmu pengetahuanya dan tiada jemu-jemunya dia menambah ilmu dan pengalamanya. Dimana saja ada kesempatan sambil menambah atau mencocokan ilmu yang telah diperolehnya. Observation forum pernah dia datangi untuk mencocokan wacana ilmu hisab. Beliau ada keahlian dalam ilmu itu. Perantauanya kelauar pulau jawa pernah hingga ke Medan. Pondok pesantren yang besar-besar di Jawa pada waktu itu banyak dikunjungi.

Cita-cita K.H Ahmad Dahlan sebagai seorang ulama ialah tegas, dia hendak memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan impian agama Islam. Usaha-usahanya ditujukan hidup beragama, keyakinan dia ialah bahwa untuk membangun masyarakat bangsa harus terlebih dahulu dibangun semangat bangsa. K.H Ahmad Dahlan pulang ke Rahmatullah pada Tahun 1923 M Tanggal 23 Pebruari dalam usia 55 Tahun dengan meninggalkan sebuah organisasi Islam yang cukup besar dan di segani lantaran ketegaranya.

2)    K.H Hasim Asy’ari (1971-1947)
K.H Hasim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981 M di Jombang Jawa Timur mula-mula dia mencar ilmu agama Islam pada ayahnya sendiri K.H Asy’ari kemudian dia mencar ilmu di pondok pesantren di Purbolinggo, kemudian pindah lagi ke Plangitan Semarang Madura dan lain-lain.
 Sewaktu dia mencar ilmu di Siwalayan Panji (Sidoarjo) pada tahun 1891, K.H Ya’kub yang mengajarnya tertarik pada tingkahlakunya yang baik dan sopan santunya yang harus, sehingga ingin mengambilnya sebagai menantu, dan akhirnyabeliau dinikahkan dengan putri kiyainya itu yang berjulukan Khadijah (Tahun 1892). Tidak usang kemudian dia pergi ke Makkah bersama istrinya untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim selama setahun, sedang istrinya meninggal di sana.

Pada kunjunganya yang kedua ke Makkah dia bermukim selama delapan tahun untuk menuntut ilmu agama Islam dan bahasa Arab. Sepulang dari Makkah dia membuka pesantren Tebuiring di Jombang (pada tanggal 26 Rabiul’awal tahun 1899 M)
Jasa K.H Hasim Asya’ari selain dari pada mengembangkan ilmu di pesantren Tebuireng ialah keikutsertaanya mendirikan organisasi Nahdatul Ulama, bahkan dia sebagai Syekul Akbar dalam perkumpulan ulama terbesar di Indonesia.

Sebagai ulama dia hidup dengan tidak mengharapkan sedekah dan belas kasihan orang. Tetapi beliu mempunyai sandaran hidup sendiri yaitu beberapa bidang sawah, hasil peninggalanya. Beliau seorang salih sungguh beribadah, taat dan rendah hati. Beliau tidak ingin pangkat dan jabatan, baik di zaman Belanda atau di zaman Jepang kerap kali dia deberi pangkat dan jabatan, tetapi dia menolaknya dengan bijaksana.
Banyak alumni Tebuiring yang bertebarang di seluruh Indonesia, menjadi Kyai dan guru-guru agama yang masyhur dan ada diantra mereka yang memegang peranan penting dalam pemerintahan Republik Indonesia, ibarat mentri agama dan lain-lain (K.H A. Wahid Hasyim, dan K.H Ilyas).

K.H Asy’ari wafat kerahmatullah pada tanggal 25 Juli 1947 M dengan meninggalkan sebuah peninggalan yang monumental berupa pondok pesantren Tebuiring yang tertua dan terbesar untuk daerah jawa timur dan yang telah mengilhami para alumninya untuk mengembangkanya di daerah-daerah lain walaupun dengan memakai nama lain bagi pesantren-pesantren yang mereka dirikan.

3)    K.H Abdul Halim (1887-1962)

K.H Abdul Halim lahir di Ciberelang Majalengka pada tahun 1887. dia adlah aktivis gerakan pembeharuan di daerah Majalengka Jawa Barat yang kemudian berkembang menjadi Perserikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911. yang kemudian bermetamorfosis Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 April 1952 M. Kedua orang tuanya berasal dari keluarga yang taat beragama (ayahnya ialah seorang penghulu di Jatiwangi), sedangkan famili-familinya tetap mempunyai kekerabatan yang erat secara keluarga dengan orang-orang dari kalangan pemerintah. K.H Abdul Halim memperoleh pelajaran agama pada masa kanak-kanak dengan belajra diberbagai pesantren di daerah Majalengka hingga pada umur 22 Tahun. Ketika dia pergi ke Makkah untuk naik haji dan untuk melanjutkan pelajaranya.

Pada umumnya K.H Abdul Halim berusaha untuk membuatkan pemikiranya dengan toleransi dan penuh pengertian. Dikemukakan bahwa dia tidak pernah mengecam golongan tradisi ataupun organisasi lain yang tidak sepaham dengan beliau, tablignya lebih banyak merupakan anjuran untuk menegakan adab di dalam masyarakat dan bukan merupak kritik wacana pemikiran ataupun pendapat orang lain.

Pada tanggal 7 Mei 1962 K.H Abdul Halim pulang kerahmatullah di Majalengka Nawa Barat dalam usia 75 Tahun dan dalam keadaan tetap teguh berpegang pada majhab Safi’i.


BAB III
PENUTUP

Berdasarkan uraian pembahasan di cuilan II di atas maka penulis sanggup menyimpulan bahwa perkembangan Islam di Indonesia sangat pesat yang ibarat berbeda pendapat wacana permulaan Islam di Indonesia antara lain: Bahwa kedatangan Islam pertama di Indonesia tidak identik dengan berdirinya kerajaan Isalam pertama di Indonesia mengingat bahwa pembawa Islam ke Indonesia ialah para pedagang, bukan missi tentara dan bukan pelarian politik. Mereka tidak ambisi pribadi mendirikan kerajaan Islam.

Pada tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan satu peraturan yang mengharuskan para guru agama mempunyai izin khusus untuk mengajar. Banyak perilaku mereka yang sangat merugikan lajunya perkembangan pendidikan agama di Indonesia, contohnya
  • Setiap sekolah atau Madrasah harus mempunyai izin dari bupati/pejabat pemerintahan belanda
  • Para guru harus menciptakan daftar murid dalam bentuk tertentu dan mengirimkanya secara periodic kepada daerah yang bersangkutan.


DAFTAR PUSTAKA

Djumhur, Sejarah Pendidikan,  Bandung : Ilmu, 1969

Fadhlil al-Djamali, Menerobos Krisis Pendidikan Islam, Jakarta : Golden Press, 1992

Malik, Fadjar, H.A. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, Jakarat : Alfa Grafitama, 1998

Moelim, Abdurrahman,  Islam Transformatif, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997

Mahmud Yunus, Prof Dr. H. Sejarah Pendidikan Islam¸ Jakarta : Mutiara Sumber Widya

Zuhairini, Dra, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2000

0 Response to "Makalah Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia"

Post a Comment