A. PENGERTIAN ILMU AKHLAK
Dua pendekatan yang sanggup dipakai untuk memahami ilmu adab yaitu: pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologik (peristilahan). Segi kebahasaan, adab berasal dari bahasa Arab yaitu akhlaqa, yang berarti as-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabiat dasar), al-adat (kebiasaan,
kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama). Kata akhlaq jamak dari kata khuluq atau khuluqun.
Sedangkan untuk merujuk arti akhlaq ini sanggup diambi beberapa pendapat para imam, sebagai berikut:
“Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melaksanakan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
Imam Ghazali berpendapat:
“Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menjadikan macam-macam perbuatan dengan simpel dan simpel tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
Secara substansi defenisi akhlaq tersebut saling melengkapi, sebagai berikut:
- Pertama, perbuatan akhlaq ialah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
- Kedua, perbuatan adab ialah perbuatan yang dilakukan dengan simpel dan tanpa pemikiran.
- Ketiga, bahwa perbuatan adab ialah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
- Keempat, bahwa perbuatan adab ialah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau sebab bersandiwara.
- Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan adab ialah perbuatan yang dilakukan sebab lapang dada semata-mata sebab Allah, bukan sebab ingin dipuji orang lain.
Dalam Mu’jam al Wasith disebutkan bahwa:
Artinya: “Ilmu yang obyek pembahasannya ialah perihal nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan insan yang sanggup disifatkan dengan baik atau buruk”.
B. Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak
Pokok-pokok dilema yang dibahas dalam ilmu adab ialah pada dasarnya perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk. Ahmad Amin menyatakan: “Bahwa obyek ilmu adab ialah membahas perbuatan insan yang selanjutnya perbuatan tersebut ditentukan baik atau buruk”. Muhammad Ghazali menyebutkan bahwa tempat pembahasan ilmu adab adalh seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu ataupun kelompok.
C. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Mustafa Zahri, menyampaikan bahwa tujuan perbaikan adab itu ialah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci dan bersih, bagaikan cermin yang sanggup mendapatkan nur cahaya Tuhan.
HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU LAINNYA
A. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Tasawuf
Menurut Harun Nasution, kekerabatan di antaranya keduanya ialah terletak pada kesamaan kajian terhadap nilai yang menekankan pada kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa sosial, keadilan, tolong menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah, keramahan higienis hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, menyayangi ilmu dan berpikiran lurus.
B. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Tauhid
Hubungan di antara keduanya sanggup dilihat dari beberapa aspek, yaitu:
- Pertama, dilihat dari segi obyek pembahasannya, ilmu tauhid mengkaji dilema ketuhanan secara benar. Hal ini akan melandasi perbuatan yang baik pula bagi perbuatan manusia.
- Kedua, dilihat dari segi fungsinya, bahwa ilmu tauhid menghendaki supaya seseorang yang bertauhid supaya sanggup mengimani dan melaksanakan unsur-unsur keimanan dan rukun iman. Hal ini terkait dengan kekerabatan antara iman dan amal saleh.
- Ketiga, ilmu tauhid tampil dalam menunjukkan landasan terhadap ilmu akhlak, dan ilmu adab tampil menunjukkan penjabaran dan pengamalan dari ilmu tauhid.
C. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU JIWA
Ilmu jiwa mengarahkan pembahasannya pada aspek bathin insan dengan cara menginterpretasikan perilakunya yang tampak.
D. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Filsafat
Di antara obyek pemikiran filsafat yang erat kaitannya dengan ilmu adab ialah perihal manusia. Ibnu Sina menyampaikan bahwa jikalau insan merupakan satu unit tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa insan timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan sanggup mendapatkan jiwa, lahir di dunia ini. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam pemikiran filsafat terdapat bahan-bahan atau sumber yang sanggup dikembangkan lebih lanjut menjadi ilmu akhlak.
INDUK AKHLAK ISLAMI
Secara garis besar sanggup dibagi menjadi dua, yaitu adab yang baik (akhlaqul mahmudah) dan adab yang jelek (akhlaqul mazmumah). Secara garis besar kedua akhlaq tersebut bersumber pada tiga perbuatan yang sama, yaitu: pesan yang tersirat (bijaksana), syaja’ah (perwira atau kesatria) dan iffah (menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat). Ketiga mecam induk adab ini muncul dari sikap adil, yaitu sikap pertengahan atau seimbang dalam mempergunakan ketiga potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia, yaitu kebijaksanaan yang berpusat pada otak, ghadab (amarah0 yang berpusat pada dada, dan nafsu yang berpangkal pada syahwat.
Penerapan sifat adil (pertengahan) dalam hubungannya dengan adab sanggup dijumpai dalam pedoman Mu’tazilah. Dimana ia menunjukkan petunjuk dengan jelas, bahwa seluruh perbuatan yang dillakukan Tuhan terhadap seluruh makhluk-Nya ialah dalam rangka keadilan.
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK
Dalam kaitannya dengan hal ini, akan dibahas mengenai sejarah pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlaq dengan pendekatan religi, yaitu: pertama, pertumbuhan dan perkembangan ilmu adab di luar pedoman Islam; kedua, pertumbuhan dan perkembangan ilmu adab di dalam pedoman Islam.
A. Ilmu Akhlak di Luar Agama Islam
1. Akhlak pada masa Yunani
Dasar yang dipakai para pemikir Yunani daam membangun ilmu adab ialah pemikiran filsafat perihal insan atau pemikiran perihal insan dan bersifat filosofis yaitu filsafat yang bertumpu pada kajian secara mendalam terhadap potensi kejiwaan yang terdapat dalam diri insan atau bersifat antroposentris dan mengesankan bahwa adab ialah sesuatu yang fitri, yang akan ada bersamaan dengan adanya manusia, dan hasil yang didapatkan berdasar pada logika murni.
Filosof Yunani yang pertama kali mengemukakan pemikiran di bidang adab ialah Socrates (469-399 SM). Kemudian diikuti oleh pengikutnya adlaah Cynics dan Cyrenics. Kedua golongan tersebut sama-sama berbicara perihal perbuatan yang baik, utama dan mulia.
Pada masa berikutnya tiba Plato (427-347 SM). Plato beropini bahwa di dalam jiwa insan terdapat kekuatan yang bermacam-maam, dan perbuatan yang utama timbul dari kemampuan membuat peimbangan dalam mendayagunakan potensi kejiwaan itu kepada aturan akal
Setelah Plato hadir Aristoteles (394-322 SM). Aristoteles beropini bahwa tujuan simpulan yang dikehendaki oleh insan dari apa yang dilakukannya ialah senang atau kebahagiaan. Jalan untuk mencapai kebahagiaan itu ialah dengan mempergunakan kebijaksanaan dengan sebaik-baiknya.
Filosof Yunani berikutnya yang terlahir ialah Stoics dan Epicurus (6-140 SM). Keseluruhan pedoman yang dikemukakan oleh mereka ialah bersifat rasionalistik. Penentuan baik dan jelek itu didasarkan pada pendapat kebijaksanaan pikiran yang ada pada diri manusia. Karenanya sanggup dikatakan bahwa pemikiran filsafat yang dianut oleh para filosof Yunani ini ialah bersifat antropocentris (memusat pada manusia).
2. Akhlak pada agama Nasrani
Menurut pedoman Nasrani, bahwa agama tersebut ialah bersumber dari akhlak. Tuhanlah yang menentukan dan membentuk patokan-patokan adab yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Tuhanlah yang menjelaskan baik dan buruk. Menurut agama ini yang disebut baik ialah perbuatan yang disukai Tuhan, dan sebaliknya yang disebut jelek ialah perbuatan yang tidak disukainya.
3. Akhlak pada bangsa Romawi
Ajaran adab yang lahir pada ketika ini (abad pertengahan) ialah pedoman adab yang dibangun dari perpaduan antara pedoman Yunani dan pedoman Nasrani. Di antara mereka yang terkenal ialah Abelard, Perancis (1079-1142) dan Thomas Aquinas, Italy (1226-1274).
B. Akhlak Pada Agama Islam
Ajaran adab menemukan bentuknya yang tepat pada agama Islam dengan titik pangkalnya pada Tuhan dan kebijaksanaan manusia. Agama Islam pada pada dasarnya mengajak insan supaya percaya kepada Tuhan dan mengakuinya bahwa Dialah pencipta, pemelihara, pemberi rahmat, pelindung terhadap apa yang ada di dunia ini. Selain itu, agama Islam juga mengandung jalan hidup insan yang paling tepat dan memuat pedoman yang menuntun umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Hukum-hukum Islam yang mengandung serangkaian pengetahuan perihal akidah, pokok-pokok adab dan perbuatan yang baik.
Sangatlah terang bahwa dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang mengandung pokok-pokok keyakinan kegamaan, keutamaan adab dan prinsip-prinsip dan tata nilai perbuatan manusia.
Mengenai training adab sanggup dijelaskan pendapat Ath-Thabatabi sebagai berikut;
- Pertama, berdasarkan petunjuk al-Qur’an dalam hidupnya insan hanya menuju kepada kebahagiaan, ketenangan dan pencapaian cita-citanya.
- Kedua, perbuatan-perbuatan yang dilakukan insan senantiasa berada dalam suatu kerangka peraturan dan aturan tertentu.
- Ketiga, jalan hidup terbaik dan terkuat insan ialah jalan hidup berdasarkan fitrah, bukan berdasarkan emosi dan dorongan hawa nafsu.
C. Aklak Pada Zaman Baru
Akhlak pada zaman gres ini berkisar pada simpulan era kelima belas M, dimana Eropa mulai mengalami kebangkitan di bidang filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Akhlak yang mereka bangun didasarkan pada penyelidikan berdasarkan kenyataan empirik dan tidak mengikuti gambaran-gambaran khayal atau keyakinan yang terdapat dalam pedoman agama. Sumber adab dari dogma dan doktrin agama mereka ganti dengan logika dan pengalaman empirik. Beberapa tokoh etika dalam masa ini di antaranya; Descartes, Shafesbury dan Hatshon, Bentham, Jhon Stuart Mill Kant dan Bertrand Russel.
Salah satu pedoman penting perihal etika pada masa ini ialah bersumber pada intuisi yang diklasifikasikan menjadi empat, yaitu;
- Intuisi mencari hakikat atau mencari ilmu pengetahuan
- Intuisi etika dan akhlak, yaitu cenderung kepada kebaikan
- Itnuisi estetika yaitu cenderung kepada segala sesuatu yang mendatangkan keindahan, dan
- Intuisi agama yaitu perasaan meyakini adanya yang menguasai alam dengan segala isinya.
ETIKA, MORAL DAN SUSILA
A. Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani; ethos yang berarti tabiat kesusilaan atau adat. Etika dalam arti yang khusus meliputi empat hal sebagai berikut;
- Pertama, dilihat dari segi obyek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
- Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada kebijaksanaan pikiran atau filsafat.
- Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan itu dinilai baik atau buruk.
- Keempat, dilihat dari segi sifatnya etika bersifat relatif yang sanggup berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.
B. Moral
Moral berasal dari bahasa Latin; mores, yang berarti kebiasaan. Dalam makna istiah ialah suatu yang dipakai untuk menentukan batas-batas dari sifat perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak sanggup dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Pengertian moral yang lain adalah;
- Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk;
- Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah;
- Ajaran atau citra tingkah laris yang baik
C. Susila
Susila berasal dari bahasa Sansakerta, su dan sila. Su; baik dan bagus, sedangkan sila; dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma. Dengan demikian, susila mengacu pada upaya membimbing, memandu, mengarahkan, membiasakan masyarakat hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
D. Hubungan Etika, Moral dan Susila Dengan Ahklak
Dari uraian di atas, sanggup dijelaskan bahwa etika, moral dan susila berasal dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara adab berasal dari wahyu, yaitu ketentuan yang berdasarkan petunjuk al-Qur’an dan hadits. Dengan kata lain etika, moral dan susila berasa dari insan sedangkan adab berasal dari Tuhan.
BAIK DAN BURUK
A. Penentuan baik dan Buruk
Mengenai hal ini sanggup dilihat dari beberapa aspek berikut;
- Baik jelek berdasarkan aliran adat istiadat (sosialisme); berdasarkan aliran ini baik atau jelek ditentukan didasarkan pada adat istiadat yang berlaku dan ditentukan berdasarkan adat yang berlaku dan dipegang teguh oleh masyarakat.
- Baik jelek berdasarkan aliran hedonisme; berdasarkan paham ini baik dan jelek itu didasarkan pada perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan, kepuasan nafsu biologis.
- Baik jelek berdasarkan aliran intuisisme (humanisme); berdasarkan paham ini perbuatan yang baik ialah perbuatan yang sesuai dengan evaluasi yang diberikan oleh hati nurani atau kekuatan bathin yang ada dalam dirinya.
- Baik jelek berdasarkan paham utilitarianisme; berdasarkan paham ini bahwa yang baik ialah yang berguna.
- Baik jelek berdasarkan paham vitalisme; berdasarkan paham ini yang baik ialah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia.
- Baik jelek berdasarkan paham religiosisme; berdasarkan paham ini yang dianggap baik ialah perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan jelek ialah perbuatan yang tidak disenangi oleh Tuhan.
- Baik jelek berdasarkan paham evolusi; berdasarkan paham yang baik itu ialah perbuatan yang bertujuan untuk mencapai kesenangan dan kebahagiaan.
- Baik dan jelek berdasarkan pedoman Islam; berdasarkan pedoman Islam penentuan baik dan jelek harus didasarkan pada petunjuk al-Qur’an dan al-hadits.
KEBEBASAN, TANGGUNG JAWAB DAN HATI NURANI
A. Kebebasan
Dilihat dari segi sifatnya, kebebasan itu sanggup dibagi tiga; (1) kebebasan jasmani, yaitu kebebasan dalam menggerakkan dan mempergunakan anggota tubuh yang kita miliki; (2) kebebasan kehendak (rohaniah) yaitu kebebasan untuk menghendaki sesuatu; (3) kebebasan moral yang dalam arti luas berarti tidak adanya macam-macam ancaman, tekanan, larang dan ain desakan yang tidak hingga berupa paksaan fisik.
B. Tanggung Jawab
Dalam kerangka tanggung jawab ini, kebebasan mengandung arti;
- Kemampuan untuk menentukan dirinya sendiri
- Kemampuan untuk bertanggung jawab
- Kedewasaan manusia, dan
- Keseluruhan kondisi yang memungkinkan insan melaksanakan tujuan hidupnya.
C. Hati Nurani
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana insan sanggup memperoleh kanal inspirasi dari Tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu cenderung kepada kebaikan dan tidak suka intuisisme, yaitu paham yang menyampaikan bahwa perbuatan yang baik ialah perbuatan yang sesuai dengan kata hati, sedangkan perbuatan yang jelek ialah perbuatan yang tidak sejalan dengan kata hati atau hati nurani.
HAK, KEWAJIBAN DAN KEADILAN
A. Hak
Hak berarti upaya mewujudkan keadilan, argumentasi yang kuat, menegakkan syari’at secara tepat dan arahan perihal adanya hari kiamat. Dengan demikian seluruh kata al haqq yang terdapat dalam al-Qur’an tidak ada satupun yang mengandung arti hak milik.
B. Kewajiban
Dalam pedoman Islam, kewajiban ditempatkan sebagai salah satu aturan syara’ yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jikalau ditinggalkan akan mendapatkan siksa. Dengan kata lain, bahwa kewajiban dalam pedoman Islam berkaitan dengan pelaksanaan hak yang diwajibkan oleh Allah.
AKHLAK ISLAMI
A. Pengertian
Secara sederhana, adab islami sanggup diartikan sebagai adab yang berdasarkan pedoman Islam atau adab yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata adab dalam hal ini menempati posisi sebagai sifat. Akhlak Islami ialah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan bahwasanya yang didasarkan pada pedoman Islam.
B. Ruang Lingkup Akhlak Islami
Akhlak diniyah (agama) meliputi aneka macam aspek, dimulai dari adab terhadap Allah, hingga sesama manusia.
1. Akhlak kepada Allah, hal ini didasarkan pada;
- Pertama, sebab Allah yang telah membuat manusia.
- Kedua, sebab Allah yang telah menunjukkan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, kebijaksanaan pikiran dan hati sanubari.
- Ketiga, sebab Allah yang telah menyediakan aneka macam materi dan sarana yang diharapkan bagi kelangsungan hidup manusia.
- Keempat, Allah yang telah memuliakan insan dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan.
2. Akhlak sesama manusia
3. Akhlak terhadap lingkungan
PEMBENTUKAN AKHLAK
A. Arti Pembentuka Aklak
Menurut sebagian ahli, bahwa adab itu perlu dibuat sebab adab ialah insting (gharizah) yang dibawa insan semenjak lahir. Bagi golongan ini bahwa dilema adab ialah pembawaan dari insan sendiri yaitu kecendrungan kepada kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia, dan sanggup juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cenderung kepada kebenaran.
B. Metode Pembinaan Akhlak
Hubungan antara training adab dalam Islam dengan rukun Islam dan iman ialah dilakukan secara integrated, yaitu sistem yang memakai aneka macam sarana peribatan dan lainnya secara simultan untuk diarahkan pada training akhlak. Cara lain yang ditempuh dalam training adab ialah penyesuaian yang dilakukan semenjak kecil dan berlangsung secara berkesinambungan. Keteladanan juga merupakan metode yang sangat perlu diterapkan dalam rangka training akhlak. Selain itu, training adab sanggup pula ditempuh dengan cara senantiasa menganggap diri ini sebagai yang banyak kekurangannya daripada kelebihannya. Pembinaan adab secara efektif sanggup pula dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina.
C. Fakto-faktor Mempengaruhi Pembentukan Aklak
Ada tiga aliran yang sanggup dijadikan faktor dasar yang mempengaruhi pembentukan akhlak, yaitu; (1) nativisme, (2) empirisme, dan (3) konvergensi.
Menurut aliran nativisme, bahwa faktor yang kuat terhadap pembentukan diri seseorang ialah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya sanggup berupa kecendrungan, bakat, kebijaksanaan dan lainnya.
Sedangkan aliran empirisme, menyatakan bahwa faktor yang paling kuat terhadap pembentukan diri seseorang ialah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk training dan pendidikan yang diberikan. Dalam pada itu, aliran konvergensi beropini bahwa pembentukan adab dipengaruhi oleh faktor internal yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu training dan pendidikan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial.
D. Manfaat Akhlak Yang Mulia
Ada beberapa hal yang menjadi kegunaan dari adab yang mulia, yaitu di antaranya;
- Memperkuat dan menyempurnakan agama
- Mempermudah perhitungan amal di akhirat
- Menghilangkan kesulitan
- Selamat hidup di dunia dan akhirat
ARTI, ASAL USUL DAN MANFAAT DARI TASAWUF DALAM ISLAM
A. Pengertian Tasawuf
Dari segi kebahasaan sanggup dipahami bahwa tasawuf berasal dari kata; al-suffah (ahl al-suffah) yaitu orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Makkah ke Madinah; shaf (barisan); sufi (suci); sophos (bahasa Yunani yang berarti hikmah); dan suf (kain wol).
Tasawuf ialah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.
B. Sumber tasawuf
Di kalangan orientalis barat biasanya dijumlpai pendapat yang menyampaikan bahwa sumber yang membentuk tasawuf itu ada lima, yaitu unsur islami, unsur Masehi (agama nasrani), unsur Yunani, unsur Hindu/ Budha dan unsur Persia.
MAQAMAT DAN HAL
A. MAQAMAT
Maqamat merupakan bentuk jamak dari maqam. Dari segi bahasa, maqam memandang arti kedudukan dan tempat berpijak dua telapak kaki, dalam ilmu tasawuf, istilah maqam mengandung arti kedudukan hamba dalam pandangan Allah, berdasarkan apa yang diusahakan berupa ibadah, perjuangan, latihan, dan perjalanan menuju Allah Azza wajalla. Menurut abd ar Razaq Al-Qasamy, maqam ialah pemenuhan terhadap kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan.
Istilah ahwal merupakan bentuk jamak dari hal hal. Dari segi bahasa, ahwal berarti sifat dan keadaan sesuatu. Hal yang dimaksud disini ialah keadaan atau kondisi psikologis yang dirasakan ketika seorang sufi mencapai magam tertentu. Dinamakan ahwal berarti sifat dan keadaan sesuatu hal yang dimaksud di sini ialah keadaan atau kondisi psikologis yang di rasakan ketika seorang sufi mencapai maqam tertentu, di namakan ahwal sebab melalui hal itu, seorang hamba mengalami perubahan dari penampilan lahiriah seorang mahluk di kedudukan yang jauh, menuju kualitas yang tampak atas kedudukan yang terdekat.
Secara sederhana, Ath –Thusi memberi pengertian perihal hal sebagai sesuatu yang mengambil tempat dihati atau apa yang dialami oleh hati, tanpa kesucian zikir, selanjutnya, ia menyampaikan bahwa hal itu tidak diperoleh melaluo usaha, menyerupai halnya maqamat.
B. MACAM-MACAM MAQAMAT
1. Tobat
Menurut ozun Mun Al-Nishri, tobat dibedakan atas dua macam yaitu tobat awam dan tobat khawas. Pandangan ini menyerupai dengan pernyataan Al-Junaidi yang menyampaikan bawha tobat ialah “Engkau melupakan dosamu”.
2. Zuhud
Dalam Do’irat Al-Ma’rifah Al-islamiyah disebutkan keterangan dzun Nun perihal simbol-simbol Az-zuhud, yaitu: sedikit cita-cita, menyayangi kekafiran, dan mempunyai rasa cukup yang disertai dengan kesabaran.
3. Fakir (Faqr)
Fakir merupakan kekurangan harta yang diharapkan seseorang dalam menjalani kehidupan di dunia.
4. Sabar (ash-shabar)
5. Syukur (as-syukur)
6. Rela (ridha)
Rela berarti mendapatkan dengan rasa puas terhadap apa yang dianugrahkan Allah SWT.
7. Tawakal (at-tawakkal)
Tawakkal merupakan citra keteguhan hati insan dalam menguntungkan di hanya kepada Allah SWT.
MAHABBAH
A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Mahabbah
Kata mahabbah berasal dari kata ahabba, yang secara harfiyah berarti menyayangi secara mendalam, atau kecintaan yang mendalam. Dalam pandangan mahir tasawuf, mahabbah (cinta) merupakan pijakan bagi segenap kemuliaan hal, sama menyerupai tobat yang merupakan dasar bagi kemuliaan maqam.
Oleh sebab itu, mahabbah pada dasarnya ialah anugrah menjadi dasar pijakan bagi segenap hal. Kaum sufi menyebutkan sebagai anugrah-anugrah (mawahib) mahabbah ialah mundurnya hati untuk memperhatikan keindahan atau kecantikan. Dalam dunia tasawuf, orang yang paling terkenal membawakan perihal mahabbah ialah Rabi’ah Al-Adawiyah.
Selanjutnya Harun Nasution, menyampaikan bahwa pengertian mahabbah adalah;
- Memeluk kepatuhan pada Tuhan dan membenci sikap melawan kepada-Nya.
- Menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi.
- Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari yang dikasihi, yaitu Tuhan.
MA’RIFAH
A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Ma'rifah
Ma’rifat dalam segi bahasa berasal dari kata “arafa-ya’rifu-irfan-ma’rifat”, yang artinya pengetahuan atau pengamalan. Ma’rifat sanggup pula berarti pengetahuan belakang layar hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi dari pada ilmu yang didapat oleh orang-orang pada umumnya. Menurut Musthafa Zahli, ma’rifat ialah mengetahui Allah dari akrab sehingga hati sanubari melihat Allah. Tokoh yang menjadi ikon dalam ma’rifat ini ialah al-Ghazali dan Zun al Nun Al Misri.
Al-Ghazali mengemukakan pengertian ma’rifat yang lebih komprehensif. Pengertian tersebut sanggup diringkas sebagai berikut;
- Ma’rifat ialah mengetahui rahasia-rahasia Allah dan aturan-aturannya yang melengkapi segala yang ada.
- Seorang yang telah hingga pada ma’rifat berada akrab dengan Allah, bahkan ia sanggup memandang wajah-Nya.
- Ma’rifat tiba sebelum mahabbah.
FANA, BAQA DAN ITTIHAD
Dalam sejarah perkembangan tasawuf, munculnya corak pemikiran tasawuf diawali dengan sufi yang terutama atas Yazid Al-Busthani ia muncul sebagai sufi dengan konsep fana’, baqa’ dan ittihad. Fana berarti hilang atau muncul sesudah dari hancur. Al-baqa yang berarti yang tetap, terus hidup. Al-fana, yaitu hilangnya daya kesadaran kalbu dari hal-hal yang bersifat duniawi sebab adanya sesuatu yang dilihatnya. Situasi yang demikian akan teralih sebab hilangnya sesuatu yang terlihat itu dan berlangsung terus secara silih berganti hingga tiada lagi yang disadari dan dirasakan.
Fana yang dicari oleh kaum sufi ialah penghancuran diri, yaitu al-fana an-nafs yaitu hilangnya kesadaran kemanusiaan dan menyatu ke dalam iradah Allah bukan jasad atau tubuhnya yang menyatu dengan Allah. Jadi, fana an-nafs sanggup diartikan sebagai hancurnya perasaan atau kesadaran perihal adanya tubuh garang manusia.
AL-HULUL
Secara bahasa “hulul” berasal dari kata “halla-yahllu–hululan”, yang berarti menempati suatu tempat. Makara hulul secara bahasa berarti Tuhan mengambil tempat dalam insan tertentu yang telah lenyap sifat kemanusiaannya melalui fana. Adapun berdasarkan istilah, hulul berarti paham yang menyatakan bahwa Tuhan menentukan tubuh-tubuh insan tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya sesudah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.
Pemikiran al-Hallaj perihal kebersatuan insan kepada Tuhan yang kemudian mengkristal dalam terma al-hulul merupakan salah satu bentuk ittihad. Yang dimaksud di sini ialah suatu tingkatan dalam tasawuf, ketika seorang sufi merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan ketika yang menyayangi dan dicintai menjadi satu.
Dalam ittihad, seorang sufi terus berusaha melupakan dirinya dan memusatkan kesadarannya kepada Tuhan, dan inilah yang disebut oleh para sufi telah mencapai tingkat fana’. Dimana fana’ ialah suatu tingkat ketika seseorang kehilangan kesadaran akan tubuh jasmaninya, seorang sufi merasa tinggal bersama Tuhan, dan perasaan menyerupai inilah yang disebut baqa’.
Jadi, berbicara fana’ dan baqa’ ini erat kaitannya dengan ittihad, yakni penyatuan bathin atau rohani dengan Tuhan, sebab tujuan dari fana’ dan baqa’ ini ialah ittihad.
WIHDATUL WUJUD
Secara bahasa, “wahdatul al-wujud, terdiri atas dua kata, yaitu “wahdat” dan “al-wujud”. Wahdat artinya sendiri, tunggal, atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan demikian, wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud (unity of existance). Adapun mengenai maksud kata “wujud” (being, al-wujud” dan perkataan, “Tuhan ialah wujud mutlak al-haqq), Dua pengertian yang berbeda dan fundamental dalam memahami istilah “wujud”.
- Sebagai suatu konsep ide perihal “wujud” eksistensi (wujud bima’na al-masdari).
- Dapat berarti yang mempunyai wujud, yakni yang ada (exist) atau yang hidup (subsits/wujud bil ma’na al maujud).
Menurut Ibn Arabi, Tuhan ialah pencipta alam semesta. Adapun proses penciptaannya ialah sebagai berikut:
- Tajalli dzat Tuhan dalam bentuk a’yan tsabitah.
- Tanazul dzat Tuhan dari alam ma’ani ke alam ta’ayyunat; realitas –realitas rohaniah, yaitu dalam wazan yang mujarrad.
- Tanazul pada realitas-realitas nafsiyah, yaitu alam nafsiyah berfikir.
- Tanazul Tuhan dalam bentuk ide materi yang bukan materi, yaitu alam mitsal (ide) atau khayal.
- Alam materi, yaitu alam inderawi.
Selain itu, Ibn Arabi menjelaskan bahwa terjadinya alam ini dari pedoman hakikat Muhammadiyah atau Nur Muhammad. Menurutnya pada mulanya ia membuat Nur Muhammad (hakikat Muhammad) atau insal kamil (manusia sempurna). Nur Muhammad ini merupakan dasar atau materi awal alam; terdapat pada seluruh tanda alam sebagai materi dan pontensi dasar.
INSAN KAMIL
Secara umum, istilah “insan kamil” sering dimaknai oleh sebagai insan sempurna. Pengertian insan kamil berdasarkan Al-Jilli dirumuskan sebagai berikut.
Artinya : “Insan kamil pertama semenjak adanya wujud hingga simpulan lainnya, yang mengkristal pada setiap zaman dan insan kamil ialah Nabi Muhammad SAW, maka insan kamil asalnya wujud, atau menjadi proses yang kemudian berkembang atasnya roh wujud dari awal hingga akhirnya”.
Pengertian simpulan dari insan kamil ialah roh Nabi Muhammad SAW. Syeikh Nurudin Ar-Raniri, seorang sufi yang hidup pada era ke-16 menunjukkan pengertian insan kamil ialah insan yang mempunyai dalam dirinya hakikat Muhammad, atau juga disebut Nur Muhammad yang merupakan makhluk pertama kali diciptakan oleh Allah, dan juga sebagai bagi dijadikannya alam semesta ini.
THARIQAT
Dari segi bahasa, thariqat berasal dari bahasa Arab thariqat yang artinya jalan, keadaan, aliran dalam garis sesuatu. Secara harfiyah, thariqat berarti jalan yang terang, lurus yang memungkinkan hingga pada tujuan dengan selamat.
Dalam kaitannya dengan syari’at yang dijalani oleh seseorang yang mempelajari thariqat, yaitu harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut;
- Mempelajari ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan syariat agama.
- Mengamati dan berusaha semaksimal mungkin untuk mengikuti jejak guru dan melaksanakan perintahnya dan meninggalkan larangannya.
- Tidak mencari-cari keinginan dalam bersedekah supaya tercapai kesempurnaan yang hakiki.
- Berbuat dan mengisi waktu seefisien mungkin dengan segala wirid dan doa guna pemantapan dan kekhusukan dalam mencapai maqamat.
- Mengekang hawa nafsu supaya terhindar dari kesalahan yang sanggup menodai amal.
PROBLEMATIKA MASYARAKAT MODERN
DAN PERLUNYA AKHLAK TASAWUF
Revolusi teknologi dengan meningkatkan kontrol kita pada materi, ruang dan waktu, menjadikan evolusi ekonomi, gaya hidup, teladan pikir dan sistem rujukan. Dalam kaitan ini kelompok yang optimis, pesimis dan pertengahan antara keduanya. Bagi kelompok yang optimis kehadiran revousi teknologi justeru menguntungkan, sementara bagi kelompok yang pesimis memandang kemajuan di bidang teknologi akan menunjukkan dampak yang negatif, sebab hanya menunjukkan kesempatan dan peluang kepada orang-orang yang sanggup bersaing saja, yaitu mereka yang mempunyai kekuasaan ekonomi, kesempatan, kecerdasan. Di sinilah pentingnya adab tasawuf guna membendung ekses negatif dan perkembangan zaman dan modrenisasi tersebut.
Dalam kaitannya dengan hal itu, maka kemajuan dalam bidang teknologi akan memberi pengaruh;
- Semua kemajuan teknologi menuntut pengorbanan, yaitu dari satu sisi teknologi memberi nilai tambah, tetapi pada sisi lain sanggup mengurangi nilai-niai insan yang tradisional, contohnya harus dikorbankan demi efisiensi
- Semua kemajuan teknologi lebih banyak menjadikan dilema ketimbang memecahkannya.
- Efek negatif teknologi tidak sanggup dipisahkan dari imbas positifnya. teknologi tidak pernah netral, imbas negatif dan positif terjadi serentak dan tidak terpisahkan.
- Semua inovasi teknologi mempunyai imbas yang tidak terduga.
Dari sikap mental yang demikian itu kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan sejumlah problematika masyarakat modern sebagai berikut;
a. Desintegrasi ilmu pengetahuan
b. Kepribadian yang terpecah (split personality)
c. Penyalahgunaan iptek
d. Pendangkalan iman
e. Pola kekerabatan materialistik
f. Menghalalkan segala cara
g. Stress dan frustasi
h. Kehilangan harga diri dan masa depannya
Untuk lebih lengkap makalahnya silakan klik di bawah ini!!!
0 Response to "Ilmu Akhlak"
Post a Comment